Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forfwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menyatakan, salah satu cara untuk meningkatkan kinerja logistik nasional adalah melakukan kolaborasi antara pelaku usaha logistik dan industri serta perguruan tinggi, sehingga dapat mendorong investasi dan menambah daya saing ekspor komoditas unggulan di pasar global.
Yukki menilai arti pentingnya campur tangan lembaga pendidikan kejuruan dan perguruan tinggi terutama dalam menyiapkan sumber daya manusia. “Kedepan diharapkan, kolaborasi antara pihak akademisi dan praktisi dapat membawa kemajuan signifikan di bidang bisnis logistik sehingga dapat membantu perekonomian Indonesia,” kata Yukki usai acara seminar internasional (International Conference on Business, Accounting, Supply Chain, and Logistics atau ICBASL), yang digelar di Solo, baru-baru ini.
Kegiatan dengan tema “The New Paradigm of Link and Match between Government, University, and Industry”, yang diselenggarakan atas kerjasama Program studi Akuntansi (Prodi Akuntansi) FEB UNS dengan ALFI, itu bertujuan untuk membentuk sebuah paradigma baru dengan menyatukan perspektif pengetahuan diantara para akademisi (Prodi Akuntansi), praktisi (ALFI), dan pemerintah terkait dunia logistik.
“Niat memperluas perspektif ilmu akademik dengan cara menggandeng asosiasi praktis disambut baik oleh pihak ALFI yang merasa perlu adanya keselarasan antara perspektif akademis dan praktisi untuk membantu pemerintah mengembangkan perekonomian dari sisi logistik,” ungkap Yukki.
Yukki juga menyatakan, pada kegiatan ini ikut diundang para akademisi dari berbagai negara dan perwakilan praktisi dari PT Sri Rejeki Isman Tbk sebagai pembicara. Mereka antara lain, Prof. Juliana Sutanto dari Lanchester University, Prof. Habib Mahama dari Qatar University, Prof. Corina Joseph dari Universiti Mara Malaysia, Prof. Ruhul Salim dari Curtin University, Prof. Hooy Chee Wooi dari Universiti Sains Malaysia, Dr. Agung Nur Probohudono dari Indonesia dan Arief Sanjaya dari PT Sri Rejeki Isman Tbk.
Kegiatan sarasehan tersebut, merupakan rangkaian dari Rapimnas ALFI di Solo yang berlangsung dari 21-22 November 2019 lalu.
Acara itu ditutup dengan pelantikan anggota baru ALFI perwakilan Solo Raya oleh ALFI Jateng dan Yogjakarta.
Turut diundang dalam Rapimnas yakni Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Ketua BKPM dan para pelaku bisnis logistik nasional dari Aceh hingga Papua.
Pada kesempatan tersebut, Menhub Budi Karya Sumadi mengapresiasi Rapimnas ALFI yang mengusung tema penyusunan langkah Strategis Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan SDM dalam rangka mendorong investasi dan ekspor.
Budi Karya berharap kinerja logistik nasional dapat semakin membaik sehingga bisa meningkatkan investasi. Dan itu diamini oleh Kepala Badan Kordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bahlil menyatakan, kontribusi ALFI sebagai organisasi yang mengkoordinir para pengusaha logistik nasional sangat strategis dalam membangun perekonomian bangsa Indonesia.
Kolabirasi
Yukki saat pembukaan Rapimnas ALFI, juga menyatakan bahwa kolaborasi pelaku usaha logistik dan industri serta perguruan tinggi akan meningkatkan kinerja logistik nasional sehingga dapat mendorong investasi dan menambah daya saing ekspor komoditas unggulan di pasar global.
Rapimnas DPP ALFI/ILFA tahun ini diadakan di Gedung PT. Sritex itu mengambil tema “Langkah strategis Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan SDM dalam rangka mendorong investasi dan ekspor”, dihadiri Dewan Pengurus Wilayah (DPW) ALFI/ILFA seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua.
Yukki menjelaskan bahwa dengan bersinerginya antara pelaku usaha logistik dengan industri seperti saat ini dengan Sritex dan perguruan tinggi seperti UNS dapat memungkinkan untuk membangun eksosistem logistik yang komprehansif dan efisien.
“Bila ekosistem logistik yang efisien terwujud, maka hal ini akan dapat mendorong investasi serta meningkatkan ekspor, sehingga defisit neraca perdagangan yang beberapa tahun terakhir dialami Indonesia dapat diatasi. Bahkan, neraca perdagangan internasional Indonesia akan lebih sehat atau positif,” katanya dalam keteranganya yang dikirimkan ke Ocean Week, Senin pagi ini.
Yukki menambahkan, perekonomian global saat ini melemah, penuh ketidakpastian, akibat perang dagang antara China dengan Amerika Serikat. Kondisi ini sangat berdampak kepada perdagangan internasional Indonesia karena dua negara tersebut merupakan tujuan utama ekspor Indonesia.
Perang dagang China-AS tersebut berdampak kepada menurunnya kinerja beberapa industri nasional seperti industri otomotif, industri elektronik (komputer), industri pertanian, industri tekstil dan produk tekstil. Selanjutnya kinerja perdagangan internasional (ekspor dan impor) Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit—CAD) hingga kuartal II tahun 2019 mencapai US$ 8,4 miliar.
Maka dari itu Indonesia perlu meningkatkan ekspor secara signifikan karena dalam lima tahun terakhir hanya tumbuh rata-rata sekitar 7%. Untuk meningkatkan ekspor memang tidak mudah karena banyak permasalahan yang harus diperbaiki, terutama kebijakan instansi pemerintah terkait, kualitas, kualitas produk dan perlunya memperbaiki saya saing setiap komoditas ekspor.
“Salah satu faktor yang bisa menaikkan daya saing produk ekspor Indonesia adalah memperbaiki ekosistem logistik komoditas ekspor secara menyeluruh, dengan membangun ekosistem manajemen rantai pasok (supply chain),” ujar Yukki.
Untuk mewujudkan ekosistem logistik yang efisien diperlukan kolaborasi seluruh kepentingan seperti pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Selain itu, lanjut Yukki, untuk menjalankan ekosistem logistik yang efisien disamping diperlukan sistem informasi dan komunikasi elektronik yang terintegrasi diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. “Disinilah pentingnya lembaga pendidikan kejuruan dan perguruan tinggi dalam menyiapkan SDM,” tegasnya.
Namun hal tersebut belumlah cukup, membangun ekosistem logistik yang efisien diperlukan badan adhoc di bawah presiden karena melibatkan 15 kementerian dan 3 lembaga negara. “Badan inilah yang berfungsi untuk mensinkronkan bebagai kebijakan dan menyederhanakan regulasi terkait dengan ekosistem logistik nasional.”
Selanjutnya, menurut Yukki, permasalahan lain yang juga dibutuhkan untuk membangun ekosistem logistik nasional yang efisien adalah pengembangan infrastruktur (hard dan soft infrastructure). Pengembangan hard infrastructure mencakup pembangunan pelabuhan, bandara, jalan dan pusat logistik dan terkoneksi dengan baik.
Sedangkan soft infrastructure mencakup sistem informasi dan komunikasi elektronik yang terintergrasi dengan seluruh pemangku kepentingan (platform) untuk memperlancar pertukaran dokumen dan sistem transaksi. (***)