Macet di Tanjung Priok masih menjadi ‘momok’ bagi semua stakeholders di pelabuhan.
Video viral yang sempat diunggah beberapa hari lalu di sekitar terminal NPCT1 cucuk menggegerkan dunia usaha, termasuk pemerintah.
Saling tuding pun dan saling menyalahkan para pihak kemudian dilontarkan sejumlah kalangan. Misalnya Aptrindo melalui ketua umumnya Gemilang Tarigan menuding IPC dan Asdeki untuk meningkatkan efisiensi layanannya.
Namun, Direktur Operasi PT Pelindo II Muarif mengungkapkan jika kemacetan itu terjadi diluar pelabuhan.

“Meski begitu kami tetap memperhatikan masalah kemacetan tersebut, dan kami berupaya mencari solusinya,” katanya saat ditanya Ocean Week usai acara coffee morning di kantor Syahbandar Priok, Rabu pagi.
Kemacetan di Tanjung Priok juga sempat menyita perhatian para pihak di pelabuhan terbesar ini.
Macet juga terjadi di pintu masuk buffer area di ex. Inggom. Pemandangan tersebut terjadi hari Rabu ini (7/4) sekitar jam 15.00 wib.
Menanggapi kemacetan tersebut, H. Muslan, Ketua Umum Asosiasi Depo Kontainer Indonesia memberikan saran bahwa kemacetan yang terjadi di depo G Fortune C dan Dwipa Kharisma Mitra, dapat diminimalisir dengan overflow yang terjadi atas kelebihan kapasitas dapat dibagi atau dikerjasamakan dengan perusahaan anggota yang tergabung dalam ASDEKI DKI Jakarta.
“Lalu menambah peralatan alat handling dan cleaning container equipment serta luas lahan yang diperuntukan untuk depo,” ungkapnya.
Kemudian, menurut Muslan, bisa dengan memberikan fasilitas areal parkir truk yang memadai selama menunggu proses bongkar muat kontainer. Menambah jumlah SDM dan sistem IT sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas kegiatan.
“Mengikuti SOP yang telah disepakati para anggota,” ujarnya lagi.
Sedangkan Ogi dari Adipirusa, salah satu operator terminal di Tanjung Priok justru menilai jika masalah kemacetan di Priok sudah dijadikan sebagai komoditas politik.
“Betul ada unsur politiknya dan Pelindo juga tidak mau kehilangan muka karena macet, depo petikemas ada beberapa yanh sudah menjalankan konsep pelayanan ke pelanggan, ya karena volume yang besar saja kadang telat antisipasi,” ucapnya.
Menurut Ogi, intinya bagaimana mengantisipasi volume yang besar dalam waktu yang bersamaan. “Itu sebenarnya masalah yang perlu diantisipasi, karena truk-truk masuk secara bersamaan ya jadi macet,” katanya.

Di tempat berbeda, Guna Mulyana (GM Pelindo Tanjung Priok) mengakui jika macet di Priok memang terjadi. Tapi tidak setiap hari, hanya insidentil.
“Kami sudah antisipasi masalah macet ini. Kami rencanakan dengan sistem single TID, juga sudah menyiapkan buffer area,” ujarnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) meminta PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan sejumlah Pengelola Depo Kontainer Kosong di Kawasan Marunda Cilincing Jakarta Utara melakukan peningkatan dan efisiensi layanan di Tanjung Priok.
Gemilang Tarigan, ketua umum Aptrindo mengatakan para pengemudi dan pengusaha truk di New Priok Container Terminal One (NPCT-1) mengusulkan evaluasi ulang atas alur dan waktu aktivitas keluar masuk peti kemas. Termasuk aktivitas di gate in dan gate out, loading, dan unloading kontainer, time productivity tanggo, crane, rubber tyref gantry crane/RTG dan semua alat bongkar muat di pelabuhan.
Gemilang meminta Asdeki membuat peningkatan agar kondisi kemacetan tidak terulang di fasilitas depo bahkan apabila perlu diambil solusi dengan memanggil juga principle pelayaran agar mengalihkan kontainernya ke depo lain.
Kata Tarigan, kemacetan yang terjadi di depo sumber utamanya adalah manajemen penumpukan inventoris dan manajemen depo yang bermasalah atau kurangnya alat hingga restacker yang sudah tua. Kondisi tersebut berdampak kepada produktivitas di depo sangat jauh dari harapan pelaku bisnis atau pelanggan.
“Harusnya pelayanan bongkar muat perjam 10 box, tapi ini hanya 2 box per jam, karena tidak ada SLA/SLG itu,” katanya.
Tarigan juga minta supaya alat handling ditambah sehingga proses bongkar muat jadi lebih cepat.
Jika depo sudah over kapasitas untuk sementara dialihkan saja ke depo lain, sebab hal ini juga mengakibatkan macet di akses sekitar depo tersebut.
Selain alat, ujar Tarigan, mesti ada kantong buffer di depo peti kemas. Pasalnya selama ini terjadi kesulitan untuk mencari kontainer di depo akibat tumpukan peti kemasnya sudah melampaui kapaitas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk lift-off (Lo-Lo) di depo tidak terukur dan tidak terstruktur. (**)