Direktur perkapalan dan kepelautan Perhubungan Laut Kemenhub, Capt. Sudiono menyatakan bahwa Ditkapel dan Pustikom Dephub bekerja sama dengan Badan Siber Sandi Negara melakukan investigasi terkait dengan penerbitan sertifikat pelaut yang tidak sah alias palsu.
“Ditkapel masih menunggu hasil laporannya dari BSSN,” kata Capt. Sudiono menjawab Ocean Week, Selasa sore (27/8), terkait banyaknya pemalsuan ijasah pelaut.
Mantan Kepala Syahbandar Pelabuhan Tanjung Priok itu juga mengungkapkan, berdasarkan laporan/penemuan hasil investigasi maka Ditkapel akan segera mengambil langkah untuk menghentikan pemalsuan ijazah pelaut tersebut.
“Ditkapel telah melakukan suspend sertifikat pelaut yang tidak sah,” ujar Sudiono.
Praktisi kemaritiman Capt. Zaenal A Hasibuan kepada Ocean Week menceritakan bahwa ijazah COC Indonesia bisa dimiliki oleh pelaut India dan Pakistan dengan harga yang sangat murah dan hanya butuh waktu 2 Minggu.
Bahkan konon, kata Zaenal mengutip halaman FB Pakistan, mereka bilang “TaK Perlu Ijazah dan Pengalaman Sebelumbya”.
“Sementara pelaut kita seperti anak ANT3/D3 harus duduk di kelas tak kurang dari 7 bulan plus bayar uang kuliah padahal dosennya banyak yang nggak masuk, plus bayar iuran tidak resmi, plus bayar ini itu,” kata Zaenal.
Jadi, ungkap pengurus DPP INSA ini, kalau memang demikian, untuk apa ada diklat?. Untuk apa harus sekolah?. Toh sekolah juga seperti ‘Abal-abal’. Ujung-ujungnya ijazah bisa dibeli.
Contoh Korea
Menurut Zaenal, di Korea, mau mengambil ijazah 2 atau 1 tidak perlu sekolah. “Mereka cukup belajar sendiri di kapal sambil kerja. Yang mereka butuhkan hanya mengikuti ujian. Ujian yang benar-benar ujian, yang murni, yang ketat yang super disiplin. Sehingga hanya pelaut yang benar-benar kompeten yang punya ijazah,” ucapnya.
Apalagi, ujarnya, setelah kejadian kapal Sewol. Di sana, ujian kapten setengah mati. Dua kali gagal ujian, seumur hidup nggak akan bisa jadi kapten.
Sebaliknya di Indonesia, Sekolah tetap harus. Ujian kayak abal-abal. “Tidak bayar tidak lulus. Kenapa musti ada sekolah?. Parahnya didapat murah pula sama India dan Pakistan,” tanya Zaenal dengan nada kesal.
Menurut dia, ternyata orang India dan Pakistan kepengin menggunakan Ijazah Indonesia karena bisa diendorse oleh UK, PANAMA, MARSHAL, LIBERIA dan lain lain.
“Kalau ini dibiarkan, lama-lama negara-negara itu gak mau lagi endorse Ijazah Indonesia. Dan matilah pelaut Indonesia gak bisa kerja lagi di kapal bendera Panama, Marshal, Liberia dan lain-lain,” kata Zaenal.
Lama-lama, ucapnya, Ijazah Indonesia tak diakui IMO.
“Apa kami akan dibiarkan semua ini terus terjadi. Kami sudah laporkan ke Bareskrim Polri, ke DPR, ke Hubla sering, BPSDM sudah, tapi karena pelapor nggak punya duit agar hal ini diproses, maka tidak ada yang tertarik melanjutkan. Hancur Pelaut Indonesia,” kata Zaenal lagi.
Menurut Zaenal, sekali di black list oleh UK, Panama, Liberia, Marshall Island, maka akan berimbas ke negara-negara lain. Maka jadilah pelaut kita bagai Katak Dalam Tempurung. “ANT 1 berebut naik Tug boat, ATT 1 menjadi KKM kapal bermesin 500 HP,” ungkapnya.
Jadi, untuk apa menjadi pelaut bermartabat, tangguh, berdedikasi, berkualitas, dan berkomitmen terhadap profesi tersebut, jika harus bersaing melawan ijazah palsu yang dipakai orang asing.
Pengamat maritim dari ITS Surabaya, Saut Gurning mengaku prihatin dengan apa yang terjadi terhadap adanya pemalsuan ijasah pelaut tersebut. “Kami akan ikut meng-echo khan supaya hal ini dapat menjadi perhatian. Semoga hal ini segera dapat ditertibkan,” katanya.
Zaenal kembali mengungkapkan, kalau ada yang benar-benar mau membantu memberantas, IKPPNI punya segudang bukti dan sudah tau pula salah satu Dealer ijazah palsu tersebut.
“Kami berharap Kemenhub dan aparat berwajib bisa membongkar masalah ini,” kata Zaenal. (**)