Para pelaku usaha di Sulawesi Selatan mengeluhkan kenaikan freight container yang sangat tinggi untuk angkutan ke wilayah Indonesia Timur. Misalnya rute Makassar ke Ambon mencapai Rp 8 juta per box 20 feet, lebih mahal dari ongkos angkut Makassar-Shanghai yang hanya Rp 3,5 juta per 20 feet.
Mereka berharap, pemerintah segera ‘turun tangan’ mengatasi problem ini, karena ini tak sesuai dengan program tol laut. Jangan sampai karena ulah oknum pelayaran, harga komoditi di masyarakat menjadi kembali mahal.
Ketika hal itu Ocean Week konfirmasikan kepada Ketua DPC INSA Makassar, DR. Hamka dan Ketua ALFI Sulselbar (Makassar), Syaifuddin Syahrudi, melalui WhatsApp keduanya, hingga berita ini ditulis belum memperoleh jawaban.
Yang pasti, sumber Ocean Week mengatakan jika kenaikan itu mencapai sekitar 70%. Tingginya kenaikan tersebut juga berimbas pada slah satu produk semen di Makassar yang akhirnya tak bisa bersaing dengan produk yang sama di wilayah Indonesia Timur.
Bahkan, akibat kenaikan itu pesanan semen lokal sebanyak 300 ribu ton terpaksa ditahan. “Tidak ada alasan, tarif freight kapal naik. Kami heran kenapa di wilayah timur kenaikannya sangat signifikan dibanding daerah-daerah lainnya. Ini ada apa,” keluhnya.
Dia berharap pemerintah bisa mengendalikan Freight Container karena bisa berdampak pada kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat khususnya di wilayah timur Indonesia.
Ini jelas tidak senada dengan program tol laut. Mengingat program tol laut diklaim oleh pemerintah dapat menekan cost logistic, sehingga disparitas harga antara daerah satu dengan lainnya tak jauh berbeda.
Sebelumnya, pada rapat koordinasi yang digelar Asosiasi Logistik dan Forwarder (ALFI/ILFA) Sulselbar bersama pemilik barang dan Angkasa Pura di Makassar, Kamis (14/9) lalu, ketua ALFI/ILFA Sulselbar, Syaifuddin Syahrudi menyatakan kenaikan Freight Container hingga 70 persen ini bisa mempengaruhi daya saing produk lokal, akibatnya masyarakat di Sulsel akan mengalami disparitas harga yang tinggi.
“Kami sebenarnya tidak anti kenaikan biaya jasa transportasi. Tetapi kenaikannya mesti wajar. Kami tidak mau dituding lagi sebagai penyebab high cost logistik,” ungkap Ipho (panggilan familiar Syaifuddin).
Dia berharap pemerintah bisa bertindak agar disparitas harga di wilayah Indonesia Timur tidak terjadi akibat kenaikan Freight Container yang dilakukan sejumlah oknum pelaku pelayaran. (***)