Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mendesak PT Pertamina Patra Niaga segera memperbaiki dengan cepat, terukur, dan efektif terhadap implementasi QR Code My Pertamina untuk kendaraan angkutan barang dan logistik.
Hal tersebut perlu dilakukan agar implementasi sistem tersebut benar-benar mampu mendukung kelancaran distribusi BBM bersubsidi dan stabilitas arus logistik nasional.
“Kami nantikan tindak lanjut resmi dari PT Pertamina Patra Niaga sebagai wujud komitmen dalam memastikan pelayanan yang lebih baik bagi sektor angkutan barang,” kata Gemilang Tarigan, Ketua Umum DPP Aptrindo didampingi Agus Pratiknyo, Wakil Sekjen, kepada wartawan usai melakukan pertemuan dengan PT Pertamina Patra Niaga, pada Senin (17/11) di Jakarta.
Gemilang Tarigan menyampaikan, sebagai organisasi resmi yang menaungi pelaku usaha angkutan barang di seluruh Indonesia, Aptrindo menerima banyak aduan, keluhan, dan laporan langsung dari para pengusaha serta pengemudi truk terkait implementasi sistem QR Code MyPertamina untuk pembelian BBM subsidi jenis Bio Solar.
Tarigan mengungkapkan, berdasarkan pengamatan serta rangkuman data faktual di lapangan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut, bahwa mekanisme teknis MyPertamina saat ini belum adaptif terhadap kondisi operasional angkutan barang.
“Kondisi ini justru menghambat aktivitas logistik, meningkatkan biaya operasional, dan berpotensi menurunkan kelancaran distribusi barang nasional,” ungkapnya.
Sementara itu, Agus Pratiknyo menambahkan, sehubungan dengan hal tersebut, Aptrindo telah melayangkan surat resmi kepada PT Pertamina Patra Niaga, untuk menyampaikan gambaran faktual, hambatan utama, serta rekomendasi perbaikan yang sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan kegiatan usaha angkutan barang dan memastikan distribusi logistik nasional tetap berjalan efektif.
“Upaya yang kami lakukan ini juga guna mendukung program penyelenggaraan angkutan barang berkeselamatan atau Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) tahun 2027,” kata Pratiknyo.
Aptrindo mengapresiasi pihak Patra Niaga atas upaya dan komitmennya dalam meningkatkan tata kelola distribusi BBM subsidi melalui sistem digital MyPertamina. Inisiatif digitalisasi ini sebagai langkah penting menuju transparansi, ketertiban, serta pendistribusian energi yang lebih tepat sasaran.
Implementasi Bermasalah
Namun, kondisi faktual dilapangan terhadap implementasi QR Code MyPertamina, sampai saat ini masih menyisakan banyak masalah, mulai dari proses pendaftaran dan waktu validasi yang lambat Bahwa proses pendaftaran dan validasi akun memerlukan waktu antara 7-14 hari kerja bahkan dalam beberapa kasus lebih dari satu bulan.
“Permasalahan yang selama ini dialami oleh para pengusaha/pemilik truk adalah tidak adanya notifikasi mengenai perkembangan status permohonan, penolakan dokumen tanpa penjelasan, dan tidak tersedia kanal untuk memantau progres validasi,” ungkap Pratiknyo.
Selain itu, Aptrindo menilai beberapa ketentuan teknis MyPertamina tidak selaras dengan karakteristik usaha angkutan barang, antara lain: ketentuan foto kendaraan harus menggunakan perangkat telepon pendaftar awal tidak kompatibel dengan kondisi pergantian sopir dan mobilitas lintas wilayah.
Sebab, kewajiban unggah foto BPKB Asli tidak sesuai dengan praktik umum dunia usaha angkutan, di mana sebagian besar kendaraan berada dalam pembiayaan leasing/bank sehingga dokumen fisik tidak dipegang oleh perusahaan.
Selain itu, foto dokumen yang diminta sistem tidak fleksibel, sehingga sering gagal diunggah pada saat kendaraan membutuhkan pembaruan verifikasi secara cepat.
“Permasalahan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian (mismatch) atau tidak adaptif antara desain regulasi teknis dan kondisi lapangan,” ujar Pratiknyo.
Masalah lainnya, katanya, adalah terkait pemblokiran QR Code MyPertamina yang mendadak dan tanpa penjelasan. Sebab, banyak pengguna mengalami pemblokiran QR Code MyPertamina dengan alasan kuota habis atau indikasi penyalahgunaan, meskipun kendaraan belum bertransaksi pada hari tersebut dan tidak adanya pemberitahuan resmi dan bukti pendukung.
“Kalau sudah terblokir, proses pemulihan memerlukan waktu lama serta mengharuskan pendaftaran ulang, sehingga kendaraan tidak dapat membeli BBM subsidi dalam jangka waktu tertentu. Situasi ini menimbulkan ketidakpastian operasional kendaraan dan sangat merugikan pengusaha serta pengemudi dilapangan. Apalagi, layanan pengaduan terkait hal inipun minim,” jelasnya.
Berimbas
Aptrindo mengungkapkan, semua persoalan itu berimbas pada operasional dan distribusi logistik nasional yang disebabkan akibat:
Pertama, Berhentinya Operasional Kendaraan. Sebab, kendaraan yang gagal melakukan registrasi, validasi, atau mengalami pemblokiran QR Code MyPertamina tidak dapat membeli BBM subsidi, sehingga terpaksa tidak dapat beroperasi.
Kondisi ini menimbulkan penurunan pendapatan harian bagi perusahaan dan pengemudi; kehilangan kesempatan pekerjaan/muatan; potensi menanggung biaya denda keterlambatan oleh penyewa.
Kedua, Meningkatnya Biaya Operasional. Kendaraan yang tidak dapat mengakses BBM subsidi ‘dipaksa’ membeli BBM non-subsidi jika ingin tetap beroperasi. Hal ini tentunya berdampak pada peningkatan biaya operasional secara signifikan. Peningkatan biaya berdampak pada turunnya daya saing nasional di sektor logistik.
Ketiga, Distribusi Logistik Nasional Terganggu. Hambatan yang timbul akibat implementasi QR Code MyPertamina tidak hanya berdampak pada Perusahaan dan pengemudi angkutan barang, tetapi juga membawa konsekuensi serius terhadap stabilitas distribusi logistik nasional.
Sebab, ketika kendaraan tidak dapat membeli BBM subsidi karena terkendala validasi akun, pemblokiran QR Code, atau proses administrasi yang tidak memungkinkan operasional berjalan lancar, maka rangkaian distribusi barang akan mengalami keterlambatan.
Keempat, Hambatan Tambahan dalam Transisi Kebijakan ZERO ODOL 2027. Pasalnya, ketika pengusaha dan pengemudi angkutan barang sedang dalam tahap adaptasi dan transisi menuju penyelenggaraan angkutan barang berkeselamatan ZERO ODOL 2027, justru dihadapkan pada tambahan hambatan baru yaitu masalah teknis implementasi QR Code MyPertamina yang berdampak pada peningkatan biaya operasional dan menurunnya kinerja armada.
Pratiknyo mengatakan, permasalahan implementasi QR Code MyPertamina bukan lagi masalah teknis, tetapi sudah menjadi ancaman bagi stabilitas distribusi logistik nasional di tanah air.
“Jika situasi ini terus dibiarkan tanpa perbaikan mendasar maka dampaknya akan dirasakan secara luas oleh dunia usaha hingga masyarakat umum,” katanya.
Usulan Aptrindo
Untuk itu, Aptrindo mengusulkan perbaikan dan rekomendasi strategis dalam membenahi permasalahan QR Code My Pertamina tersebut.
Pertama, Pembentukan Akun Khusus Perusahaan Angkutan Barang Berbasis Perijinan Usaha (KBLI 49431 dan KBLI 49432).
“Sebagai bagian dari upaya memastikan pendistribusian BBM subsidi tepat sasaran dan dapat diawasi secara lebih efektif, Aptrindo memandang bahwa mekanisme Akun Khusus Perusahaan Angkutan Barang berbasis Perijinan Usaha sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) perlu menjadi bagian dari penyempurnaan sistem MyPertamina,” ujar Pratiknyo.
Kedua, Penyederhanaan dan Percepatan Proses Pendaftaran serta Validasi Akun MyPertamina.
“Kami mengusulkan agar proses pendaftaran dan validasi akun MyPertamina disederhanakan serta dipercepat dengan standar waktu layanan yang lebih pasti, yaitu maksimal 48 jam sejak dokumen diajukan,” pintanya.
Ketiga, Harmonisasi Persyaratan Dokumen dengan Realita Dunia Usaha Angkutan Barang.
Keempat, Transparansi Alasan Pemblokiran QR Code MyPertamina dan Mekanisme Banding.
Kelima, Pembentukan ‘Desk Khusus MyPertamina’ di Setiap Kabupaten/Kota.
Keenam, Adanya sinergi dan kolaborasi Aptrindo dengan PT Pertamina Patra Niaga dalam rangka mendukung peningkatan kualitas tata kelola penyaluran BBM subsidi dan memastikan layanan yang semakin akurat bagi sektor angkutan barang.
394 Nopol Diblokir
Pertamina Patra Niaga telah memblokir sebanyak 394 ribu nomor polisi (nopol) kendaraan lantaran melakukan aktivitas mencurigakan dalam pembelian Solar dan Pertalite.
Kendaraan-kendaraan tersebut tidak lagi bisa melakukan transaksi BBM bersubsidi.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra mengatakan bahwa langkah pemblokiran ini dilakukan agar penyaluran BBM subsidi tepat sasaran tidak disalahgunakan.
Adapun untuk memastikan BBM tepat sasaran, Pertamina telah menerapkan sistem QR Code dalam pembelian BBM subsidi.
Selain itu, ujarnya, Pertamina Patra Niaga juga melakukan pembinaan terhadap 544 SPBU sepanjang tahun 2025.
“Sistem subsidi tepat ini telah melakukan identifikasi fraud terhadap 394 ribu nopol kendaraan yang telah kita blokir untuk antisipasi maupun mitigasi adanya penyalahgunaan BBM di SPBU,” katanya dalam RDP dengan Komisi XII DPR, Senin (17/11).
Mars Ega juga menyanpaikan sistem penggunaan sistem QR code dalam pembelian BBM subsidi ini telah memberikan dampak yang signifikan dalam pengendalian BBM. Di mana hingga Oktober 2025 telah terjadi penurunan konsumsi solar dan pertalite. (**/ant)





























