Pelayaran nasional kembali menunjukkan peran strategisnya bagi perekonomian nasional. Tidak hanya memperkuat
jaringan konektivitas antar pulau di Indonesia, industri pelayaran juga
berperan besar dalam menyerap tenaga kerja dan menjaga kelancaran pasokan logistik di seluruh tanah air.
Kontribusi berlapis ini telah menjadikan sektor ini memiliki efek ganda bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Seperti diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III 2025 mencapai 5,04 persen. Pencapaian ini tidak terlepas dari peran sektor transportasi nasional.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sektor transportasi berkontribusi 6,10 persen terhadap PDB nasional.
Pada kuartal III 2025, sektor transportasi tumbuh signifikan hingga 8,62 persen. Dari seluruh moda transportasi, sektor pelayaran mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yakni 10,19 persen.
Carmelita Hartoto, Wakil Ketua Umum Koordinator (WKUK) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Kadin Indonesia mengatakan, dari sisi serapan tenaga kerja, BPS mencatat sektor
transportasi menyerap hingga 6,3 juta tenaga kerja per Agustus 2025.
Angka ini menunjukkan bahwa sektor ini berkontribusi sebesar 4,28 persen terhadap total serapan tenaga kerja nasional.
Menurut Carmelita, serapan tenaga kerja di sektor transportasi yang cukup besar ini menandakan besarnya peran sektor ini dalam menopang kesejahteraan masyarakat.
“Jadi tidak berlebihan kalau dikatakan
sektor transportasi, terutama pelayaran, merupakan salah satu nadi denyut perekonomian nasional,” ujarnya melalui siaran pers, Sabtu (8/11/2025).
Carmelita menyampaikan, selain kontribusi langsung dari sektor transportasi, sektor pembangunan infrastruktur juga menjadi faktor penting yang harus terus didorong, mengingat infrastruktur juga terbukti memberikan dampak berantai bagi perekonomian daerah dan nasional.
Salah satu contohnya, proyek jalan tol Trans Sumatera yang terbukti
berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas ekonomi daerah, penyerapan tenaga kerja, dan kinerja industri menengah hingga kecil di sekitarnya.
Meski demikian Carmelita memahami, APBN pemerintah untuk pembangunan infrastruktur cukup terbatas. Untuk itu, dibutuhkan skema lain dalam pembangunan infrastruktur di tanah air.
Carmelita juga mengemukakan, Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) dapat menjadi terobosan mengubah paradigma pembiayaan infrastruktur di tanah air.
Dari yang semula berpusat pada pemerintah, menuju model kolaboratif
berbasis investasi dan pembagian risiko.
Dengan begitu, ungkapnya, pembangunan infrastruktur tidak lagi bergantung pada APBN, melainkan mengikutsertakan swasta nasional, baik dari segi kapasitas keuangan, teknologi, maupun inovasi.
“Tapi memang masih ada beberapa tantangan yang mesti dicarikan solusi dari skema KPBU ini, salah satunya aspek proses dan tata kelola karena birokrasi yang masih cukup rumit,” kata Carmelita. (***)




























