Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (GAPASDAP) menegaskan bahwa keterlambatan sandar, antrean panjang, dan gangguan lalu lintas di pelabuhan penyeberangan pada masa peak season bukan disebabkan oleh kekurangan kapal, melainkan oleh masalah struktural yang selama ini diabaikan, yaitu keterbatasan jumlah, kapasitas, dan kualitas dermaga pelabuhan penyeberangan.
Ketua Umum DPP GAPASDAP, Khoiri Soetomo menjelaskan bahwa gangguan operasional yang terjadi dalam beberapa hari terakhir, khususnya di lintasan Merak–Bakauheni, dipicu oleh kombinasi cuaca ekstrem, uji coba sistem SPB online melalui Inaportnet, serta pengaturan arus kendaraan yang tidak fleksibel.
Pada tanggal 17–19 Desember kemarin, cuaca buruk berdampak langsung pada keselamatan pelayaran dan memicu antrean kendaraan hingga ±4 kilometer.
Pada 19 Desember, kendaraan barang dialihkan ke Pelabuhan Ciwandan dan BBJ sesuai kebijakan bersama. Namun pada 20 Desember, justru terjadi penumpukan parah di BBJ, sehingga kendaraan harus menunggu hingga dua hari untuk dapat menyeberang. Di saat yang sama, banyak truk tetap bergerak menuju Merak sehingga diterapkan pengaturan buka–tutup yang beberapa kali berubah.

Khoiri menyampaikan bahwa armada kapal dalam kondisi siap dan tersedia, bahkan didukung oleh sekitar 70 kapal Ro-Ro berukuran di atas 5.000 GT. “Tidak banyak kapal yang menunda pelayaran secara sengaja. Keterlambatan lebih disebabkan oleh keterbatasan sandar, kapasitas dermaga, serta dinamika pengaturan kendaraan di darat,” katanya kepada Ocean Week, Senin pagi.
Merak–Bakauheni Pelabuhan Utama
Menurut Ketua umum GAPASDAP, yang sering dilupakan oleh para pengambil keputusan adalah bahwa Pelabuhan Merak–Bakauheni memiliki 7 pasang dermaga yang sangat kompatibel dengan kapal Ro-Ro, serta merupakan titik temu langsung jaringan jalan tol Trans Jawa dan Trans Sumatera.
“Namun ironisnya, pada masa peak season, Merak–Bakauheni justru tidak dijadikan pelabuhan utama. Seharusnya seluruh strategi nasional tetap berorientasi pada Merak–Bakauheni sebagai pelabuhan utama, sementara BBJ dan Ciwandan difungsikan sebagai pelabuhan bantuan, bukan sebaliknya,” tegasnya.
GAPASDAP mengingatkan bahwa seluruh jalan tol Trans Jawa dan Trans Sumatera bermuara ke pelabuhan penyeberangan. Setiap penambahan kapasitas jalan tol tanpa diimbangi penambahan dan penguatan dermaga sama artinya dengan menciptakan bom waktu kemacetan di pelabuhan penyeberangan.
“Jika masukan ini terus diabaikan, maka ledakan kemacetan berskala besar di pelabuhan penyeberangan hanya tinggal menunggu waktu,” ujar Khoiri Soetomo.
Untuk itu, kata Khoiri, GAPASDAP mengusulkan langsung kepada Presiden Republik Indonesia agar pemerintah:
1. Membangun breakwater dan kolam pelabuhan di pelabuhan penyeberangan strategis guna menahan arus dan gelombang, sehingga proses sandar dan bongkar muat tidak selalu lumpuh saat cuaca buruk. Sebagai contoh, Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Aceh, yang dibangun BRR pasca tsunami, terbukti tetap operasional karena memiliki kolam pelabuhan yang terlindungi.
2. Menetapkan proyek pembangunan dan penguatan dermaga penyeberangan Merak–Bakauheni dan Ketapang–Gilimanuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), mengingat kedua lintasan ini merupakan urat nadi penghubung Pulau Jawa–Sumatra dan Jawa–Bali.
“Karena tingkat strategisnya sangat tinggi dan menyambung langsung jaringan tol nasional, maka pembangunan dermaga, kolam pelabuhan, dan breakwater di dua lintasan ini harus dikawal langsung oleh Presiden, agar tidak lagi dilupakan atau dikesampingkan,” tegasnya.
Khoiri menegaskan bahwa kelancaran lalu lintas penyeberangan nasional tidak bisa dicapai dengan memindahkan masalah dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, serta mengingatkan agar sistem digital dan administrasi seperti Inaportnet dan SPB online mengikuti kondisi lapangan, bukan sebaliknya.
“GAPASDAP siap mendukung pemerintah dengan data teknis, pengalaman operasional, dan kajian kebijakan agar solusi yang diambil bersifat struktural, permanen, dan tahan cuaca, bukan sekadar solusi darurat musiman,” kata Khoiri Soetomo.
Pantau Info Cuaca
Para pengguna jasa transportasi penyeberangan diminta untuk selalu memantau informasi cuaca resmi sebelum dan selama melakukan perjalanan dalam angkutan Nataru 2026. Terutama, di tengah meningkatnya mobilitas masyarakat pada libur panjang Nataru.
Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Heru Widodo, menyatakan hal itu dalam keterangannya, Minggu (21/12/2025).
Heru meminta agar pengguna jasa tidak memaksakan perjalanan apabila kondisi cuaca buruk/tidak aman. Hal ini guna menghindari risiko yang dapat membahayakan keselamatan.
Heru menyampaikan bahwa keselamatan merupakan prioritas utama dalam setiap pelayaran. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap imbauan keselamatan dan informasi dari otoritas harus menjadi perhatian utama.
Heru Widodo mengungkapkan, demi menghadirkan layanan penyeberangan yang andal, maka kondisi cuaca maritim yang dinamis mesti menjadi perhatian utama perusahaan dalam mengoperasikan layanan penyeberangan selama Nataru (Natal dan Tahun Baru).
“Dalam kondisi cuaca maritim yang dinamis, keselamatan tetap menjadi prioritas utama perusahaan. Setiap proses sandar, bongkar muat, hingga pelayaran kami lakukan secara hati-hati dan terukur,” ujarnya.
Kata Heru, ASDP melakukan penyesuaian operasional demi menjaga keselamatan penumpang, awak kapal, serta seluruh pengguna jasa. Meski demikian, penyesuaian tersebut pada waktu tertentu dapat berdampak pada perlambatan layanan.
Guna memastikan kelancaran dan keamanan angkutan Natal dan Tahun Baru, ASDP memperkuat koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Antara lain, BMKG, TNI/Polri, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), BPTD, serta instansi terkait Port Operational Control Center (POCC).
Heru juga mengimbau para pengguna jasa agar rutin memantau informasi cuaca resmi. Serta tidak memaksakan perjalanan apabila kondisi cuaca dinilai kurang aman.
Pada periode Natal dan Tahun Baru 2025/2026, ASDP memperkuat layanan di 15 lintasan strategis nasional. Hal ini guna memastikan penyeberangan berlangsung aman, tertib, dan nyaman.

Lintasan tersebut meliputi Merak–Bakauheni, Ketapang–Gilimanuk, Jangkar–Lembar, Kayangan–Pototano, Tanjung Api-Api–Tanjung Kelian, Telaga Punggur–Tanjung Uban, Ajibata–Ambarita, Nias–Sibolga. Lalu, Padangbai–Lembar, Kariangau–Penajam, Bajoe–Kolaka, Bira–Pamatata, Bitung–Ternate, Hunimua–Waipirit, serta Bolok–Rote.
Berdasarkan proyeksi ASDP, pergerakan penumpang di 15 lintasan pantauan nasional diperkirakan mencapai sekitar 547 ribu orang atau tumbuh 4,3 persen. Ini dibandingkan periode Natal dan Tahun Baru sebelumnya.
Sementara itu, jumlah kendaraan diprediksi mencapai sekitar 868 ribu unit atau meningkat 8,9 persen. Puncak kepadatan diperkirakan terjadi pada 23–24 Desember 2025.
Keselamatan Prioritas
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menegaskan bahwa keselamatan dan keamanan menjadi prioritas tertinggi. Menhub ingin penyelenggaraan angkutan Natal dan Tahun Baru berjalan aman, seiring tingginya potensi pergerakan masyarakat.
Berdasarkan hasil survei, sekitar 119,5 juta orang diperkirakan akan melakukan perjalanan selama libur Natal dan Tahun Baru. Oleh karena itu, Menhub menekankan keselamatan dan keamanan, serta kesiapsiagaan menghadapi ketidakpastian dan kondisi darurat. (***)




























