Industri galangan kapal di Batam sedang lesu. Tak sedikit perusahaan galangan kapal di wilayah ini yang gulung tikar, akibat perekonomian yang sedang terpuruk.
“80 buah galangan kapal di Batam. Kita lihat Koja Bahari, Dok Surabaya. Kemudian PT IKI itu semua kolaps padahal secara nature jumlah kapal kita 10.000 tapi nggak seperti itu,” ungkap Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Antoni Arif Priadi di Indonesia Maritime Talk 2025 di Hotel The Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025).
Mengomentari hal itu, pengamat industri galangan kapal, Tjahjono Roesdianto menyampaikan, berdasarkan informasi yang diterimanya bahwa galangan di Batam justru serang sibuk, banyak order mengerjakan tug and barge. “Kalau galangan kapal BUMN yang di sebut pak Dirjen Hubla (PT Dok Koja Bahari/DKB) memang lagi survival dan bukan jadi tolok ukur kinerja galangan nasional,” ungkapnya saat dihubungi Ocean Week melalui WhatsApp nya, Rabu pagi.
Menurut Tjahjono, DKB dan PT IKI bukan di Batam, dan kedua galangan tersebut bukan kolaps. “Tapi kalau versi saya adalah survival,” ujarnya lagi.
Nah, mengenai 80 galangan kapal memprihatinkan, katanya, kalau mau cari data ada di sekretariat IPERINDO. “Mudah-mudahan ada data updatenya,” jelas Tjahjono.
Sebelumnya Dirjen Hubla Antoni Arif Priadi mengatakan salah satu yang membuat galangan kapal kolaps adalah dikarenakan industri galangan kapal di dalam negeri kurang efisien.
Karena itu, Para pelaku usaha pelayaran akhirnya lebih memilih untuk membeli kapal dari luar negeri, sebab lebih efisien, cepat dan tentunya murah.
“Ada isu bahwa membangun kapal di dalam negeri gak jelas, biaya masih lebih mahal. Itu yang membuat pelaku usaha membeli kapal di luar negeri,” ujarnya.
Namun pemerintah, ungkap Dirjen Hubla tidak tinggal diam, pihaknya bakal segera turun tangan mengatasi ancaman tersebut. Industri galangan kapal yang ada sekarang ini adalah aset sebagai upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
“Perusahaan itu bangun kapal harus diberikan insentif. Mobil listrik aja dikasih insentif. Motor listrik Rp 7 juta per unit. Kapal juga begitu harusnya,” kata Antoni Arif Priadi. (**)