Proyek raksasa Tiongkok membangun jalur satu sabuk satu jalur atau dikenal juga dengan One Belt One Road (OBOR) atau jalur Sutra Baru, diproyeksikan bakal memberi peluang besar perkembangan investasi bagi Indonesia.
OBOR merupakan rencana Tiongkok yang akan membentuk jalur sutra baru, salah satunya dengan melewati wilayah Indonesia. Proyek ambisius Tiongkok ini dimaksudkan untuk membangun konektivitas baru dengan seluruh wilayah yang prospektif bagi perdagangan internasional Tiongkok.
“Asia Tenggara menjadi salah satu target utamanya, termasuk Indonesia. Pertanyaanya, apakah keuntungan bagi kita?,” kata Wahyu Widodo, Ekonom Universitas Dipengoro (Undip) Semarang, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Ocean Week, Minggu malam.
Menurut Wahyu, dampak jangka pendek bagi Indonesia adalah terbangunnya infrastruktur perdagangan, seperti pelabuhan dan infrastruktur pendukung dari industri menuju pelabuhan. China telah membangun beberapa pelabuhan seperti di Sri Lanka dan Pakistan.
Benefit bagi Indonesia sangat tergantung dari perdagangan antara Indonesia-China. Tahun 2017 neraca perdagangan Indonesia untuk produk non-migas defisit sebesar 14,20 miliar dolar. Artinya, ada masalah daya saing produk Indonesia di pasar China. Di sisi lain dengan adanya ASEAN-Cina Free Trade Area juga menunjukkan bahwa China sangat superior di ASEAN.
“Produk mereka membanjiri negara-negara anggota ASEAN. Jadi OBOR akan menjadi tantangan yang berat bagi Indonesia karena konektivitas tersebut akan semakin mempermudah aliran produk China. Sisi positif yang masih ada adalah persaingan akan mendorong inovasi untuk meningkatkan daya saing, tetapi ini dalam jangka panjang,” kata Wahyu.
Konsul Jenderal Tiongkok di Surabaya, Gu Jingqi mengatakan, Tiongkok dan Indonesia adalah negara berkembang dan badan ekonomi penting, keduanya juga adalah praktisi dan pembela sistem perdagangan multilateral global.
“Membela sistem perdagangan multilateral dan prinsip perdagangan bebas adalah tantangan bersama yang dihadapi oleh Tiongkok dan Indonesia, yang juga sejalan dengan kepentingan bersama kedua negara,” ungkap Gu Jinggi.
Gu Jingqi berharap Tiongkok dan Indonesia dapat memperkuat kerjasama dan pertukaran dalam pembangunan sistem perdagangan multilateral, bersama-sama mengatasi tantangan global, dan dengan tegas mendukung WTO memainkan peran yang lebih besar dalam mengelola ekonomi global.
Tiongkok akan mendorong reformasi dan keterbukaan dengan level yang lebih tinggi, bergandengan tangan dengan negara-negara mitra dagang termasuk Indonesia dalam mempromosikan pembangunan “Satu Sabuk Satu Jalan” sebagai kapal besar yang berlayar menuju masa depan cerah yang penuh perdamaian dan kemakmuran.
Bergabungnya Tiongkok dengan WTO tidak hanya mengembangkan Tiongkok sendiri, namun juga membawa manfaat bagi dunia.
Sejak bergabung dengan WTO hingga membangun bersama gagasan Satu Sabuk Satu Jalan, Tiongkok pun berpikiran terbuka dan merangkul dunia, berkontribusi signifikan demi mempromosikan pembangunan ekonomi dan perdagangan dunia serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh dunia.
Sejak 2002, rata-rata tingkat kontribusi Tiongkok terhadap pertumbuhan ekonomi dunia telah mendekati 30%, dan telah menjadi “mesin” penting bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Sejak 2001 sampai 2017, impor barang dan jasa Tiongkok secara kumulatif telah mencapai USD 23,7 triliun. Investasi langsung luar negeri melebihi USD 1,1 triliun dan menyerap modal investasi asing langsung sebanyak lebih dari USD 1,6 triliun.
Tiongkok mengajukan gagasan OBOR dan mengumumkan penyelenggaraan China International Import Expo serta proaktif membuka pasar ke dunia demi membangun platform baru bagi berbagai negara untuk membagi dividen pembangunan Tiongkok.
Pada Boao Forum for Asia tahun ini, Presiden Tiongkok Xi Jinping menekankan bahwa pintu keterbukaan Tiongkok tidak akan ditutup, dan hanya akan tumbuh lebih luas. Terbukanya Tiongkok ke dunia luar tidak akan menghentikan komitmennya untuk bergabung dengan WTO.
“Pemerintah Tiongkok akan menggunakan keterbukaan ke dunia luar dengan kekuatan yang lebih besar dan level lebih tinggi untuk mempromosikan pembangunan bersama global dan menciptakan lebih banyak peluang bagi negara-negara untuk mengambil bagian dari dividen Tiongkok,” katanya.
Tiongkok bersedia bekerja dengan mitra dagang global dalam mempromosikan globalisasi ekonomi agar menuju ke arah yang lebih terbuka, inklusif, merata, seimbang, dan saling menguntungkan, membangun Komunitas Senasib yang sangat terintegrasi dan saling bergantung satu sama lain.
Kantor Informasi Dewan Negara Tiongkok mengeluarkan Buku Putih berjudul “Tiongkok dan Organisasi Perdagangan Dunia” pada 28 Juni 2018.
Secara komprehensif, buku itu memperkenalkan praktik pemenuhan komitmen 17 tahun bergabungnya Tiongkok dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menginterpretasikan secara sistematis prinsip dan kebijakan Tiongkok untuk membangun sistem perdagangan multilateral serta menjelaskan visi dan aksi Tiongkok dalam mendorong keterbukaan ke dunia luar dengan level yang lebih tinggi. (tbnjg/ow/***)