Akibat pemerintah mengabaikan masukan dari Gapasdap mengenai penanganan angkutan penyeberangan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) untuk pelabuhan di Banten, akhirnya kemacetan angkutan barang terjadi di pelabuhan Bandar Bakau Jaya (BBJ) hingga keluar mencapai 2 kilometer.
Sebaliknya, di pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni yang dikhususkan untuk melayani orang (penumpang) hingga saat ini masih terlihat lengang, bahkan di dermaga 1,2 dan 3 cenderung kosong.
“Padahal hari Sabtu ini (21/12) diprediksi menjadi salah satu tanggal terjadinya arus puncak liburan Nataru,” ujar Khoiri Soetomo, Ketua Umum Gapasdap kepada Ocean Week, di Jakarta, Sabtu siang.
Menurut Khoiri, kondisi tersebut merupakan dampak dari Surat Keputusan Bersama (SKB) yang diterbitkan oleh Dirjen Perhubungan Laut, Dirjen Perhubungan Darat, Kakorlantas Polri, dan Dirjen Bina Marga.
Berdasarkan SKB tersebut, sejak tanggal 20 Desember 2024, seluruh kendaraan barang golongan VII ke atas dialihkan ke Pelabuhan BBJ, sementara kendaraan selain itu diarahkan ke Pelabuhan Merak.
Keputusan ini, ungkap Khoiri, menyebabkan kemacetan di Pelabuhan BBJ, mengingat jumlah kapal yang terbatas untuk melayani rute tersebut. Sementara itu, Pelabuhan Merak dengan kapasitas yang lebih besar justru tidak optimal dimanfaatkan.
Sebelum pelaksanaan angkutan Nataru, kata Khoiri, Gapasdap telah memberikan berbagai masukan dalam rapat koordinasi terkait rencana operasi pelabuhan Merak-Bakauheni.
“Namun, masukan ini cenderung diabaikan dengan alasan dianggap lebih mengutamakan kepentingan bisnis,” katanya.
Khoiri menceritakan, beberapa masukan yang disampaikan Gapasdap meliputi,
1. Berdasarkan data operasional, kapasitas pelabuhan Merak-Bakauheni saat arus Nataru masih mampu menampung seluruh kendaraan dengan pola operasi padat. Jika diterapkan pola operasi sangat padat, kapasitas yang tersedia bahkan jauh lebih besar.
2. SKB diharapkan dapat diterapkan secara fleksibel dengan memperhatikan kebutuhan dan kondisi demand di lapangan.
3. Koordinasi antara pihak-pihak terkait, di mana KSOP sebagai pengendali utama di dalam pelabuhan, sementara kepolisian mengatur lalu lintas di luar pelabuhan untuk mengantisipasi antrean.
Sayangnya, kata Khoiri, masukan tersebut tidak diterapkan, sehingga kondisi yang terjadi saat ini mengulang kejadian serupa pada angkutan Lebaran tahun lalu.

Saat ini, kata Khoiri, antrean panjang kendaraan barang terjadi di Pelabuhan BBJ, sementara Pelabuhan Merak kosong. Akibatnya, kemacetan sangat panjang sulit dihindari karena terlambatnya tindakan antisipasi.
Bukan Kepentingan Bisnis
Gapasdap menegaskan bahwa masukan yang diberikan, menurut Ketua Umum Gapasdap, bukan semata-mata untuk keuntungan bisnis, melainkan demi kelancaran transportasi penyeberangan di Merak-Bakauheni.
“Jika terjadi kemacetan, pengusaha kapal sering kali menjadi pihak yang disalahkan dengan tuduhan armada yang kurang cepat atau kurang besar. Padahal, dalam kondisi normal, tingkat keterisian (load factor) rata-rata hanya 31%,” ujarnya lagi.
Dengan penerapan pola operasi sangat padat, Gapasdap yakin kebutuhan transportasi dapat terpenuhi tanpa kendala berarti.
Akibat kondisi yang terjadi saat ini, jelas Khoiri, masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan. “Mereka yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang lebih baik harus menghadapi berbagai kesulitan akibat antrean panjang dan keterlambatan,” ujar Khoiri.
Oleh karena itu, Gapasdap kembali mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi dalam mencari solusi terbaik demi kelancaran transportasi di masa mendatang. (***)