Kementerian Perhubungan dinilai gagal mengatasi kemacetan yang ada di Merak, Banten, pada masa libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru).
Akibat macet yang terjadi seharian pada Sabtu (27/12) di tol Merak, ratusan sopir pengangkut barang (logistik) akhirnya melakukan aksi unjuk rasa meminta supaya akses ke Merak dibuka.
Bahkan macet ‘Horor’ tersebut membuat salah seorang sopir truk pingsan, dan harus dilarikan ke Rumah Sakit, karena kelelahan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (GAPASDAP), Khoiri Soetomo, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kebijakan pengaturan penyeberangan Merak–Bakauheni yang dinilai belum cukup fleksibel dan belum sepenuhnya mencerminkan kondisi nyata di lapangan, sehingga menimbulkan dampak serius bagi pengguna jasa, khususnya kendaraan logistik nasional.
“Berdasarkan data dan fakta operasional di lapangan, yang terjadi saat ini bukan penyelesaian kemacetan, melainkan pemindahan kemacetan ke lokasi lain yang infrastrukturnya belum siap,” ujar Khoiri kepada Ocean Week, Minggu pagi.
Khoiri menegaskan bahwa logistik adalah urat nadi perekonomian nasional yang tidak boleh diperlakukan sebagai beban demi mengejar tampilan kelancaran di satu titik tertentu.

“Mengorbankan kendaraan logistik agar Pelabuhan Merak–Bakauheni terlihat lancar dan tanpa antrean bukanlah solusi. Itu adalah kelancaran semu yang justru menutup masalah sebenarnya,” tegasnya.
Menurut GAPASDAP, permasalahan mendasar yang sama terus berulang setiap musim puncak dan belum terselesaikan secara struktural, meskipun masukan dari pelaku usaha telah berkali-kali disampaikan melalui jalur resmi kepada Kementerian Perhubungan.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa antrean panjang, waktu tunggu yang tidak pasti, serta perubahan kebijakan yang mendadak telah menimbulkan tekanan fisik dan psikologis bagi para pengemudi, bahkan berdampak pada aspek kemanusiaan.
Khoiri juga menyoroti strategi pengalihan kendaraan ke BBJ dan Ciwandan yang dalam praktiknya belum mampu menggantikan fungsi pelabuhan utama.
“Pelabuhan utama penyeberangan Jawa–Sumatra adalah Merak–Bakauheni. Bukan BBJ dan bukan Ciwandan,” ungkapnya.
Kata Khoiri, Merak–Bakauheni merupakan simpul strategis nasional yang secara langsung terhubung dengan Tol Trans Jawa dan Tol Trans Sumatra, sehingga secara sistem transportasi nasional harus tetap menjadi tulang punggung utama arus logistik, terutama pada masa puncak pergerakan.
“Pelabuhan alternatif seharusnya berfungsi sebagai pendukung, bukan dipaksakan menjadi pengganti utama tanpa kesiapan kapasitas dermaga, kapal, dan manajemen operasional yang memadai,” jelasnya.
Melalui pernyataan ini, kata Khoiri, GAPASDAP berharap Presiden Republik Indonesia (Prabowo Subianto) dapat mencermati kondisi nyata di lapangan dan mengambil langkah pembenahan yang menyeluruh, agar persoalan penyeberangan tidak terus berulang dari tahun ke tahun.
“Kami berharap pemerintah dapat bersikap lebih realistis, adaptif, dan terbuka terhadap masukan positif dari seluruh pemangku kepentingan.
Pengaturan penyeberangan harus menyelesaikan masalah, bukan sekadar membuatnya terlihat selesai,” ujar Khoiri. (***)






























