Pelayaran berharap draft terminal petikemas Nilam Surabaya segera dikeruk supaya kapal-kapal kapasitas 2.000 TEUs bisa sandar di dermaga Nilam dengan aman dan nyaman.
“Layanan di terminal yang melayani kapal petikemas khususnya domestik, seperti di BJTI, Mirah, terminal Nilam terbaik lah,” ujar Heri Cahyono, Terminal Operation Manager Pelayaran Meratus, saat diminta pandangannya mengenai terminal Nilam dimata Meratus, Selasa pagi (21/3), di Surabaya.
Menurut Heri, Nilam cukup memberi untung bagi pelayaran disini, karena BSH rata-rata sudah diatas 35. Bahkan pada tahun 2022, untuk kapal Meratus hingga mencapai 39 BSH nya. Sementara OPS Produktivitas bisa 43 per box per jam, untuk kapal Meratus,” ungkapnya.
Jadi, menurut Heri, PR nya adalah draft yang bagian selatan, mestinya draft nya 9,5 sampai 10 meter, sementara yang di dermaga selatan hanya 7-8 meter, sehingga kapal sedikit kesulitan untuk sandar disitu. “Kapan dermaga akan dikeruk. Di dermaga Utara saja yang bagus, kapal 1000 box bisa sandar dan bongkar muat dengan cepat,” jelas Heri.
Heri pun mengungkapkan bahwa ketatnya window yang berlaku di Nilam positif, pelayaran bisa membuat kepastian jadwal, dan terminal juga dapat merencanakan semuanya dengan tepat. “Customer pun dibuat ada kepastian,” tegasnya.
Heri pun mengakui jika mulai tahun 2023, di Nilam ada perubahan operasional. “Dulu bongkar muat dilakukan truck losing, tapi sekarang di stack, sehingga bongkar muat lebih cepat, karena kontainer ditumpuk di lapangan yang yang sudah disiapkan,” ungkapnya lagi.
Meratus sendiri setiap bulan rata-rata sekitar 20 call masuk Nilam. Rutenya Surabaya ke Indonesia Timur, tapi ada pula yang ke Jakarta meskipun kecil.
Heri mengatakan lagi bahwa kegiatan Meratus sebenarnya tak hanya di Nilam, namun juga BJTI, Teluk Lamong dan Mirah.
Heri juga mempertanyakan pentingnya pertukaran data antara pelayaran dan terminal, sehingga kedua belah pihak bisa mempunyai rencana yang matang.
“Itu supaya cepat direalisasi, walaupun sekarang sedang dalam proses,” ujarnya berharap.
GM Terminal Petikemas Nilam Taufiq Rachman mengatakan untuk pengerukan kolam dermaga rencananya akhir tahun 2023 ini. “Sedangkan pertukaran data antara terminal dengan Meratus on progres dan dalam tahap diskusi intens beberapa kali bertemu, realisasi untuk pertukaran data akan jalan di triwulan ketiga tahun ini,” kata Taufiq.
Mirip Banjarmasin
Pengamat kepelabuhanan sekaligus dosen ITS Surabaya Prof. Saut Gurning menilai jika terminal Nilam di Tanjung Perak Surabaya mirip-mirip dengan terminal petikemas Banjarmasin.

Produksi Nilam pada tahun 2022 mecapai 400 ribu TEUs. Dengan dukungan 4 CC, 8 RTG, 20 truk, dengan panjang dermaga 320 meter. BSH nya mencapai rata-rata 40, dengan fasilitas lapangan penumpukan petikemas seluas 12 hektar.
“Di Banjarmasin luas lahan container yard juga sekitar 12 Ha, lalu throughput nya di tahun 2022 sekitar 441.260 TEUs. Tapi panjang dermaga 600 meter,” ungkapnya.
Hanya saja terminal Banjarmasin dilengkapi dengan 5 unit quay crane, yard crane 19 unit; RTG/RMGC 14 unit, dan reach stacker 5 unit.
Saut juga menyampaikan bahwa Subholding PTP saat ini sedang melakukan pembenahan dalam operasional di terminal. “Biasanya orang menyebut dengan standarisasi operasional terminal petikemas, sehingga nantinya terminal petikemas dimanapun standar operasi nya sama,” ujarnya.
Saut berharap kedepan BSH nya bisa rata-rata 50-60. Namun di level ini tergantung manajemen di dermaga dan peralatannya dalam ratio kalau volume (TEU) per panjang dermaga saat ini di Indonesia ada yang 170-1045.
Saut Gurning pun membandingkan dengan terminal di Palaran yang memiliki kinerja yang relatif lebih progesif walau dengan infrastruktur dan fasilitas yang lebih rendah.
Palaran, jelasnya, panjang dermaga 270 meter; luas CY 7,5 Ha. Lalu peralatannya quay crane 2 unit; yard crane 8 unit; RTG/RMGC 5 unit; reach staker 1; reach stacker empty 2 unit. Throughputnya baru mencapai 282.164 TEUs.
“Data-data itu saya ambil dari Pak Prabowo (dulu direktur di Samudera Indonesia) yang sedang mengambil studi doktor, dan saya bimbing di DMT ITS,” katanya.
Kalau melihat perbandingan rationya di sana di Palaran, Saut mengira cukup progresif. “Nah, pertanyaannya, apakah Nilam bisa memenuhi capaian ratio itu?. Mungkin perkiraan saya masih sekitar 70-80 persen. Walau memang total throughput Palaran masih 67 persen dari Nilam atau Banjarmasin,” ujarnya lagi.
Namun besaran usaha investasi infrastruktur dan peralatan nampaknya relatif sangat tinggi 2-3 kali dari Palaran.
Ratio volume/length wharfnya Nilam 1250, lebih baik dari Palaran. Tapi, kalau volume / CC = 100.000 lebih rendah dari Palaran yang 145.000. Volume per CY = 3,33 lebih rendah dari Palaran yang 3,76.
Lalu volume per yard crane = 50.000 lebih baik dari Palaran yang 35.000.
“Jadi diharapkan SPTP bisa terus mendongkrak terminal-terminal petikemas dibawah kelolaannya bisa lebih baik lagi kedepannya,” kata Saut Gurning. (**)