Sebanyak 8 badan usaha pelabuhan (BUP) dari 68 perusahaan anggota Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) telah memperoleh konsesi dari pemerintah (Kemenhub), dan 7 BUP masih dalam proses pengajuan konsesi.
“Ada 200 BUP yang terdaftar di Kemenhub, dari jumlah itu, tercatat sebanyak 68 perusahaan jadi anggota ABUPI. Sudah 8 BUP mendapat konsesi, sedangkan 7 BUP masih proses konsesi,” kata Aulia Febrial Fatwa, Ketua Umum ABUPI kepada pers, di Borobudur Hotel, Rabu malam (19/2), dalam rangka persiapan Musyawarah Nasional (Munas) ABUPI ke-1 yang akan digelar pada Jumat (21/2).
Febri juga menyatakan, bahwa pada tanggal 21 Februari 2020 nanti, ada dua agenda ABUPI. “Siangnya Munas, dan pada malam harinya syukuran dalam rangka 5 tahun asosiasi ini,” ujar Febri didampingi Liana Trisnawati (Sekjen ABUPI).
Kata Febri, Menhub Budi Karya Sumadi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia akan hadir pada malam syukuran ABUPI.
Direktur MCT itupun menceritakan jika agenda Munas yakni laporan pengurus dan pemilihan ketua umum untuk periode lima tahun kedepan.
“Siapapun yang terpilih sebagai Ketua Umum diharapkan bisa menjalankan tugas dengan baik, dan bisa membawa asosiasi ini eksis,” ungkap Febri lagi.
Menjawab pertanyaan mengenai apa saja yang sudah dilakukan kepengurusan selama ini, Febri pun mengemukakan bahwa dalam lima tahun ini, sudah berhasil mengembangkan 11 korwil ABUPI, antara lain Jakarta, Banten, Jateng, Jatim, Lampung, Sulsel, dan Jabar.
“Kedepan bagaimana ABUPI tetap bisa eksis. Kami juga sudah melakukan kerjasama dengan BPSDM untuk pelatihan kepelabuhanan, dan sudah 15 angkatan,” kata Febri.
Febri menambahkan, jika dirinya kembali dipercaya menjadi ketua umum lagi, maka Febri berjanji akan menjadikan ABUPI go internasional. “Akan semakin mempererat hubungan yang sudah terjalin antara ABUPI dengan luar negeri. Bahkan kalau bisa lebih meningkatkan sebagai kepartneran,” katanya.
Ketika ditanya mengenai sulitnya BUP mendapatkan konsesi, Febri mengatakan, bahwa kepemilikan hak atas tanah/lahan menjadi syarat dari Kemenhub untuk peroleh konsesi.
“Lalu BUP harus investasi fisik yang padat modal. Karenanya hak kepemilikan lahan sangat penting,” katanya.
Selain itu, untuk rata-rata investasi membutuhkan dana antara Rp 200 miliar sampai Rp 1 triliun.

Seperti diketahui bahwa beberapa pelabuhan/terminal, seperti, Maspion, Lamongan, Bandar Abadi, pelabuhan Penajam dan sebagainya masuk kategori sehat.
Sedangkan yang sudah konsesi adalah PT KBS , Tegar Pelabuhan Indonesia, delta Arta probolibggo, indownsia multipurpose terminal, indo sarana kontainer, karya cipta Nusantara, pelabuhan suangi indah.
OMNIBUS LAW PELABUHAN
Febri yang direktur MCT ini mengemukakan kalau dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja akan mempermudah sektor kepelabuhanan, terutama soal izin membangun pelabuhan.
“Kalau di bidang kepelabuhanan, tidak terlalu banyak yang masuk dalam omnibus law. Bahkan kalau yang saya lihat lebih memudahkan para pelaku usaha di bidang shipping (pelayaran) dalam melakukan usahanya di masa yang akan datang,” katanya.
Febri menyatakan, kemudahan tersebut di antaranya perizinan tidak lagi diatur dalam undang-undang, tetapi dalam turunannya, yakni peraturan pemerintah dan peraturan menteri.
“Di dalam UU itu, hanya bersifat umum dan lebih didetailkan di peraturan pemerintah ataupun permenhub. Peraturan pemerintah tentang kepelabuhanan sudah banyak ada PP 61/2009 dan turunannya dan permenhub terkait dengan pelabuhan juga banyak, artinya tinggal badan usaha pelabuhan ini menyesuaikan dengan apa yang sudah ada, jadi bukan hal yang baru,” ucapnya bersemangat.
Febri mencontohkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran justru lebih detail di mana terkadang dinilai sulit untuk menentukan turunannya.
“Kalau terlalu detail di UU kadang menjadi handicap, UU bicara A turunannya gak bicara itu. Jadi ini (ombibus law) masih bisa fleksibel untuk PP dan permenhubnya,” katanya.
Febri pun menilai, terkait perizinan lebih mudah dalam RUU omnibus law karena tidak lagi membutuhkan koordinasi daerah, tetapi langsung di pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
“Sekarang perizinan akan terpusat, jadi ke pemerintah pusat mau bangun pelabuhan di daerah jadi ke pusat. Jadi gak lagi harus rekomendasi pemda, pemrov, bupati, wali kota, gak ada. Semua pusat yang mana adalah Kemenhub, ini akan lebih memudahkan kita, gak bolak-balik pusat-daerah,” katanya.
Namun, terkait penyederhanaan perizinan, ia berpendapat, tidak perlu dilakukan karena dalam mendirikan suatu pelabuhan harus dipastikan dari berbagai aspek, baik itu aspek ekonomi, komersial, regulasi. maupun sisi aspek teknis dan operasional.
“Dikatakan sederhana tidak. Jadi, perizinan tidak sederhana langkahnya saja lebih pendek. Malah saya tidak setuju perizinan sederhana karena untuk membangun pelabuhan itu jangan dipermudah, benar-benar detail dan badan usaha pelabuhan harus memenuhi semua persyaratan. Bangun pelabuhan ini bukan bangun rumah, bangun ruko. Itu gak sembarangan ada aspek-aspek yang harus diperhatikan,” katanya. (**)