Indonesia National Shipowners Association (INSA) Bengkulu menyatakan saat ini kapal-kapal kontainer belum bisa berkegiatan di pelabuhan Baai, karena draft alur keluar masuk pelabuhan masih 2,7 sampai dengan 3 meter, sehingga belum memungkinkan.
“Info dari tim Pelindo kapal keruk terus kerja, cuma memang masih fokus yang dari Lentera ke dalam. Untuk yang Lentera keluar belum dikerjakan, sehingga sampai saat ini kapal yang keluar masuk masih dibatasi dangan draft antara 2,7 meter sampai dengan 3 meter, tergantung kondisi pasang surut air,” ujar Rela Sumadiyana, Ketua DPC INSA Bengkulu kepada Ocean Week, Selasa (16/9), melalui WhatsApp nya.
Dia juga menyampaikan jika kapal-kapal yang berkegiatan di Baai hanya kapal-kapal kecil. Sedangkan untuk kontainer hingga saat ini belum bisa masuk. Ada dua perusahaan pelayaran kontainer yang beraktivitas disini yakni Temas Tbk dan SPIL.
Seperti diketahui bahwa hari Selasa (16/9), Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), memimpin Rapat Evaluasi Pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Penanganan Pulau Enggano dan Normalisasi Alur Pulau Baai.

Rapat tersebut digelar di Balai Raya Semarak Bengkulu, usai AHY meninjau alur pelabuhan Baai.
AHY menyatakan bahwa persoalan pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai merupakan isu serius karena telah mengganggu aktivitas pelayaran, menghambat distribusi bahan bakar minyak (BBM), serta berdampak langsung pada perekonomian Bengkulu.
AHY mengatakan bahwa penanganan dilakukan melalui dua pendekatan, yakni aspek preventif dan aspek preservasi. Untuk aspek preventif, diperlukan monitoring dan evaluasi pasca pengerukan setiap semester agar kedalaman alur tetap terjaga. Sementara untuk aspek preservasi, operator pelabuhan wajib memastikan kontrak kerja dengan perusahaan pengerukan (dredging companies).
“Pelindo harus memastikan pengerukan tahap II ditargetkan selesai pada minggu keempat November 2025,” ungkap AHY.
Selain itu, Pelindo juga ditugaskan menyelesaikan pekerjaan tambahan berupa normalisasi sand trap dan area abrasi dengan tenggat waktu 31 Juli 2026.
AHY juga menekankan pentingnya penyelesaian dokumen perizinan terkait normalisasi pantai yang terabrasi melalui koordinasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, serta pemerintah daerah.
“Kementerian Perhubungan harus mengawasi Pelindo dalam menjaga kedalaman alur pelayaran sesuai linimasa yang disepakati. Kemenhub juga harus menyelesaikan adendum perjanjian konsesi, menerbitkan izin PKK tahap III, serta memastikan rute perintis penerbangan dan pelayaran beroperasi secara berkelanjutan,” ujar AHY.
AHY menambahkan, Pemprov Bengkulu dan Pemkab Bengkulu Utara ditugaskan melakukan monitoring di Pelabuhan Pulau Baai dan Pulau Enggano sesuai Inpres 12/2025.
Tim Satgas daerah juga diminta memetakan kebutuhan bantuan, mendistribusikannya bersama pemerintah pusat, serta menyampaikan laporan data bantuan yang sudah diterima maupun yang masih dibutuhkan.
Alur Dangkal
Sementara itu, Gubernur Helmi Hasan menegaskan bahwa persoalan di Pulau Enggano bukan karena masyarakat kekurangan pangan, melainkan akibat kesulitan mendistribusikan hasil bumi.
“Persoalan inti adalah alur Pelabuhan Pulau Baai yang dangkal. Masyarakat Enggano tidak kelaparan, hasil buminya melimpah, tetapi karena kapal sulit beroperasi maka distribusi terhambat. Akibatnya, hasil bumi membusuk, pasokan BBM terganggu, dan kerugian mencapai Rp500 juta per hari,” kata Helmi.
Helmi mengungkapkan, Enggano memiliki potensi luar biasa, seperti kelapa dan pisang berkualitas terbaik di dunia.
Gubernur juga meminta perhatian pemerintah pusat terkait peningkatan Bandara Fatmawati Soekarno, kelanjutan pembangunan jalan tol yang menghubungkan Bengkulu dengan Sumatera Selatan, serta perbaikan jalan nasional menuju Pulau Baai sepanjang 12 kilometer yang rusak parah. (***)