Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jawa Tengah (Jateng) ingin agar pemerintah (Perhubungan Laut) menegakkan aturan main yang benar sesuai peraturan yang ada, terutama dalam hal kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan.
Ketua DPW APBMI Jateng Romulo Simangunsong didampingi Delly Setiyono (bendahara) mengungkapkan hal itu kepada Ocean Week, di Kantornya, di Semarang, Senin sore. “Kami tak akan pernah mengakui keberadaan SPMT (Subholding Pelindo Multiterminal) di Tanjung Emas, karena APBMI Jateng hanya melakukan kerjasama dengan Pelindo,” katanya.
Penegakan peraturan yang dilakukan APBMI Jateng, ujar Romulo juga sudah memperoleh dukungan penuh dari Putut Sutopo (penasihat APBMI) yang bahkan memintanya untuk terus memperjuangkan hingga berhasil sesuai regulasi yang ada.
Romulo mengaku jika saat ini pihaknya belum sepakat dengan apa yang dimaui anak perusahaan plat Merah tersebut. “Kami memang belum sepakat dengan mereka. Bayangkan saja, untuk kegiatan bongkar muat, mereka (Pelindo) minta kontribusi 35%, atau minta Rp 25 ribu per ton, nah, kami dapat apa dari kegiatan itu,” ungkapnya.
Padahal kalau mau hitung-hitungan dari secara nasional dari kontribusi kegiatan bongkar muat, SPMT bisa mencatatkan pendapatan ratusan miliar per tahun. Sebagai contoh, di Tanjung Priok dengan kontribusi 40%, di Tanjung Perak 35%, di Belawan 35%, dan di Tanjung Emas 35%, serta pelabuhan-pelabuhan lain yang dikelola Pelindo, berapa besar pendapatan mereka (SPMT).
“Kalau seluruh pelabuhan yang dioperasikan Pelindo per tahun dengan total volume puluhan juta ton, dengan pola kontribusi dari kegiatan bongkar muat yang diterapkan, berapa pendapatan SPMT tanpa mereka harus merebut pekerjaan PBM, jadi mereka diam saja sudah dapat besar sekali. Pertanyaannya, kenapa harus ikutan bermain, meskipun legalitasnya sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan bongkar muat masih kami pertanyakan,” kata Romulo.
Sebenarnya, ujar Dely menambahkan, dalam peraturan sudah jelas bahwa Pelindo boleh mengerjakan kegiatan bongkar muat untuk petikemas, pipanisasi, RoRo, sementara untuk kegiatan diluar itu harus dikerjakan oleh PBM swasta.
Menurut Romulo, dua kali penandatanganan kerjasama antara Pelindo dengan APBMI yang dilakukan di Prapat Danau Toba dan di Bali, bisa dibilang hanya menjadi harapan hampa buat PBM. “Penasihat kami (Putut Sutopo) terus minta kepada pengurus APBMI Jateng untuk mengawal masalah ini, jika tak ada titik temu, kami diminta untuk membawanya ke jalur hukum,” tegasnya.
Kata Romulo, penegakan aturan yang dilakukan APBMI bukan tanpa alasan, sebab pertimbangannya adalah PP 31 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran, dan PM 59 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait Dengan Angkutan di Perairan.
Sebagai informasi bahwa PP 31 tahun 2021 didalamnya mengatur mengenai pembinaan pelayaran, angkutan di perairan, kepelabuhanan, perkapalan, kenavigasian, surat dokumen dan warta kapal, manajemen keamanan kapal, Serta konsesi.
Jadi, ungkap Romulo, pada prinsipnya APBMI Jateng sampai sekarang masih belum bisa menerima adanya SPMT di pelabuhan. Tanjung Emas ini. “Kami sudah bertemu dengan Pak Dirut SPMT dan pak Komisaris. Tapi kenyataannya berbeda dengan komitmennya,” jelasnya.
Romulo berharap supaya pemerintah maupun Pelindo mau menegakkan aturan main yang ada, sehingga dalam implementasinya tak ada benturan di lapangan. (**)