Menyambut Hari Perhubungan Nasional yang diperingati setiap 17 September, Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (DPP INSA) mengajak seluruh stakeholders merefleksikan kembali peran sektor transportasi terhadap kedaulatan dan pertahanan negara.
Pada peringatan tahun ini, pemerintah mengangkat tema ‘Bakti Transportasi untuk Negeri’, yang menegaskan peran transportasi sebagai wujud pengabdian nyata untuk meningkatkan konektivitas, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Transportasi yang terintegrasi dan mengutamakan keselamatan menjadi kunci pembangunan nasional yang merata. Jaringan transportasi di darat, laut, udara, sungai, dan penyeberangan
berperan penting memperlancar pergerakan orang, barang, dan jasa di seluruh Indonesia.
Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, peran transportasi multimoda yang terintegrasi merupakan urat nadi dari kelancaran distribusi orang dan barang
di seluruh kepulauan Indonesia.
“Hari Perhubungan Nasional menjadi kesempatan kita untuk mengingat kembali pentingnya peran transportasi dalam pembangunan negeri,” ujar Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto dalam siaran persnya, Rabu (17/09/2025).
Peran transportasi tidak sebatas mempermudah pergerakan orang dan barang, tetapi juga faktor penentu meningkatkan daya saing nasional.
Dengan jaringan transportasi yang terkoneksi, membuat distribusi logistik berlangsung lebih efisien, dan pelayanan publik yang mampu menjangkau masyarakat secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
Lebih dari itu, transportasi merupakan lokomotif yang menggerakkan perdagangan barang. Tanpa adanya transportasi, seluruh pergerakan ekonomi tidak akan berjalan. Karena itu,
sangatlah penting untuk selalu mengingat bahwa sektor transportasi berperan strategis bagi pembangunan Indonesia.
Atas dasar itu, Carmelita melanjutkan, sektor transportasi perlu mendapatkan perlindungan dari pemerintah dengan regulasi yang tepat. Industri transportasi terbuka terhadap investor, namun penyelenggaraan sektor ini sejatinya telah mampu dijalankan oleh para pelaku usaha nasional.
Dengan dukungan dan regulasi yang berpihak, pengembangan sektor ini akan
berjalan baik karena didukung iklim usaha yang kondusif.
Khusus untuk sektor pelayaran, Carmelita menyampaikan, sektor ini berperan strategis, mengingat lebih dari 90 persen
perdagangan internasional mengandalkan jalur laut. Sementara di dalam negeri, angkutan laut merupakan moda utama distribusi logistik.
Berdasarkan data BPS, pada periode Januari – Juni 2025 jumlah barang yang diangkut melalui angkutan laut dalam negeri mencapai 242,1 juta ton (BPS).
Sementara itu, jumlah barang yang diangkut melalui angkutan udara tercatat
343,8 ribu ton, dan jumlah barang melalui angkutan kereta api tercatat 35,4 juta ton.
Kondisi ini menempatkan pelayaran
sebagai tulang punggung utama dalam mendukung arus logistik nasional. “Bahkan perannya lebih dari sekedar alat mobilitas orang dan barang, tapi juga perekat persatuan yang menyatukan Indonesia dalam bingkai NKRI,” ujarnya.
Selain itu, Carmelita juga menambahkan, peran pelayaran juga semakin strategis karena terkait kedaulatan bangsa. Hal ini tidak lepas dari penerapan asas cabotage yang diatur melalui Inpres
No. 05 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional yang kemudian diperkuat dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, lalu mengalami
penyempurnaan dengan Undang-Undang No. 66 tahun 2024 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Asas cabotage memiliki makna kedaulatan negara (sovereign of the country) melalui peran pelayaran dalam menjaga keamanan
dan pertahanan dari potensi ancaman asing maupun dalam situasi darurat.
Salah satu contoh nyata peran pertahanan dan kedaulatan itu begitu tampak saat armada kapal Indonesia bahu membahu memasok batubara, saat banyak PLTU Indonesia alami kelangkaan pasokan dan Indonesia hadapi ancaman pemadaman listrik pada awal 2022.
Asas cabotage mengatur bahwa angkutan laut dalam negeri wajib menggunakan kapal berbendera Indonesia dengan awak berkebangsaan Indonesia. Kebijakan ini tidak hanya diterapkan di Indonesia, tapi sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat, China, Jepang hingga Rusia juga konsisten menerapkan asas cabotage.
“Maka penting bagi kita konsisten menerapkan asas cabotage demi menjaga kedaulatan dan pertahanan negara kita, dan setiap warga negara perlu ikut mengawal dan menjaga asas
cabotage dari usaha-usaha relaksasi dengan dalih liberalisasi,” kata Carmelita. (***)