GAPASDAP mendesak adanya sinkronisasi kewenangan antara BPTD, KSOP, dan Dinas Perhubungan terkait pengawasan operasional kapal angkutan sungai dan danau.
Kewenangan pengawasan harus jelas dan tidak tumpang tindih untuk memastikan bahwa semua aspek keselamatan dan operasional dijalankan dengan baik.
Hal itu menjadi sebuah catatan yang disampaikan oleh Ketua umum Gapasdap Khoiri Soetomo kepada Ocean Week, Jumat.
“Itu menjadi bagian dari rekomendasi hasil Rakernas ke-3 di Yogjakarta selama dua hari (11-12/9/2024) yang kami sampaikan kepada pemerintah (Kemenhub),” ujar Khoiri mengawali wawancara.
Menurut direktur PT DLU ini, selain diatas, ada beberapa rekomendasi hasil Rakernas Gapasdap yang disampaikan kepada kementerian Perhubungan, yakni agar sesegera mungkin, dan dalam waktu relatif singkat, dapat memberikan kepastian hukum atas pemberlakuan Instruksi Menteri Perhubungan Nomor IM 9 tahun 2024 tentang Pengalihan Tugas dan Fungsi di Bidang Penyelenggaraan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan sebagaimana diatur pada Diktum Keempat dan Diktum Kelima IM Nomor 9 Tahun 2024. Kepastian hukum ini diharapkan dapat memberikan kepastian usaha, khususnya di lintasan Penyeberangan Merak dan lintasan Penyeberangan Bakauheni.
Menurut Khoiri, sejak diimplementasikannya Instruksi Menteri Perhubungan Nomor IM 9 Tahun 2024 di Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni, terdapat beberapa kendala yang dihadapi, yaitu: a, masih adanya kewajiban proses penerbitan Standar Pelayanan Minimal (SPM), padahal proses tersebut tidak dibutuhkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut c.q Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
b. Tidak diakuinya sertifikasi dan/atau dokumen kapal yang diterbitkan sebelum adanya Instruksi Menteri Nomor 9 Tahun 2024 oleh KSOP pada saat kapal melakukan docking tahunan.
c. Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) elektronik yang dikeluarkan oleh
KSOP mengharuskan operator kapal untuk memenuhi persyaratan pada sistem Inaportnet.
“Selain itu, Gapasdap juga merekomendasikan kepada Kementerian Perhubungan RI terkait
perpindahan tugas, fungsi, dan kewenangan antara Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam
penyelenggaraan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan,” ungkapnya.
Karena itu, jelas Khoiri, jika tugas, fungsi, dan kewenangan berada di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, maka Direktorat Jenderal Perhubungan Darat harus melakukan Konsistensi terhadap pelaksanaan moratorium izin, sehingga tercipta keseimbangan antara supply dan demand di lintasan penyeberangan.
Kemudian memastikan kebutuhan alat keselamatan pada kapal sesuai dengan
kebutuhan kapal yang dioperasikan pada lintasannya, guna menjamin keselamatan pelayaran.
Lalu menunda penerbitan regulasi tentang usia kapal, kapasitas kapal, dan
kecepatan kapal, karena pembaruan kapal memerlukan biaya investasi yang
tinggi, terutama saat beberapa pelabuhan lintas penyeberangan komersial sudah mengalami over supply, yang menyebabkan faktor muat belum mencapai 65%.
“Menegakkan semua regulasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat berdasarkan prinsip keseimbangan dan keadilan, agar tidak membebani operator kapal secara berlebihan,” jelasnya panjang lebar.
Kata Khoiri, jika tugas, fungsi, dan kewenangan berada di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, maka Direktorat Jenderal Perhubungan Laut harus melakukan :
– Sinkronisasi sistem operasional kapal pada lintasan penyeberangan yang
sebelumnya dikelola oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, sehingga
mempermudah pelaksanaan operasional dan memastikan keberlanjutan layanan
penyeberangan.
Kemudian memahami perbedaan perspektif terhadap kapal angkutan penyeberangan dibandingkan dengan kapal penumpang antar pulau di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. “Regulasi dan kebijakan untuk kapal penyeberangan perlu disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan yang berbeda dari kapal penumpang antar pulau,” katanya lagi.
Tata Cara Pelaksanaan Docking
Khoiri juga menyatakan, Gapasdap juga merekomendasikan kepada Kementerian Perhubugan RI c.q
Direktorat jenderal perhubungan laut tentang implementasi KP.DRJD 4135 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelaksanaan Docking, Pencegahan Pencemaran Dari Kapal, Serta Tata Susunan Perlengkapan dan Peralatan Keselamatan Angkutan Penyeberangan dapat dilaksanakan untuk kapal-kapal lintas penyeberangan Merak-Bakauheni.
“Gapasdap pun merekomendasikan kepada Kementerian Perhubungan RI atas penegakan hukum apabila terjadi kecelakaan kapal angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagai leading sector penyelesaian masalah diserahkan kepada yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan pada lingkungan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan,” tegas Khoiri.
Disamping itu, Gapasdap merekomendasikan kepada Kementerian Perhubungan untuk menginstruksikan kepada PT ASDP Indonesa Ferry (Persero) untuk melakukan
pengkajian ulang terhadap penerapan penjualan tiket secara online (Ferizy) dengan mempertimbangan beberapa hal, yaitu:
– Peninjauan ulang terhadap mekanisme penjualan tiket secara online melalui sales agent atau agen Ferizy di area/wilayah pelabuhan. Hal utama yang perlu dipertimbangkan mengenai penjualan tiket online melalui sales agent adalah mengenai kompetensi dan pemahaman para sales agent sebagai bentuk pertanggungjawaban data yang diberikan melalui aplikasi tiket online tersebut. Banyak data yang diterima operator yang tidak sesuai dengan kondisi eksisting penumpang di kendaraan.
Lalu, Perlu adanya pertimbangan mengenai pembelian tiket online dengan sistem geofencing sebagai bentuk efektivitas kelancaran arus kendaraan di wilayah pelabuhan dengan jarak tertentu.
“Gapasdap pun merekomendasikan kepada Kementerian Perhubungan c.q
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat untuk memberikan instruksi kepada PT
ASDP Indonesia Ferry (Persero) bahwa butuh dilakukan peninjauan pembelian
tiket online untuk kendaraan besar (Golongan V sampai dengan Golongan IX) perlu dievaluasi secara dalam karena kasus-kasus yang sering kali terjadi
ketidaksesuaian panjang kendaraan dan juga muatan yang ada di dalam
penggolongan kendaraan tersebut,” ungkap Khoiri dibenarkan Aminudin Rifai.
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) perlu mempertimbangkan pemberian akses atau akun kepada seluruh perusahaan pelayaran guna penarikan data penumpang, kendaran, serta cargo manifest pada kendaraan barang yang akan memasuki kapal.
Pelabuhan Terintegrasi
Gapasdap, ungkap Khoiri, mendorong Kementerian Perhubungan c.q Direktorat Jenderal Perhubungan Darat untuk melakukan peningkatan infrastruktur pada wilayah Pelabuhan agar menjadi pelabuhan yang modern dan terintegrasi.
Pentingnya melakukan pembenahan dan pembangunan pelabuhan tersebut adalah sebagai upaya dalam peningkatan proses bongkar muat dan efisiensi waktu tunggu kapal, sehingga trip yang dihasilkan oleh seluruh kapal di pelabuhan lebih optimal.
“Pembangunan dermaga baru dan pemberian asuransi untuk seluruh dermaga. Peningkatan infrastruktur di
sekitar wilayah pelabuhan juga butuh untuk ditingkatkan oleh pemerintah, terutama mengenai jalan menuju area pelabuhan untuk meningkatkan efektivitas jalannya kegiatan pelayaran,” katanya.
Rekomendasi yang lain supaya pemerintah untuk melakukan evaluasi
terhadap PM 66 Tahun 2019 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan, dimana beberapa point yang dimaksud antara lain pemberlakuan tarif batas atas dan tarif batas bawah guna mempermudah penyesuaian
tarif pada keadaan tertentu, evaluasi terhadap model pentarifan pada golongan kendaraan kosong dan bermuatan (tarif kendaraan termasuk penumpang).
“Kami (Gapasdap) menganjurkan pembuatan deklarasi muatan sebelum muatan masuk ke kapal. Pihak ekspedisi harus mengisi deklarasi muatan sebagai langkah keamanan. Kemudian dalam pembelian tiket, perjanjian elektronik terkait deklarasi muatan perlu disertakan,
sehingga operator kapal tidak disalahkan apabila terjadi masalah dengan muatan di atas kapal.l,” ujarnya.
Khoiri menambahkan, bahwa untuk Angkutan Sungai dan Danau, Gapasdap
merekomendasikan kepada Kementerian Perhubungan RI c.q. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat agar dapat mendorong implementasi Peraturan Menteri Nomor PM 61 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Sungai dan Danau.
“Hingga saat ini, implementasi peraturan tersebut belum dapat dilaksanakan sepenuhnya karena adanya disharmonisasi kewenangan antara
pemerintah pusat (Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat) dan pemerintah daerah (Gubernur dan Dinas Perhubungan). Masing-masing pihak
memiliki tata kelola operasional kapal sungai dan danau yang masih bersifat ego-sektoral, sehingga menghambat pelaksanaan peraturan secara efektif,” jelasnya.
Khoiri mengungkapkan bahwa untuk Perbaikan Navigasi dan Infrastruktur, Pemerintah harus memberikan perhatian khusus pada penyediaan infrastruktur yang memadai di sektor angkutan sungai dan danau, seperti rambu-rambu navigasi dan terminal penumpang yang belum tersedia secara optimal.
Selain itu, jelasnya, pengelolaan alur sungai yang mengalami pendangkalan harus segera diperbaiki untuk mendukung kelancaran transportasi di jalur ini.
Mengingat pentingnya transportasi angkutan penyeberangan sebagai penggerak perekonomian nasional, yang berfungsi sebagai angkutan dan/atau transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah Indonesia yang tersebar, untuk mendukung distribusi
barang dan jasa serta pergerakan orang sebagai penumpang, maka penyeberangan dapat disimpulkan sebagai transportasi yang mempunyai peran sebagai:
– Penghubung Antar Pulau atau Wilayah Indonesia, transportasi penyeberangan berperan sebagai sarana utama untuk mendistribusikan barang-barang atau logistik yang menjadi kebutuhan masyarakat serta memfasilitasi
pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lainnya.
“Tanpa adanya transportasi penyeberangan, bukan tidak mungkin suatu daerah akan terisolasi, yang pada
akhirnya dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara,” kata Khoiri Soetomo.
Dihadapkan Masalah
Khoiri Soetomo mengatakan, untuk mengurangi Biaya Logistik dan Menjaga Disparitas Harga Sistem bisnis dalam transportasi penyeberangan pada prinsipnya lebih mudah, efisien, dan cepat.
Namun, pada kenyataannya, biaya logistik yang tinggi masih terjadi akibat minimnya tingkat efisiensi dalam sistem transportasi yang ada.
Menurut Khoiri Soetomo, operasional angkutan penyeberangan masih
dihadapkan pada masalah-masalah yang rumit sehingga dapat menjadi kendala
terhadap kemajuan dan perkembangan industri angkutan penyeberangan.
“Kami berharap pemerintah (Kemenhub), bisa memperhatikan sejumlah rekomendasi Gapasdap untuk segera dilaksanakan,” kata Khoiri Soetomo. (***)