Aktivitas keluar masuk kapal maupun bongkar muat barang di pelabuhan Tanjung Redep kembali normal, setelah sebelumnya pelabuhan ini di blokir oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM).
Pernyataan tersebut disampaikan Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo, kepada Ocean Week, Minggu malam (30/6) melalui pesan singkat (WhatsApp). “Tadi (Minggu) sudah mulai normal,” katanya menjawab pertanyaan bagaimana sikap Perhubungan Laut sebagai pembina terhadap aksi mogok TKBM di Tanjung Redep tersebut.
Begitu pula dengan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Tanjung Redep Hary Suryanto, saat dimintai informasi terkait dengan situasi dan kondisi di Tanjung Redep. “Alhamdulillah, sudah normal kembali,” ungkapnya singkat, menjawab Ocean Week, Senin pagi (1/7).
Baik Dirjen Hubla Agus Purnomo maupun KUPP Tanjung Redep Hary Suryanto belum bersedia memberi informasi yang lebih panjang lebar mengenai perkembangan di Tanjung Redep, pasca mogok TKBM.

Seperti diketahui bahwa aksi demo TKBM Berau sudah sering dilakukan dan bahkan pada Jumat lalu (28/6) kembali menduduki Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Tanjung Redeb.
Menurut Hary menjelaskan bahwa yang membuat mereka (TKBM) merasa memonopoli karena dengan adanya Keputusan bersama dua dirjen dan satu deputi tahun 2011, dimana setiap satu pelabuhan hanya boleh ada satu TKBM dan wajib diregistrasi oleh syahbandar setempat, tapi ini bertentangan dengan UU monopoli.
“Mogoknya TKBM Tanjung Redeb ini sebetulnya lebih pada pembayaran kompensasi 60 %, dengan terbitnya PM 153, apabila tidak bekerja ya tidak dibayar, ini dari teman-temen pemilik barang tidak mau membayar kompensasi 60 % ini yang menyebakan demo berkepanjangan sekitar 9 bulan puncaknya pada tanggal 27 dan 28 Juni penutupan pelabuhan, dan akibatnya kegiatan lumpuh,” ujarnya kepada Ocean Week, Minggu pagi
Menurut Hary, TKBM menghendaki bekerja kembali di laut, tapi dari kami (KUPP) bisa mempekerjakan kembali dengan catatan untuk kompensasi 60 % silahkan dibawa keranah hukum dan pengadilan yang menentukan.
Untuk diketahui, aksi demo ini sebagai buntut dari tuntutan pembayaran fee pemuatan batubara di muara pantai yang tidak menggunakan jasa buruh. Ini adalah aksi yang kesekian dalam bulan ini.
Hary Suryanto membenarkan terjadinya aksi demonstrasi Buruh TKBM Berau. “Sejumlah masa duduk- duduk di Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Klas II Tanjung Redeb yang lokasinya di dalam kompleks Pelabuhan Tanjung Redeb,” ujar Hary.
Aksi ini sempat dibubarkan, namun aksi tersebut berlanjut dengan mendatangi rumah dinas KUPP Klas II Tanjung Redeb dengan membawa serta ibu-ibu dan anak-anak hingga pukul 7 malam waktu setempat.
Adapun pada 17 Juni 2019 lalu, Kepolisian Resor Berau menetapkan empat orang tersangka, yakni Legal Consultant Buruh TKBM Berau, Gofri, anggota Koperasi TKBM Berau, Abdul Hapid, Abdul Kadir, dan Budi Santoso.
Mereka melanggar pasal 162 jo Pasal 136 Ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Keempatnya menjadi tersangka karena menghalangi atau merintangi kegiatan usaha pertambangan yang sah di muara pantai.
Sementara itu, Kapolres Berau – AKBP Sigit Wahono membenarkan bahwa kasus keempat tersangka ini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Berau tinggal menunggu jadwal sidang saja. “Kepolisian Resor Berau berkomitmen untuk bersinergi dengan TNI menjaga Pelabuhan Tanjung Redep sebagai Objek Vital,” jelas Sigit.
Kasus ini bermula ketika Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Berau menjalin kerjasama dengan Koperasi TKBM Berau sejak 2000-an.
Koperasi memungut jasa sebesar Rp 1.080 per ton bagi seluruh industri pertambangan Berau yang produksinya mencapai 38 juta ton per tahun.
“Kurang lebihnya sebesar itu (Rp 40 miliar),” ungkap Ketua APBMI Berau, Rizal Juniar.
Masalah timbul ketika pemerintah menerbitkan larangan pengenaan tarif jasa bongkar muat tanpa ada jasa serta Pelabuhan Tanjung Redeb Berau mulai memanfaatkan teknologi mesin bongkar muat batu bara tipe gear vessel, pembeli batu bara Berau memilih memanfaatkan sistem berbasis mesin.
Namun praktiknya, koperasi tetap menagih fee jasa bongkar muat meskipun tidak menggunakan jasa layanan pemuatan bongkar muat. “Biaya bongkar muat tenaga orang dipaksa harus dibayar. Sehingga pengguna jasa akhirnya membayar dua kali, yakni biaya alat bongkar muat dan upah buruh,” keluhnya.
Pihak APBMI mengklaim sudah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak untuk meniadakan pungutan mengingat adanya ketetapan aturan hukumnya. Namun pada 2018, Rizal mendadak kembali menerima tagihan pungutan dari Koperasi TKBM Berau. Besaran tagihan mereka memang menyusut menjadi hanya 60 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Seperti diketahui, Pelabuhan Tanjung Redeb saat ini merupakan sarana strategis yang menjadi pusat keluar masuk barang yang menyuplai kebutuhan masyarakat Berau.
Hary Suryanto, menyebutkan bahwa pelabuhan merupakan kawasan strategis yang berdampak pada hajat hidup orang banyak, apa yang dilakukan TKBM tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Kami harap aparat kepolisian Berau untuk tegas melakukan penindakan dan pengamanan fasilitas obyek vital tersebut,” tega Hary. (***)