Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dinilai Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah kelebihan daya tampung. Hal ini menyebabkan banyak barang-barang impor menumpuk di pelabuhan.
Oleh sebab itu, Mendag Zulkifli mengusulkan membagi jalur masuk tujuh komoditas impor ke Indonesia Timur. Pelabuhan-pelabuhan yang dimaksud yakni Bitung di Sulawesi Utara, Sorong di Papua Barat, dan Kupang di Nusa Tenggara Timur.
Ketujuh komoditas yang mendapat pengawasan ekstra dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), barang tekstil jadi lainnya, elektronik, alas kaki, pakaian, keramik, dan kosmetik.
Namun, gagasan Zulkifli Hasan tersebut mendapat kritik tajam dari Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim maupun Ketua ALFI Jawa Timur Sebastian Wibisono. “Mestinya Pak Menteri membuat kajian yang mendalam mengenai ini, karena jangan-jangan justru menimbulkan high cost logistik.,” ujar Adil Karim dibenarkan Sebastian, kepada Ocean Week, Selasa (24/9) melalui WhatsApp nya.
Tapi, tegas Adil, untuk barang jadi kalau masuk Indonesia Timur dinilainya tak masalah jika untuk kepentingan persaingan harga dengan produk lokal karena selama ini produk barang jadi impor lebih murah, sehingga industri lokal jadi nggak kompetitif.
“Akan tetapi jika bahan baku atau penolong yang final destination nya di indonesia timur itu jadi masalah karena akan dibawa ke Jakarta atau pulau jawa sehingga cost logistiknya jadi mahal,” ungkap Adil.
Adil dan Sebastian juga mempertanyakan apakah industri di wilayah Indonesia timur sudah dibangun, bagaimana dengan manufakturing nya, bagaimana dengan kesiapan pelabuhannya. Apakah kapal asing bisa langsung kesana, atau sandar ke Priok atau Perak, lalu barang impor tersebut dikapalkan lagi melalui kapal lokal.
“Bagaimana dengan muatan baliknya, apakah ada atau nggak, karena kapal akan datang apabila di daerah tersebut ada muatan. Prinsipnya kan ship follow the trade,” ucapnya.

Sebastian menambahkan, mestinya Menteri Perdagangan membuat kajian secara mendalam dalam hal ini.
Dia juga menyampaikan, pemindahan pelabuhan untuk impor komoditi tertentu itu, dinilai Sebastian justru bisa memunculkan masalah baru.
Seperti diketahui bahwa Mendag Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak sudah over kapasitas. Banyak importir yang mengakali dokumen importasi mereka. Modus yang biasa mereka gunakan adalah memalsukan jumlah volume barang yang diimpor. Angka yang tertera di dokumen biasanya lebih kecil dari volume barang yang sebenarnya masuk. “Jika di dokumen tertulis 100 unit, barang yang masuk sebenarnya bisa sampai 1.000 unit. Modus ini bisa disebut sebagai “impor legal tapi ilegal,” katanya.
Sementara itu, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) justru menilai kenaikan harga barang yang dipicu pemindahan jalur masuk tujuh komoditas impor justru akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat.
Kebijakan ini dianggap dapat menghambat program Belanja di Indonesia Aja (BINA) yang dimotori oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Hippindo. (***)