Memasuki masa perpanjangan diberlakukannya PSBB di wilayah aglomerasi Jabodetabek yang juga diikuti oleh wilayah lainnya, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai hal itu akan menambah rantai panjang periode terhentinya kegiatan sebagian besar industri usaha termasuk kegiatan manufaktur di sektor otomotif, elektronik, dan komoditas ekspor komponen.
Meski Pemerintah terus melakukan upaya agar kegiatan usaha industri esensial tetap dapat berjalan dengan kewajiban penerapan protokol covid-19 tentunya, namun dunia usaha tetap berat dalam menghadapi situasi ini.
“Walaupun tujuan akhir pemerintah agar mampu menahan keterpurukan ekonomi yang lebih berat sejalan dengan rentang waktu penyelesaian penanggulangan wabah ini, tapi untuk kembali normal memerlukan recovery yang panjang,” kata Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua Umum DPP ALFI kepada Ocean Week, Kamis siang di Jakarta, didampingi Trismawan Sanjaya, Vice Chairman DPP ALFI /ILFA for Supply Chain, Multimoda and e-Commerce.
Yukki mengakui bahwa pemerintah pusat telah banyak menerbitkan kebijakan dalam rangka mencegah penularan covid-19 secara lebih luas diselaraskan dengan upaya ketahanan ekonomi melalui keberlangsungan pelaku usaha dan industry esensial di masa pembatasan yang diterapkan.
“Salah satu peraturan diantaranya yang terbaru adalah Permenhub no.25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik idul Fitri Tahun 1441H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid -19,” kata Yukki.

Menurut Yukki, dalam peraturan tersebut pada intinya memberikan akses prioritas bagi angkutan barang dan logistic agar tetap menjalankan kegiatannya di masa wabah Covid-19 sebagai rangkaian garda terdepan pendistribusian kebutuhan bahan pokok, alat medis, obat-obatan, hingga keberlangsungan pasokan bahan baku manufaktur serta kelancaran pengiriman barang ekspornya.
“Ini merupakan hal yang tidak terjadi pada masa mudik hari raya idul fitri ditahun tahun sebelumnnya yaitu selalu terjadi pembatasan angkutan barang dan akses prioritas bagi angkutan penumpang,” sela Trismawan.
Sementara pada sektor angkutan udara, ungkap Yukki, menjadi industry yang paling terdampak berat diperiode pandemic Covid-19, setelah berkurangnya atau terhentinya penerbangan internasional akibat pemberlakuan lock down di beberapa negara.
“Sejak diberlakukannya Permenhub No.25/2020, industry penerbangan nasional semakin terpuruk akibat terjadinya pembatasan pengangkutannya dalam rangka mencegah mobilitas penumpang yang mudik,” katanya lagi.
Pada situasi yang demikian, ujarnya, terjadi perubahan pola pengangkutan penumpang untuk menjadi angkutan barang agar tdak terhenti sama sekali armada pesawatnya, sehingga terjadi perubahan pola dan waktu pendistribusian barang yang menggunakan pesawat.
“Jika sebelumnya distribusi barang yang menggunakan pesawat penumpang dapat dikirim sesuai dengan jadwal penerbangan yang sudah pasti, maka pada masa setelah diberlakukan Permenhub no.25/2020 telah terjadi ketidak pastian jadwal pengiriman barang melalui angkutan udara. Selain itu juga terjadi perubahan biaya menjadi lebih mahal untuk pengiriman melalui angkutan udara ini,” jelasnya.
Meski begitu, Yukki menyatakan bahwa dari pengamatannya belum terjadi perang harga maskapai sehingga menjadi biaya antaran barang yang lebih murah saat ini. “Lain halnya yang terjadi diangkutan darat, sangat mungkin saat ini ada perang tarif atau insentif tapi belum untuk angkutan laut apalagi udara,” tegasnya.
Namun demikian belum terjadi suatu perbaikan yang sangat besar bagi kegiatan pelaku logistic dan angkutan barang. Hal itu dikarenakan masih terhentinya sebagian besar kegiatan industry barang produsen dan perdagangan besar.
Hambatan Ini banyak dialami bagi pelaku logistic yang menjalankan kegiatan B to B, sedangkan bagi kegiatan yang cenderung retail atau B to C / C to C terutama kegiatan berbasis online / daring, kurir dan same day delivery justru dirasakan kenaikan volume hingga 20% -30% akibat pergeseran pola belanja masyarakat selama penerapan PSBB / work from home.
Oleh karenanya, kata Yukki, pemerintah telah memberikan stimulus dan relaksasi kepada pelaku jasa pengurusan transportasi dan bidang logistik lainnya terkait bidang perpajakan melalui peraturan menteri keuangan No.44/PMK.03/2020 tertanggal 27 April 2020 tentang Insentif Pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi Covid-19.
“Relaksasi dan stimulus yang diberkan pemerintah hingga saat ini diharapkan dapat membantu bagi pelaku logistic terdampak untuk bisa hidup bertahan selama masa pembatasan social akibat pandemic covid -19 ini,” jelasnya panjang lebar.
DPP ALFI, menurut Yukki, sangat peduli untuk membantu keberlangsungan usaha para anggotanya sehingga pihaknya telah aktif berperan selama diskusi dan pembahasan Permenkes No.9 / 2020 tentang pedoman PSBB, juga sangat intens dalam mengajukan usulan stimulus dan relaksasi perpajakan, perbankan dan lainnya bagi pelaku logistic terdampak wabah covid-19.
Sementara dalam kepentingan mendukung nilai-nilai kemanusiaan, ALFI / ILFA berperan aktif pula membantu BNPB dalam pengendalian logistic selama penanganan wabah covid-19 di Indonesia.
Sedangkan untuk kegiatan bisnis di masa wabah Covid-19, Yukki berharap anggota ALFI / ILFA seluruh Indonesia dapat tetap berkegiatan dengan selalu disiplin menerapkan protokol pencegahan penyebaran covid -19 semakin luas.
“Kami menyarankan untuk aktif mencari peluang peluang bisnis logistic yang masih lebih baik prospeknya di masa pandemic covid -19 ini agar tidak terjebak dengan kondisi yang bisa membuat semakin terdampak akibat perubahan pola transaksi selama masa pandemic ini,” kata Yukki mengakhiri ceritanya. (***)