Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Hubla menggelar FGD Optimalisasi dan Penetapan Trayek Tol Laut Logistik T.A 2020, bertempat di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Jumat (25/10).
Kegiatan ini resmi dibuka oleh staf khusus Menhub bidang perekonomian dan investasi, Prof. Wihana, mewakili Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo.
Pada FDG kali ini juga dibahas mengenai rencana trayek tol laut logistik tahun 2020. Misalnya, jaringan trayek T20 (Teba-60- Bagusa-30-Trimus-30-Kasonaweja-120-Reba) yang dioperatori PT ASDP menggunakan kapal Mamberamo Foja.
Kemudian T21 untuk trayek Merauke-194-Kimaam-18-Moor-40-Bade (mapi)-105-Gantentiri (bouvendigul)-357-Merauke, juga dioperatori ASDP dengan KMP. Muyu.
Selian itu ASDP juga mengoperatori T22, rute Merauke-Atsy-Agats-Merauke, dengan KMP Bambit. Lalu T23, rute Agats-Eci-Agats-Pomako-Agats, menggunakan KMP Kokonao, serta T24 dengan KMP Binar, untuk rute Agats-Sawaerma-Mamugu-Agats.
Dalam sambutannya, Wihana menyatakan bahwa untuk keberhasilan program tol laut, tidak cukup dengan berkoordinasi dengan para pihak terkait, namun harus bekerjasama dengan mereka.
“Bagaimana mengakselerasi tol laut ini. Bagaimana impact dan dampaknya, maka perlu ada unit yang mengawasi delivery nya. Apakah subsidi sudah tepat sasaran atau belum,” kata Wihana.
Dia mengungkapkan juga jika selama ini, tol laut baru menyentuh dari pelabuhan ke pelabuhan. Tapi kedepan, bagaimana dari pelabuhan ke pasar. “Ke depan apa yang mestinya menjadi prioritas dalam tol laut tersebut,” ujarnya.

Sementara itu, Capt. Wisnu Handoko (direktur Lala Hubla) mengatakan bahwa program tol laut sudah berjalan selama 4 tahunan. “Hampir 300 ribu ton barang sudah dimuat dan didistribusikan ke pelosok negeri,” katanya.
Wisnu juga sependapat dengan Wihana kalau kedepan harus membangun sinergi dengan semua pihak terkait (kementerian terkait, Pemda dan swasta) untuk keberhasilan tol laut ini.
“Kami (Hubla) terus berusaha program tol laut bisa berjalan sebagaimana visi presiden (Presiden Jokowi),” ungkapnya lagi.
Capt. Wisnu Handoko juga menyinggung bahwa banyak yang menanyakan bagaimana sebenarnya wujud Tol Laut jilid ke dua tersebut.
“Ada permintaan dari Pak Menhub (Budi Karya Sumadi) khusus Papua. Kita sudah sampai Merauke, tapi bagaimana barang itu bisa didistribusikan sampai tujuan. Ini pasti ada tantangan menarik,” ucapnya.
Karena, kata Wisnu, untuk bisa sampai ke arah sana, pasti melibatkan transportasi lain. Itu yang mungkin disebut dengan Tol Langit. “Sebab untuk di Papua, supaya barang bisa sampai tujuan, setelah turun di pelabuhan mungkin diangkut menggunakan pesawat, kita juga sudah kerjasama dengan Telkom, karena jaringan satelitnya sudah canggih menjangkau kesana,” jelasnya.
Menurut dia, yang juga penting adalah bagaimana mengawasi distribusinya, bagaimana kontrolnya, mengingat program tol laut ini bersubsidi menggunakan anggaran negara.
Kata Capt. Wisnu perlu ada Perpres baru, karena Perpres 70 yang ada belum mengatur secara detil tentang peran kementerian terkait (diluar Kemenhub). “Namun begitu kita akan terus bergerak. Sebab, indikator keberhasilan tol laut itu kalau masyarakat puas,” tuturnya.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari kementerian perdagangan, Pemda, KSOP, dan INSA, ALFI, serta unsur terkait.
Salah seorang dari Sangihe, Sulawesi Utara menyatakan bahwa program tol laut masih sangat diperlukan, karena dengan adanya kapal-kapal tol laut harga barang bisa diturunkan.
Contoh pada tahun 2018, harga barang bisa diturunkan 10-19 persen. “Cuma kami minta interval waktu di pelabuhan yang terlalu cepat bisa dipikirkan lagi, karena banyak barang yang harus dimuat akhirnya ketinggalan.
Sementara itu, salah satu operator tol laut berharap agar tol laut tak masuk ke pelabuhan-pelabuhan yang sudah dimasuki oleh kapal-kapal swasta. “Kalau pelabuhan sudah dimasuki kapal kontainer swasta lebih dari dua atau tiga, kapal tol laut tak perlu masuk, tapi kalau hanya satu yang masuk perlu tol laut masuk, biar tak ada monopoli,” ungkapnya tak mau disebut namanya.
Sejumlah pelayaran mempertanyakan, kenapa tarif pelabuhan yang disinggahi kapal tol laut tak pernah dievaluasi untuk diturunkan.
Saut Gurning dari ITS Surabaya, mempertanyakan bisakah tol laut berkonektivitas dan berinteraksi dengan internasional. (**)