Demo para sopir mengenai aturan Over Dimensi Over Loading (ODOL) di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir cukup ramai.
Bali, Surabaya, Semarang, Boyolali, Kendal, Blora, Wonosobo, serta daerah lain, pada hari Sabtu melakukan demo besar-besaran. Bahkan informasi yang Ocean Week terima, aksi mereka tak akan berhenti sampai disitu, karena pada tanggal 2 Juli 2025 mendatang, mereka akan menggeruduk DPR RI di Senayan, dan Kantor Kemenhub Jakarta.
Mereka takut jika pemberlakukan ODOL tersebut tak hanya bisa memberikan sanksi tilang, namun dapat memenjarakannya.
Menurut A. Pratiknyo, Sekjen DPP Aptrindo, bahwa demo tersebut dilakukan karena para sopir khawatir bisa dikenai sanksi tidak hanya tilang, tapi juga bisa dipenjara.
“Saat ini aturan ODOL sedang dilakukan sosialisasi oleh pihak kepolisian. Namun, kata para sopir, oknum kepolisian bukan hanya melakukan sosialisasi mengenai aturan ODOL, tapi oknum kepolisian juga telah melakukan penindakan hukum (berupa Tilang), sehingga para pengemudi merasa tak nyaman, mengingat sudah ada penindakan hukum bisa dipenjara, padahal baru sosialisasi,” katanya kepada Ocean Week per telpon.
“Itulah yang memicu demo besar-besaran di Pulau Jawa. Nah, apakah akan ada demo lanjutan, informasi yang saya terima para sopir itu akan ke Senayan (DPR RI) dan Kementerian Perhubungan pada 2 Juli 2025. Mereka akan bergabung dengan komunitas pengemudi yang ada di Jakarta Raya,” ungkapnya menambahkan.
Kata Pratiknyo, tuntutan para pengemudi supaya peraturan ODOL itu dibatalkan, karena adanya sanksi yang ada dalam peraturan ODOL itu.
Dia juga menyampaikan bahwa ODOL sudah digaungkan dari 2017, dan zero ODOL ditargetkan oleh Menhub Dudi Purwagandhi yang didukung oleh Menko Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono di 2026. Dan saat ini yang terlihat di depan kesannya adalah kepolisian (Korlantas), kalau dulu Kemenhub (Ditjen Darat). Itulah yang ditakutkan para pengemudi.
“Aptrindo akan terus memperjuangkan untuk masalah ODOL ini, dan kami sudah bertemu dengan tim nya Pak AHY (Menko Infrastruktur) untuk hal ini,” kata Pratiknyo.
Belum Ada Solusi
Sementara itu, Rizal Yosianto, Ketua DPC Organda Tanjung Emas, membenarkan kalau kemarin Sabtu, pihaknya juga sempat mendampingi aliansi sopir yang melakukan demo di Semarang.
‘Memang betul sebenernya aturan ODOL itu sudah lama ada, tetapi penerapannya selalu hanya berlalu, karena belum ada solusi,” ungkapnya saat dihubungi Ocean Week, Minggu.

Rizal menceritakan, yang melatarbelakangi marak nya demo itu adalah komunitas/perkumpulan pengemudi dimana mereka merasa takut terhadap penindakan yang akan dilakukan karena masalah ODOL tersebut. “Sebab yang ramai di kalangan para sopir bahwa sanksi ODOL adalah Pidana untuk sopir. Padahal hal tersebut tidak benar,” jelasnya.
Menurut Rizal, pada hari Sabtu (21/6), Rizal sempat telepon dengan Kakorlantas, dan dijelaskan secara tegas bahwa saat ini yang dilaksanakan hanya sosialisasi dan himbauan, tidak ada penindakan untuk para sopir. “Sampaikan kepada mereka (para sopir) ini hanya sosialisasi,” kata Rizal menirukan apa yang disampaikan Kakorlantas.
Ketua DPC Organda Khusus Pelabuhan Tanjung Emas Semarang ini mengungkapkan bahwa tuntutan atau aspirasi para pengusaha truk adalah Ditetapkan nya tarif bawah angkutan barang sebagai acuan dalam pemberian tarif, karena selama ini tarif angkutan barang diserahkan ke mekanisme pasar sehingga tidak ada standar nya, dan dimana perusahaan besar akan lebih berani perang tarif dibandingkan perusahaan kecil/perorangan yang berakibat memaksimalkan muatan yang menimbulkan ODOL dan sebagai ujung tombak di jalan adalah sopir.
Rizal menanbahkan bahwa Over Dimensi dan Over Loading ini meruoakan 2 hal yang berbeda:
1. Over Dimensi adalah perubahan bentuk dimensi kendaraan, hal tersebut merupakan tindak pidana, dan yang dikenai sanksinya adalah Karoseri/ perusahaan armada yang merubah bentuk. Dan ini ada ancanam pidana.
2. Over Loading adalah kelebihan muatan, merupakan pelanggaran, dan sanksi nya tilang.
“Keduanya itu tidak melibatkan sopir sebagai penerima sanksi. Mungkin hal itu yang perlu di tekankan supaya sopir tidak perlu takut dalam bekerja,” tegas Rizal.
Untuk diketahui bahwa Para sopir truk di Jawa Tengah berencana melanjutkan demo penolakan pelaksanaan Undang-Undang No 22 Lalulintas dan Angkutan Jalan terkait zero Over Dimensi dan Overload (ODOL), pada Senin, 23 Juni 2025. Aksi itu bakal dilakukan mulai Senin pagi.
Paguyuban Sopir Blora Mustika telah mengirimkan surat pemberitahuan ke kepolisian setempat perihal rencana aksi penolakan ODOL di Lapangan Kridosono Blora, yang diikuti sekitar 500 sopir.
Kemudian di Kota Semarang, ribuan sopir akan bergerak menggelar aksi unjuk rasa di DPRD, Kantor Dinas Perhubungan, dan Kantor Gubernur Jawa Tengah.
Tidak hanya itu, sopir truk di sejumlah daerah lain seperti Kabupaten Semarang, Salatiga, Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Kudus, Pati, Jepara, Rembang dan Grobogan juga berencana menggelar aksi serupa di daerah masing-masing. “Kami akan bergerak besok pagi,” ujar Mohammad, seorang sopir di Kabupaten Magelang, Minggu, 22 Juni 2025.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi kepada wartawan secara terpisah menanggapi aksi sopir terhadap ODOL, mengatakan bakal berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun kepolisian daerah (Polda) Jawa Tengah, berkaitan dengan kebijakan zero ODOL tersebut.
Menurut Luthfi, sosialisasi kepada masyarakat harus benar-benar dilakukan, agar dalam praktiknya benar-benar berjalan dengan baik untuk wilayah Jawa Tengah.
“Nanti saya akan koordinasi dengan Polda, apa saja yang harus kita lakukan dan kebijakan ini harus disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat,” jelasnya. (***)