Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) menyatakan kepentingan pelaut, baik kesejahteraan maupun perlindungan bekerja di kapal perlu mendapat perhatian.
Dalam rilisnya terkait peringatan hari pelaut sedunia tanggal 25 Juni, Presiden KPI, Mathias Tambing mengatakan sekitar 60% pelaut yang bekerja dikapal-kapal nasional kehidupannya sangat memprihatinkan akibat gajinya masih di bawah standar.
Kondisi ini terjadi, lantaran masih banyak pelayaran nasional tidak memberikan gaji layak serta tidak adanya standar pengupahan sektoral. Disisi lain, perlindungan pelaut juga sangat minim, terutama terkait keamanan dan keselamatan pelayaran.
Sementara itu, Anton Sihombing, Ketua Ikatan Nakhoda Niaga Indonesia, menyatakan bahwa omongan KPI itu tidak perlu didengarkan.
“Mereka (KPI) hanya mengutip pelaut-pelaut di perusahaan Asing, karena itu audit independen harus mengaudit keuangan KPI, dan ketuanya diragukan sebagai pelaut dan mereka bersekongkol sehingga KPI itu hanya kepentingan mereka,” kata ketua umum INNI (Ikatan Nakhoda Niaga Indonesia) Anton Sihombing kepada Ocean Week, per telpon Minggu malam.
Pernyataan ketua KPI itupun, dinilai sepihak oleh Capt. Zaenal, salah seorang pengurus DPP INSA.
Menurut Capt. Zaenal, KPI harus membuka diri dan berani merangkul pelaut di dalam negeri dan perwira-perwira pelaut yang berlayar diluar dan dalam negeri.
Kata Zaenal, pelaut dalam negeri tidak mau menjadi anggota KPI karena selama ini KPI hanya mempunyai CBA dengan kapal kapal asing.
“KPI punya uang kas yang sangat besar yang bukan milik pengurusnya, kembalikan uang itu dalam bentuk pelatihan gratis kepada pelaut dalam negeri, membuka laporan keuangan KPI kepada publik, karena uang itu adalah uang masyarakat/pelaut anggotanya,” ungkap Zaenal kepada Ocean week, Minggu malam.
Selama KPI menutup diri kepada dunia kepelautan Nasional, Zaenal menilai KPI tidak ubahnya seperti organisasi pelaut prabayar.
“Cobalah sekali saja KPI mengadakan seminar/FGD/ Diskusi terbuka dengan mengundang INSA, Ikatan Nakhoda Niaga Indonesia, Ikatan Korps Perwira Pelayaran Indonesia, Ikatan Alumni sekolah-sekolah pelayaran yang tidak bisa dipungkiri sebagai motor penghasil pelaut pelaut di Indonesia dan paham aturan,” tantangnya.
Menurut Zaenal, semenjak tahun 2001 dimana Ketua KPI yang sekarang ini (Mathias Tambing) menjadi Sekjend selama 16 tahun, dan di tahun 2017 melaksanakan Munaslub dengan agenda yang disembunyikan dan menggusur ketuanya saat itu (Capt Hasudungan Tambunan), KPI tidak ubahnya rumah tertutup buat pelaut dalam negeri dan perwira pelaut.
“Sebaiknya di International Seafarer day, KPI mengundang semua unsur pelaut di Indonesia dalam sebuah pertemuan besar, kita dengar aspirasi pelaut asli,” ucap Zaenal.
Zaenal juga menyindir jika ketua KPI bukan pelaut, Sekjend KPI Sonny Patiselano pun bukan pelaut. “Mereka harusnya malu dan mundur, atau minimal membuka dialog dengan pelaut Indonesia,” katanya.
Anggota KPI, ujar Zaenal, selama ini hampir semua datang dari crew kapal pesiar asing, yang notabene tidak perduli dengan organisasi KPI. “Mereka harus jadi anggota karena itu salah satu sarat untuk bekerja di kapal pesiar,” tutur Zaenal.
Momentum
Mathias Tambing menyatakan, banyak kapal domestik tidak menyediakan alat keselamatan yang memadai, namun sering memaksakan muatan melebihi kapasitas (overload), sehingga menyebabkan kecelakaan di laut yang menimbulkan banyak korban. Namun, regulator dan pengawas sekaligus penegak peraturan terkesan membiarkan hal itu.
“Fenomena ini sangat memprihatinkan. Untuk itu, pemerintah harus meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pelaut yang layak,” ujar Mathias.
Selerti diketahui, Hari Pelaut Sedunia ditetapkan oleh International Maritime Organization (IMO) pada 2010 dalam konferensi tingkat tinggi IMO di Manila, Filipina. Dengan tema peringatan Seafarers Wellbeing,
KPI juga optimistis tahun ini merupakan momentum yang kuat di industri pelayaran untuk mengangkat isu kesejahteraan pelaut.
Tahun ini KPI kembali memperingati Hari Pelaut Sedunia di Bali pada Senin 25 Juni 2018 dipimpin oleh Presiden KPI.
Mathias mengatakan, semestinya gaji minimal pelaut pelayaran domestik di atas upah minimum provinsi, karena pelaut masuk kategori pekerja sektoral. Tetapi kenyataannya banyak pelaut gajinya di bawah UMP, terutama pada jabatan non-perwira.
KPI sudah beberapa kali mengusulkan standar upah nasional untuk pelaut kepada Kemenhub dan Kemenaker, baik untuk pelayaran lokal, antarpulau, maupun pelayaran intersuler, termasuk mengusulkan standar gaji pelaut di kapal-kapal perikanan domestik.
“Tetapi hingga kini usulan itu tidak pernah mendapat respons dari pemerintah dalam bentuk memfasilitasi terselenggaranya rapat lembaga kerja sama tripartit nasional sektor maritim subsektor Pelaut yang terdiri dari unsur pemerintah, asosiasi pengusaha pelayaran/perikanan dan serikat pekerja pelaut,” ucap Mathias. (***)