Kisruh hukum antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dengan PT Karya Citra Nusantara (KCN) hingga saat ini belum usai.
Bahkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria yang memantau proses hukum antara keduanya dalam masalah konsesi Pelabuhan Marunda, menjelang keluarnya putusan PK (peninjauan kembali), memohon Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya agar negara tak dirugikan dengan asset Negara itu.
“Implikasi aset negara yang dikelola swasta selama 70 tahun dengan porsi kepemilikan saham pemerintah yang sangat tidak signifikan sangat merugikan negara,” kata Riza dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Wagub DKI Riza menyatakan bahwa fokus kepentingan Pemda DKI Jakarta tersebut menyelamatkan aset negara, karena dapat memberikan pendapat kepada kas daerah.
Untuk diketahui, PT KBN berhasil memenangkan gugatan perdata. PN Jakarta Utara dan PT (pengadilan tinggi) Jakarta memutuskan bahwa perjanjian yang dilakukan oleh pihak KCN bersama dengan Kementerian Perhubungan adalah cacat hukum dan dianggap tidak sah.
Atas keputusan tersebut, KCN mengajukan kasasi ke MA, dengan no.register: 2226 K/PDT/2019, pada 1 Juli 2019. Di tingkat kasasi, MA mengeluarkan Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), karena gugatan sebelumnya dinilai mengandung cacat formil.
Karena itu, konsensi PT KCN dengan skema kepemilikan sahamnya tetap berlanjut.
Namun, pihak PT KBN tidak tinggal diam. Perseroan ini kemudian menggandeng Hamdan Zoelva sebagai kuasa hukumnya. Kemudian, KBN mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dan sekarang masih di proses di MA.
Seperti diketahui, bahwa Pemda DKI Jakarta menjadi salah satu share holder di PT KBN.
PT KBN hanya mendapat porsi kepemilikan saham 15% di PT KCN, sedangkan porsi saham 85% dimiliki PT KTU.
Menurut Sattar Taba, Dirut PT KBN, renegosiasi sudah dilaksanakan, dan keluarlah adendum III, menyepakati kepemilkan saham 50% PT KBN, 50% PT KTU. Kesepakatan itu dicatat di notaris dan Kmenterian Hukum dan Ham.
“Tapi, PT KTU tidak mentaati kesepakatan tersebut. Keberadaan PT KBN sebagai wakil Negara diabaikan. Bahkan sejak tahun 2015, kami tidak pernah mendapatkan deviden sepeser pun, PT KCN pun tidak pernah melaksanakan RUPS, kami sebagai pemilik lahan justru kehilangan hak kontrol,” kata Sattar Taba pada suatu kesempatan.
PT KBN juga melaporkan adanya dugaan tindak pidana oleh Direksi PT KCN ke Presiden, Wapres, Ketua Mahkamah Agung, Kapolri, dan secara resmi mengajukan laporan dugaan tindak pidana yang dilakukan Direksi PT KCN ke Polda Metro Jaya, Kejaksaan Agung, bahkan KPK.
Sementara itu, Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi, seperti dikutip Antara menyatakan, jika target omzet setahun dari tiga dermaga Pelabuhan Marunda yang dibangun telah rampung, minimal bisa menghasilkan Rp 500 milyar hingga Rp 1 trilyun per tahun.
Widodo menambahkan adanya pembangunan pelabuhan Marunda membawa efek positif berantai, baik pendapatan kepada Negara maupun menumbuhkan lapangan pekerjaan baru.
Beberapa pengguna jasa yang tak mau disebut namanya menyatakan tak tau menahu mengenai kisruh antara KBN dan KCN. Mereka hanya menggunakan dermaga KCN untuk kegiatan kapalnya.
“Masalah mereka (KCN-KBN) saya nggak ngerti, yang penting kegiatan didermaga KCN tak terganggu, tetap lancar saja. Jadi operasional nggak ada masalah,” ungkapnya.
Para pengguna jasa berharap persoalan hukum KBN-KCN bisa cepat selesai, dan tak berdampak kepada pengguna jasa. (***)