Pemerintah memastikan menerapkan PM 7/2019 tentang pemasangan dan pengaktifan sistem identifikasi otomatis (Automatic Identification System/AIS) bagi kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia, baik asing maupun domestik mulai 20 Agustus nanti.
Meski terjadi pro kontra terhadap peraturan tersebut, namun pemerintah (Kemenhub) tetap bersikukuh bahwa PM 7/2019 harus tetap dilaksanakan.
INSA sebagaimana diungkapkan Budhi Halim, Sekretaris Umum, bahwa asosiasi ini mendukung apa yang menjadi aturan pemerintah itu, namun dengan catatan, pertama menghapuskan sanksi, lalu mengikuti aturan IMO yakni diterapkan untuk kapal 300 GT keatas, apalagi PM 7 dinilainya invalid. “Itu rekomendasi dari INSA,” ujar Budhi Halim saat ditanya Ocean Week, di Jakarta.
Karena itu, INSA minta agar penerapan kebijakan itu ditunda, sembari menunggu kesiapan semua pelayaran. “Harapannya untuk mencegah penangkapan kapal oleh oknum keamanan. Menghindari high cost,” ungkapnya.

Meski begitu, Kepala Syahbandar Utama Pelabuhan Tanjung Priok, Amiruddin menyatakan tetap akan melaksanakan peraturan itu mulai 20 Agustus nanti. “Yang jelas kami akan berbuat yang terbaik bagi masyarakat,” katanya kepada Ocean Week, melalui WhatsApp-nya Kamis pagi.
“Insya Allah sejak saya menjabat di KSU Tanjung Priok tidak ada kapal yang tak berlayar, karena selalu memberi solusi yang terbaik, begitu juga pada tanggal 20 Agustus 2019 nanti, mudah-mudahan tidak ada masyarakat yang kecewa,” katanya lagi.
Menjawab pertanyaan jika kapal belum terpasang AIS, namun Syahbandar mengeluarkan SPB (surat perintah berlayar) dan kapal itu tertangkap aparat lain, apakah Syahbandar tidak disalahkan karena dianggap tak menjalankan tugas (PM 7/2019), Amiruddin menyatakan pihaknya tetap akan mengambil sikap. “Tapi saya ingin menyampaikan bahwa kapal-kapal yang masuk dan berangkat di Tanjung Priok rata-rata sudah dikengkapi dengan AIS, karena ukuran kapal lebih dari 300 GT, begitu juga untuk kapal penumpang dan PP nomor 51 tentang Perkapalan, ada satu pasal memberi ruang dimana pasal tersebut dikatakan bahwa dalam hal tertentu Syahbandar dapat memberangkatkan kapal,” jelas Amuriddin panjang lebar.
Sementara itu, KSOP Marunda Iwan Soemantri menyatakan hal yang sama dengan Amiruddin. “Kita akan melakukan yang terbaik buat masyarakat pengguna jasa,” katanya kepada Ocean Week.
Untuk diketahui, Peraturan Menteri Perhubungan PM Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS) bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia akan diberlakukan mulai tanggal 20 Agustus 2019.
Aturan itu mewajibkan semua kapal yang berlayar di perairan Indonesia memasang dan mengaktifkan AIS.
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H. Purnomo bahwa pemerintah ingin ada penegakan hukum yang jelas mengenai keberadaan kapal yang berlayar di wilayah maritim RI.
“Ada law enforcement, tak bisa semau-maunya kapal ke mana saja tak jelas. Kita harus bisa monitor seluruh kapal, bawanya apa saja. Memang perlu sosialisasi lebih, saya sering ditelepon Basarnas ada kapal tenggelam, kita nggak tahu apa, ternyata kapal ikan. Jadi memang kita belum bisa lacak semua,” ungkapnya di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Selasa (6/8).
Dia juga ingin menggali beragam informasi melalui kecanggihan AIS, agar aspek keamanan dan keselamatan bisa terjaga. Sebagai informasi, AIS adalah sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS), dan/atau stasiun radio pantai (SROP).
Ada dua kelas tipe AIS yang yaitu AIS Kelas A dan AIS Kelas B. AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
Sedangkan AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan antara lain, Kapal Penumpang dan Kapal Barang Non Konvensi berukuran paling rendah GT 35, serta Kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Selain itu, yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B adalah Kapal Penangkap Ikan yang berukuran paling rendah GT 60. Pengawasan penggunaan AIS dilakukan oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, pejabat pemeriksa keselamatan Kapal, dan pejabat pemeriksa kelaiklautan Kapal Asing.
“Kami tidak ingin ada ekor di balik urusan, semua untuk NKRI. Jangan sampai laut kita tak terjaga. Semua barang di laut perlu kita monitor, kapal siapa yang punya, muatannya apa, semuanya,” tegas Agus lagi.
Direktur Kenavigasian Basar Antonius dalam kesempatan yang sama menambahkan, sejauh ini pihaknya sudah menggencarkan sosialisasi. Artinya, kebijakan yang akan berlaku idealnya sudah dipahami publik, terutama stakeholder yang berkaitan langsung dengan regulasi ini.
“Sudah banyak yang kita lalukan terkait sosialisasi. Kami selipkan informasi ke stakeholder terkait dengan diadopsinya proposal pada Selat Sunda dan Selat Lombok pada Januari dan Juni 2019,” tandasnya.
Berkaitan dengan keamanan dan keselamatan, dia juga memperkuat stasiun VTS. Keberadaan VTS yang terintegrasi sangat dibutuhkan untuk memonitor lalu lintas pelayaran dan alur lalu lintas pelayaran serta mendorong efisiensi bernavigasi sehingga dapat menurunkan resiko kecelakaan kapal dan mampu memberikan rasa aman bagi pengguna jasa pelayaran.
Pemberian layanan jasa kenavigasian VTS akan dilakukan penarikan jasa PNBP sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Adapun penarikan jasa PNBP dimaksud dilakukan guna peningkatan kehandalan operasional VTS seperti yang sudah diberlakukan pada 21 lokasi pelabuhan yang memiliki VTS, yaitu Pelabuhan Belawan, Teluk Bayur, Dumai, Batam, Palembang, Panjang, Merak, Jakarta, Pontianak, Banjarmasin, Batu Licin, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, Makassar, Benoa, Lembar, Bitung, Sorong, dan Bintuni.
“Tahun depan kita juga usulkan penambahan AIS base di 25 titik untuk monitor kapal-kapal di AIS A dan AIS B,” tambahnya. (***)