Kondisi kegiatan truk petikemas di sekitar pelabuhan Tanjung Priok masih mengalami kemacetan akibat pembatasan jam operasional oleh Pemkot Jakarta Utara.
Aptrindo DKI Jakarta dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta menyayangkan adanya kebijakan ini karena dinilainya cukup merugikan pengusaha truk maupun pemilik barang, serta berpotensi meningkatkan biaya logistik nasional.
Hal itu diungkapkan Ketua ALFI Jakarta Adil Karim dan Ketua Aptrindo Jakarta Dharmawan Witanto alias Akong, kepada Ocean Week, Senin (24/11), di kantor masing-masing di Jakarta Utara.
“Regulasi/kebijakan yang berkaitan dan yang berimbas dengan aktivitas pelabuhan maupun usaha pendukungnya di Tanjung Priok, perlu difikirkan matang-matang dan terukur melalui kajian yang komprehensif, jangan mau menang sendiri,” ujar Adil Karim prihatin dengan kebijakan pembatasan jam operasional truk tersebut.
Dia mengaku tak pernah dilibatkan dalam hal ini. “Kami (ALFI Jakarta) tak pernah dilibatkan dalam rencana kebijakan itu, tau-tau sudah ada. Padahal kami sebagai pelaku usaha berkepentingan dalam hal itu,” ungkapnya.
Dia mencontohkan kalau pada jam pagi (06.00 wib – 09.00 wib) tak begitu berpengaruh, namun pada saat pembatasan jam 16.00 wib – 21.00 wib, itu yang menggangu, sehingga barang ekspor atau impor menjadi terhambat dan lambat.
Karena itu, Adil minta supaya Pemkot Jakarta Utara mengevaluasi kembali kebijakan tersebut.
Sementara itu, Ketua Aptrindo Jakarta Akong menyampaikan bahwa kebijakan itu perlu dievaluasi lagi. Sebab kegiatan di Pelabuhan Priok seharusnya berjalan 24/7, tapi pembatasan jam operasional truk justru membuat kemacetan lebih parah. “Bahkan akhirnya banyak terlihat truk trailer berjejer di jalanan, membuat akses untuk pengendara sepeda motor dan kendaraan pribadi menjadi sulit,” katanya.
Menurut Akong, Pemkot Jakarta Utara beralasan bahwa pembatasan jam operasional truk bertujuan untuk mengurangi kemacetan. “Namun kebijakan itu kayaknya kurang tepat untuk saat ini. Makanya Aptrindo DKI Jakarta meminta agar kebijakan ini ditinjau ulang karena dianggap tidak efektif,” ungkapnya.
Bertolak Belakang
Adil mengaku prihatin terhadap kebijakan Pemkot Jakarta Utara, lantaran di satu sisi Pemerintah Pusat saat ini hendak mengefisienkan biaya logistik nasional untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, sebaliknya kebijakan Pemkot Jakut justru bertolak belakang.

“Jadi harus hati-hati (Pemkot Jakut) dalam membuat regulasi, sebab di wilayah Jakut tersebut ada pelabuhan sebagai pintu gerbang ekonomi Indonesia. Kalau ada hambatan bagaimana kita bisa mengefisienkan biaya logistik padahal kita sudah melakukan kegiatan 24/7 baik pelabuhan maupun pelaku logistik pendukung lainnya,” katanya.
Dia mengilustrasikan jika terjadi hambatan pada aktivitas receiving dan delivery dari dan ke pelabuhan maupun layanan logistik di luar pelabuhan seperti depo kontainer, maka akan terjadi akumulasi perlambatan kinerja yang pada akhirnya bisa mengakibatkan potensi stagnasi layanan logistik.
“Coba bayangkan jika dalam sehari ada hambatan beberapa jam saja karena truk nggak bisa melintas, hal ini akan terjadi akumulasi dan memengaruhi layanan logistik lanjutannya,” jelasnya.
ALFI berharap, kebijakan Pemda maupun Pemkot bisa selaras dengan program Pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan performance dan kinerja logistik agar indeks logistik nasional bisa semakin membaik.
“Kami berharap uji coba pembatasan operasional truk di Jl Raya Cilincing itu di evaluasi lagi oleh Pemkot Jakut,” ujar Adil Karim.
Seperti diketahui, per 17 November 2025 Pemkot Jakarta Utara melakukan uji coba pembatasan jam operasional kendaraan besar seperti truk pengangkut barang dan logistik maupun trailer kontainer di Jalan Raya Cilincing pada pagi hari yakni pukul 06.00-09.00 WIB, dan di sore hari sejak pukul 16.00-21.00 WIB. Namun pembatasan tersebut tidak berlaku pada hari Minggu.
Pasalnya, kondisi Jalan Raya Cilincing Jakarta Utara yang kini hanya memiliki lebar sekitar 15-16 meter, memang kerap dijejali truk-truk besar maupun trailer kontainer.
Jalan tersebut selain sebagai salah satu alternatif jalur arteri untuk distribusi angkutan logistik dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok maupun Marunda, juga sebagai akses utama pergerakan truk trailer yang mendukung aktivitas depo kontainer yang tersebar disekitar wilayah itu.

Namun Pemerintah Kota Jakarta Utara menegaskan bahwa penerapan pembatasan jam operasional di ruas jalan tersebut demi meningkatkan keselamatan warga.
“Upaya ini muncul setelah melihat kondisi Jalan Raya Cilincing yang sempit dan padat aktivitas warga. Apalagi di jalur tersebut banyak warga yang bepergian. Seperti mengantar anak sekolah hingga berangkat kerja. Sering kali warga melintas hanya berjarak beberapa sentimeter dari badan truk trailer, itu sangat berbahaya,” ungkap Hendra Hidayat, Wali Kota Jakarta Utara.
Pihak Suku Dinas Perhubungan Pemkot Jakarta Utara, sebelumnya juga pernah mengungkapkan terdapat 102 depo dan 95 pool/garasi truk diluar area pelabuhan untuk menopang aktivitas pelabuhan Tanjung Priok dengan kondisi distribusi market share tidak berimbang (depo over flow) dan mengakibatkan kepadatan lalu lintas pada ruas jalan di lokasi luar pelabuhan.
Setidaknya terdapat sejumlah titik ruas jalan di Jakarta yang kerap alami kemacetan dan bersinggungan langsung dengan aktivitas truk trailer antara lain; Jalan Raya Pelabuhan, Jalan Jampea, Jalan Raya Cilincing, Jalan Akses Marunda, Jalan Cakung Cilincing Raya, Jalan Yos Sudarso dan Jalan RE Martadinata.
Hingga sekitar Seminggu dari uji coba jam operasional truk trailer di seputaran pelabuhan Priok, pihak KSOP, Pelindo Priok maupun para operator terminal di pelabuhan Priok, belum memberikan statement nya terhadap hal itu. (***)






























