Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani pada Rabu (18/12/2024) resmi memberlakukan alat pemindai petikemas di Tempat Penimbunan Sementara Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara.
Penggunaan alat ini, mendapat respon positif dari gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI).
Kepada Ocean Week, Ketua Umum GINSI Capt. Subandi menyampaikan bahwa seharusnya bea cukai bisa memanfaatkan fasilitas alat pemindai secara maksimal, terutama untuk mencegah masuknya barang yang sangat berbahaya bagi keamanan dan keselamatan negara, seperti narkotika yang bisa merusak generasi bangsa dan senjata ilegal yang bisa di pergunakan untuk meruntuhkan negara.
“Karenanya setelah bea cukai memanfaatkan alat ini, mestinya kita sebagai bangsa harus merasa aman dan tentram dari dua hal yang saya sebut diatas. Tidak ada lagi cerita barang-barang haram itu beredar di indonesia,” ujar Capt. Subandi kepada Ocean Week, di Jakarta, Kamis (19/12).
Menurut Ketua Umum GINSI ini, alat pemindai petikemas itu juga mestinya bisa di pakai untuk memastikan bahwa barang-barang yang tidak sesuai antara dokumen dengan fisik tidak bisa masuk.
Jika masih ada yang seperti itu, tegas capt. Subandi, perlu di cari apakah ada permainan petugas bea cukai dengan pelaku penyelundup. Namun, di sisi lain jangan sampe gara-gara alat tersebut membuat pelabuhan semakin krodit, macet, terjadi antrian panjang dan berujung pada tersendatnya pasokan bahan baku ke industri dan naiknya biaya logistik.
“Karenanya saya berharap bea cukai jangan arogan, euforia, hantam kromo dan kaku pada SOP-nya. Saya yakin Bea Cukai sudah memberikan pelatihan yang cukup untuk petugas yang di tempatkan di posisi pemakaian alat itu. Intinya bea cukai harus mau bekerjasama dengan pengelola terminal dalam segala aspek demi layanan di pelabuhan yang baik dan jangan inklusif yang mengedepankan SOP-nya sendiri tanpa memikirkan dampak buruknya pada pihak lain terutama pemilik barang. Jangan juga tonjolkan ego sektoral yang bisa merugikan pihak lain,” ungkap capt. Subandi.
Tingkatkan Efisiensi
Dirjen Bea Cukai Askolani kepada pers menyampaikan bahwa pemberlakuan alat pemindai petikemas ini guna meningkatkan efisiensi dalam sektor logistik Indonesia.
Menurut Askolani pemberlakuan alat pemindai petikemas barang impor dan ekspor ini ditujukan untuk memerangi segala bentuk penyelundupan barang ekspor dan impor.

“Dan juga sebagai wujud upaya pemerintah dalam meningkatkan efisiensi, transparansi, dan keamanan arus barang, serta menjamin perbaikan tata kelola pelabuhan,” katanya.
Askolani mengatakan jika saat ini sudah ada 10 alat pemindai peti kemas di 5 lokasi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, antara lain di Graha Segara, di JICT, di TPK Koja, dan di NPCT1.
Penyediaan alat pemindai petikemas ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK.04/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara.
“Alhamdulillah, pada pagi ini (Rabu) kita dengan kolaborasi para stakeholder terkait bisa melaksanakan dan mengimplementasikan alat pemindai baru yang sangat signifikan dan penting untuk bisa memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih baik dalam kegiatan ekspor dan import di Indonesia,” ujarnya.
Askolani juga menyampaikan pada tahun 2024, jumlah peti kemas impor di Pelabuhan Tanjung Priok tercatat sebanyak 1.296.779 dan jumlah peti kemas ekspor sebanyak 765.143 peti kemas.
Walaupun tren jumlah peti kemas barang impor dan ekspor pada tahun 2024 menunjukkan penurunan signifikan dari tahun 2023 sebanyak 1.316.322 untuk impor dan 1.113.748.
“Kami mengantisipasi dari pada kegiatan pemasukan barang-barang ilegal menjadi konsen untuk terus kita perkuat,” jelasnya.
Pada tahun 2024, terdapat 1.849 kasus pelanggaran kepabeanan dengan 1,744 kasus impor dan 105 kasus ekspor. Angka ini naik dari tahun 2023, dengan 597 kasus.
“Dengan posisi evaluasi kita dengan alat pemindai baru harapan kita bisa kita minimalkan terjadinya kasus pelanggaran,” kata Askolani. (***)