Tol laut merupakan program pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Sudah berjalan sekitar 4 tahunan tol laut digulirkan, pro kontra akan tol laut tetap ada. Ada sebagian berpandangan tol laut belum berhasil menurunkan harga barang di pelosok timur indonesia, tapi sebagian lagi mengklaim jika program tol laut ini sudah mampu menekan cost logistik, serta mampu menekan dispartas harga barang antara pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia. Pemerintah (Kemenhub) pun terus menlakukan berbagai evaluasi terhadap program tol laut ini.
Indonesia National Shipowners Association (INSA) mengapresiasi terhadap program tol laut yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas dan menekan ketimpangan harga barang antara wilayah barat dan wilayah timur Indonesia yang selama ini menjadi tantangan semua pihak, yang menyasar daerah2 T3P (terluar, terjauh, terbelakang dan perbatasan).
“Tol laut juga terus mengalami pengembangan jumlah trayek dan pelabuhan yang disasar dari tahun ke tahunnya,” kata Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto menjawab Ocean Week, Selasa (11/12), mengenai 4 tahun jalannya tol laut.

Carmelita juga menyatakan, untuk optimalisasi program tol laut pemerintah pun telah melibatkan swasta nasional. “Sinergi antara pemerintah dan swasta dalam pengembangan tol laut memang dibutuhkan,” ujarnya.
Menurut Meme (panggilannya), sejumlah program lainnya juga menyertai program tol laut, seperti rumah kita dan lainnya. Namun, katanya, memang optimalisasi program tol laut harus terus didorong agar dampak penurunan harga barang lebih signifikan di wilayah timur.
Carmelita menambahkan, Tol laut tersebut memberikan subsidi hanya pada angkutan lautnya, sedangkan barang setelah itu distribusikan lagi ke end user melalui hinterland. Sehingga diperlukan kontrol untuk barang-barang, khususnya terkait harga barang dari kapal tol laut, dari pelabuhan hingga ke masyarakat.
Selain itu, program tol laut juga harus diiringi dengan pengembangan industri di wilayah timur Indonesia, sehingga dapat meningkatkan jumlah muatan balik untuk optimalisasi muatan tol laut dan menekan biaya logistik kita. “Saat ini masih terus dirapatkan untuk tender berikutnya,” ungkap Meme.

Beberapa waktu lalu, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri menilai kebijakan pembangunan tol laut untuk konektivitas masih belum berdampak. Faisal menilai tol laut belum mampu menurunkan ongkos logistik karena tidak terjadi peralihan transportasi angkutan dari darat ke laut. “Sekitar 90 persen barang di Indonesia masih diangkut menggunakan truk. Padahal secara global, 70 persen barang itu diangkut menggunakan kapal laut,” katanya.
Berperan Besar
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus fokus merealisasikan visi pemerintah mengenai Poros Maritim melalui program angkutan perintis dan Tol Laut.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko, mengungkapkan bahwa keberadaan pelayaran perintis dan Tol Laut dalam memberikan pelayanan untuk mobilitas penduduk dan pemenuhan bahan pokok pada derah-daerah terpencil mempunyai peran besar terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia, mengingat kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin meningkat sejalan dengan kondisi geografis Negara Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau.
“Pada 2018 untuk pelayaran perintis terdapat 46 trayek dilayani oleh BUMN PT Pelni (Penugasan) dan 67 trayek dilayani oleh perusahaan swasta (pelelangan umum),” kata Capt Wisnu dalam Rapat Koordinasi Bidang Angkutan Laut 2018 di Jakarta.

Menurut Capt. Wisnu, Kemenhub juga mengoperasikan 15 trayek kapal angkutan barang untuk Tol Laut dan tiga trayek tambahan yang menyinggahi daerah-daerah yang masuk ke dalam kategori daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan (T3P), dengan harapan daerah-daerah yang dilalui program Tol Laut ini dapat menumbuhkan pusat industri dan perdagangan baru sehingga mampu meningkatkan perekonomian daerah tersebut.
Capt. Wisnu menambahkan untuk mendukung kelancaran arus logistik di pelabuhan, saat ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menerapkan Inaportnet di 16 pelabuhan, yang merupakan layanan kepelabuhan berbasis web yang mengintegrasikan sistem informasi mulai dari instansi pemerintah terkait, badan usaha pelabuhan, serta pelaku industri logistik yang terus ditingkankan dan dikembangkan ke pelabuhan lainnya.
Direktur Angkutan dan Multi Moda Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani, dalam seminar bertajuk ‘Outlook Industri Transportasi Darat dan Logistik 2018’ di Jakarta beberapa waktu lalu, juga menyatakan pemerintah bakal meresmikan tol laut Lampung-Surabaya pada Desember 2018. Ahmad Yani menjamin, infrastruktur ini bakal memangkas waktu tempuh dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa, dan sebaliknya. Hanya saja, ini berlaku untuk kapal berkapasitas 5 ribu gross tonnage (GT).
Namun sayang, program tol laut ini belum mampu meningkatkan keterisian angkutan baliknya. Ini yang masih harus menjadi evaluasi pemerintah maupun semua pihak yang terkait. Kenapa hal ini masih terus terjadi dan belum ada solusi.
Target Muatan Balik
Pada saat pemaparan 4 Tahun Kinerja Joko Widodo-Jusuf Kalla di Sekretariat Negara, Rabu (23/10) lalu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menargetkan muatan balik Tol Laut bisa mencapai 30% dari kapasitas kapal mulai pertengahan 2019.
Jika tidak dapat mencapai itu, Menhub mengancam subsidi biaya pengangkutan kepada operator pelat merah akan dicabut (Pelni atau ASDP).
Padahal, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk mensubsidi biaya operasional operator. Tahun 2018 ini, anggaran yang dialokasikan Rp447,6 miliar, naik 33% dari alokasi 2017 yang tak sampai sebesar tahun ini.
Pemerintah mencatat muatan balik masih berkisar 10%-20% dari ruang muat kapal. Data Kementerian Perhubungan per awal Juli 2018 menunjukkan, muatan berangkat KM Caraka Jaya Niaga III-4 di trayek T-2 (Tanjung Priok-Tanjung Batu-Blinyu-Tarempa-Natuna (Selat Lampa)-Midai-Serasan-Tanjung Priok) rata-rata 501 ton per perjalanan (voyage) atau 19,3% dari kapasitas kapal 2.600 ton.
Namun, muatan balik di trayek yang dioperasikan PT Pelni (Persero) itu rata-rata hanya 12,7 ton per voyage atau tidak sampai 5% dari kapasitas kapal. Untuk muatan berangkat di T-6 (Tanjung Perak-Tidore-Morotai-PP) rata-rata 52 TEUs per voyage. Akan tetapi, muatan baliknya rata-rata hanya 2 TEUs.
Realisasi angkutan tol laut pada 2017 hanya mencapai 212.865 ton atau 41,2% dari target 517.200 ton. Sementara itu, realisasi muatan balik bahkan hanya mencapai 20.274 ton atau hanya 9,52% dari muatan berangkat.
Pelni tahun ini melayani 6 trayek tol laut sebagaimana ditugaskan pemerintah. Di samping T-2 dan T-6, BUMN itu mengoperasikan T-4 (rute Tanjung Perak-Makassar-Tahuna), T-13 (Kalabahi-Moa-Rote-Sabu), T-14 (Tanjung Perak-Lewoleba-Adonara/Tenong- Larantuka), dan T-15 (Kisar-Namrole-PP).
Sejumlah perusahaan pelayaran swasta juga menjadi operator tol laut, seperti PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk. (Temas Line) dan PT Mentari Sejati Perkasa, tetapi pemerintah hanya menyuntik subsidi biaya pengangkutan muatan berangkat. (rid/ant/ow/***)