Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Agung Prima Nusantara (APN), yang beroperasi di Muara Sampara, kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara sebagai perusahaan yang mengoperasikan pemanduan penundaan, pada tanggal 7 Juni 2023 melalui pihak kepolisian Sultra telah menangkap dan menahan Captain Redi Dasman atas tuduhan merugikan perusahaan tersebut senilai Rp. 82.320.000, karena menjual air tawar ke kapal-kapal yang berkunjung di terminal APN.
Seperti diketahui bahwa Capt Redi Dasman adalah mantan nakhoda kapal yang sebelumnya bekerja di PT APN dan bertugas sebagai Kepala Terminal dan sudah diberhentikan pada Februari 2022 berdasarkan Surat Keputusan (SK) No. 011/APN-HRD/II/2022 tanggal 15 Februari 2022.
Atas hal itu, salah satu rekan sesama mantan nakhoda kapal niaga mengaku prihatin dan kecewa terhadap tindakan yang dilakukan pihak manajemen APN.
“Jika saling mencari kesalahan mudah sekali, dan kesalahan BUP dalam beroperasi 100% pasti ada. Sayang KPK yang tidak tau masalah teknisnya, karena yang paham teknis hanya Direktorat Kepelabuhanan perhubungan laut (HUBLA) dan selama ini membiarkan,” ujar Capt. Zaenal A. Hasibuan, mantan nakhoda kapal niaga, kepada Ocean Week, Rabu pagi.
Zaenal juga mengatakan akan ada usaha banding dan perlawanan jika Capt. Redi terus diperlakukan tidak adil. “Saya mensinyalir hukum disana bisa dibeli,” ungkapnya.
Menurut pengamat kemaritiman nasional ini, Capt Redi disangkakan bersalah misalnya melanggar peraturan kerja, karena membantu masyarakat disana menghubungkan dengan kapal sehingga masyarakat bisa menjual air tawar. Padahal pihak PT APN sendiri tidak mau jualan air, kenapa sewot ?.
Zaenal mengancam dengan mengatakan bahwa sangatlah mudah melaporkan kesalahan-kesalahan pengoperasian BUP tersebut ke KPK. Misalnya, apakah Sarpras (sarana prasarana) BUP itu memenuhi syarat, pasti jauh dibawah persyaratan PM 57 dan mudah untuk dilaporkan ke KPK.
“Berapa pandu yang dimiliki ? buktikan dengan kontrak. Berapa kapal tunda yang dimiliki? buktikan dengan kontrak atau kepemilikan. Berapa kapal pandu yang dimiliki ? buktikan dengan kontrak. Dan berapa kapal kepil yang dimiliki? buktikan dengan kontrak,” ungkapnya menanyakan.
PT APN sudah mendapat pelimpahan dari Hubla pada tahun 2021. Presiden Direktur PT APN adalah Fredi Numberi (mantan Menhub) dengan wakil direktur Sakiman berusia sekitar 30 – 40 tahun.
Sedangkan Presiden Direktur Pelabuhan Muara Sampara adalah Mingdong Zhu.
Zaenal bercerita, awal beroperasi mereka (APN) langsung main menetapkan tarif tanpa sama sekali berkordinasi dengan pelayaran (INSA), padahal setiap penetapan tarif mesti dibicarakan terlebih dulu dengan pihak terkait, dalam hal ini INSA. “Tapi, waktu itu hanya mereka dengan pemilik Tersus saja, dan belakangan kami tolak cara mereka seperti ini,” katanya.
Makanya, ujar Capt. Zaenal, tak tertutup kemungkinan pihaknya bakal melaporkan BUP APN ini ke Stranas PK. “Kalau ini ditangani stranas KPK, bisa jadi dari Hubla juga akan terseret semua,” jelasnya.
Apalagi Capt Redi sudah dipecat, kenapa harus dicari-cari persoalan pidananya. “Mudah dipahami bahwa pidananya tidak ada, tapi hanya pelanggaran aturan perusahaan. Apalagi perusahaan tidak dirugikan sama sekali,” katanya.
Ditanya apakah akan menuntut balik ke BUP itu, Zaenal mengatakan belum terpikirkan, karena masih menunggu keputusan persidangan. “Kemarin seharunya putusan sidang, tapi di tunda. Kami mau dengar apa putusannya dan apakah ada niat baiknya,” tegasnya.
Zaenal menjelaskan jika rata rata BUP beroperasi dengan Sarpras yang bekum memenuhi persyaratan PM 57 pasal 33 yang mestinya,1. Memiliki Tenaga Ahli Pandu 15 orang. 2. Memiliki 10 Kapal Tunda minimal daya 20.000 HP, dan 3. Memiliki 5 kapal pandu.
“Namun sebaiknya tidak ada pengecualian dalam hal pelaksanaan aturan ini dimana penegak hukum, yang ada bahwa pelaku usaha memaklumi saja kekurangan ini. Dalam kaidah hukum tetap saja ini adalah tindakan nyata melanggar aturan yang memiliki konsekuensi hukum,” ucapnya lagi.
Untuk diketahui, setelah pihak APN memberhentikan Capt Redi, selanjutnya pada tanggal 15 Mei 2022 PT APN melaporkan Capt Redi Dasman ke Polda Sultra dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/231/V/2022/SPKT/Polda Sultra atas dugaan penggelapan dalam jabatannya. Dan pada 7 Juni 2023 pihak kepolisian Sultra menjemput dan menahan Capt Redi Dasman di daerah Bekasi.
Menurut catatan pembelaan yang disampaikan pengacara Sabri Guntur SH.MH ada keterangan 9 saksi yang menyampaikan beberapa hal penting berikut;
1. Bahwa PT APN tidak memiliki dan menjual air serta tidak memiliki sarana untuk itu.
2. Bahwa air yang dijual adalah milik masyarakat setempat yang bertindak sebagai suplier air tawar.
3. Besaran harga jual air ditentukan oleh suplier sebesar Rp.130.000 dan hal ini sudah lama dilakukan jauh sebelum Capt Redi Dasman bekerja di PT APN.
4. Suplier secara sukarela memberikan bagian Rp.15.000 untuk setiap ton air yang dijual ke kapal kepada Capt Redi.
PT APN melaporkan Capt Redi atas pelanggaran pasal 374 KUHAP tentang penggelapan dalam jabatan, anehnya dalam persidangan pelapor Daniar Prasetya yang menjabat sebagai direktur APN dengan tegas mengakui bahwa PT APN tidak menjual air tawar kekapal serta uang sebesar Rp. 82.320.000 bukanlah uang milik PT APN, melainkan uang hasil penjualan air masyarakat yang diberikan kepada Capt Redi selama 7 bulan.
Apabila menilik beberapa fakta yang ada yang disampaikan lewat pledoi kuasa hukum Sabri Guntur SH.MH & Rekan, hal yang memang bisa diterima akal sehat adalah soal pelanggaran aturan perusahaan dan pakta integritas perusahaan.
Walaupun menurut pembelaan Capt Redi sendiri lewat kuasa hukumnya, bahwa dia pernah menyarankan agar PT APN menjual air tawar ke kapal-kapal yang mengunjungi terminal mereka tapi hal itu ditolak PT APN dengan alasan bahwa untungnya kecil.
Sebenarnya dengan pemutusan hubungan kerja sepihakpun Capt Redi sudah diberikan hukuman yang paling berat atas perbuatannya membantu masyarakat sekitar menjual air ke kapal-kapal, karena tidak ada kerugian PT APN sama sekali atas perbuatan itu, maka pasal 374 yang diajukan sebagai dasar aduan kekepolisian semestinya tidak bisa dipakai sama sekali.
Terlebih lagi sebuah Badan Usaha Pelabuhan berebut uang Rp. 83.320.000 dengan mantan karyawannya adalah persoalan yang kecil sekali.
Apalagi Daniar Prasetya sendiri yang menjabat sebagai Direktur APN mengakui bahwa uang Rp.83.320.000 itu bukan milik PT. APN.
Sayangnya Jaksa tetap menuntut hukuman 3 tahun penjara dari maksimum tuntutan 5 tahun penjara untuk perkara ini.
Walaupun jika ini dipaksakan untuk dilaksanakan akan seperti menyimpan api dalam sekam yang pada saatnya bisa merugikan semua pihak yang berperkara. Selalu ada jalan musyawarah untuk berdamai demi kebaikan semua.
Sebagai catatan, menurut informasi perusahaan pelayaran di Kendari, bahwa PT APN yang beroperasi di Muara Sampara pernah menetapkan tarif untuk jasa pelabuhan sebelum mendapat persetujuan dari pengguna jasa sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 121 tahun 2018, sebelum akhirnya dianulir oleh Asosiasi Perusahaan Pelayaran Indonesia (INSA) pada tahun 2022.
Zaenal berharap Stranas PK bisa mengetahui masalah operasional pandu tunda oleh PT APN di di Muara Sampara, kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara, dan menyelidiki apakah ada pelanggaran atau tidak. (**)