Indonesia National Shipowners Association (INSA) berharap kepada Presiden terpilih nanti tetap memperhatikan kemaritiman. Mengingat masih ada sejumlah masalah di sektor maritim yang harus dituntaskan. Misalnya Coast Guard, belum adanya keberpihakan perbankan nasional kepada pelayaran nasional.
“Kita mau mempertanyakan kembali, apakah presiden terpilih nanti tetap menganggap bahwa Indonesia ini, tetap dianggap negara maritim, atau sekarang fokusnya di tempat lain?,” tanya Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Carmelita, persoalan maritim di negeri ini belum selesai. “Jadi kita masih berharap bahwa ini ada kelanjutannya, kita selesaikan di sana, dari sisi tol lautnya kah, atau semua kebijakan-kebijakan yang lain kita perlu melanjutkan ini,” jelasnya.
Carmelita mengaku memahami, presiden pastinya tidak hanya dipusingkan oleh urusan di sektor pelayaran saja, namun juga di sektor-sektor lainnya lantaran keadaan saat ini masih penuh ketidakpastian.
“Kenapa tidak pasti, karena kondisi ekonomi global, masih ada perang. Sehingga pasti ada berdampak ekonominya di Indonesia,” ungkapnya.
Selain itu, Indonesia juga menghadapi arah penggantian kepemimpinan.
“Kita mengharapkan pemimpin kita yang akan datang nanti mampu memberikan kepastian usaha, tentunya juga penerapan kebijakan-kebijakan ekonomi, khususnya di sektor pelayaran kita,” katanya.
Meme (panggilannya) juga ingin agar pemerintah baru nanti mengedepankan konsistensi pada setiap kebijakannya. Sekarang ini sudah ada kebijakan sektor pelayaran yang berdampak positif, misalnya asas cabotage terkait peran sektor transportasi laut dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara.
Namun ke depan, para pengusaha pelayaran mendorong pemerintah terus konsisten menjaga kedaulatan negara, khususnya di sektor kemaritiman.
Carmelita menuturkan visi empat pilar yang dipegang pengusaha pelayaran yang tergabung dalam INSA, yakni kedaulatan negara, pemberdayaan pelayaran nasional, ekosistem maritim nasional, dan logistik nasional.
“Jadi kedaulatan negara pemerintah ini benar-benar harus mengerti benar, apa yang dimaksud dengan kedaulatan negara. Kita dari sisi pelayaran tentunya saat bicara kedaulatan negara, pemerintah harus benar-benar konsisten dalam urusan cabotage dan benar-benar menjaga kepentingan daripada pelayaran,” jelas nya.
Ketua Umum INSA ini pun menuntut pemerintah segera mendirikan badan tunggal penjaga laut dan pantai atau Sea and Cost Guard. Sebab, kebijakan tersebut masuk sebagai salah satu elemen guna mendukung visi Indonesia Emas 2045. Khususnya dalam mendongkrak kontribusi ekonomi maritim terhadap produk domestik bruto (PDB) di tahun tersebut.
“Isu-isu terutama dari maritim ini urusan cost guard. Ini tentunya sudah dibicarakan di mana-mana, sebagai satu-satunya badan, lembaga yang bertanggungjawab pada presiden untuk menegakan fungsi peraturan di laut, sebagai sebuah badan yang harus segera diwujudkan,” ujar Carmelita.
“Kita sudah mengapresiasi tentunya yang sudah dilakukan pemerintah. Tapi mungkin harus dipercepat, jangan sampai tumpang tindih lagi karena sudah capek kalau penjaga lautnya banyak,” ujarnya lagi.
Carmelita lantas meminta Indonesia berkaca kepada sejumlah negara tetangga di kawasan ASEAN, yang memperketat syarat masuk bagi kapal pelayaran ke negaranya.
“Apakah kita bijak kalau harus membuka bebas. La negara lain aja tidak, masa kita buka. Jepang, Amerika, Eropa, semua tidak buka. Walaupun ASEAN di laut yang sama, apakah kita punya kebijakan yang sama dengan negara tetangga?, Belum,” ujarnya.
Karena itu, Carmelita sekali lagi berharap semua masalah kemaritiman itu bisa diselesaikan dan wujudkan di periode pemerintahan baru mendatang. (**)