PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV sedang melakukan penataan banyak hal. Paling tidak untuk perubahan lebih baik.
Perseroan juga tengah menjalankan transformasi bisnis terintegrasi. Tak hanya fokus pada pelayanan jasa kepelabuhanan, tetapi juga pada beberapa segmen lainnya.
Perusahaan BUMN inipun saat ini juga mengembangkan layanan secara digital untuk pelabuhan-pelabuhan yang dioperasikannya.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai apa, bagaimana rencana pengembangan maupun kinerja yang sudah dilakukan perseroan, Ocean Week berkesempatan mewawancarai Dirut PT Pelindo IV Farid Padang, berikut petikannya.
Rencana strategis apa yang sedang Anda lakukan saat ini?
Pastinya banyak yang akan kami lakukan, mulai dari penguatan SDM, membangun infrastruktur pelabuhan, meningkatkan layanan kepada para pengguna jasa, dan fokus pula untuk sistem digitalisasi. Semua itu adalah untuk memudahkan dan memberi rasa aman, serta nyaman pengguna jasa.
Bagaimana dengan sistem layanan online disini?
Untuk pelabuhan di Pelindo IV, baik terminal petikemas maupun yang konvensional, mayoritas sudah menggunakan online sistem, termasuk untuk transaksi pembayaran, sudah tidak lagi ketemu petugas.
Di Makassar New Port juga sudah otomatisasi, juga di pelabuhan yang lainnya.
Anda kan sedang melakukan transformasi, maksudnya apa ya?
Ya, saat ini, kami memang melakukan transformasi bisnis yang sangat signifikan diikuti oleh supporting investasi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Belum lama ini, saat dilakukan asesmen Kriteria Penilaian Kerja Unggul (KPKU) BUMN, poin kuat Pelindo IV itu adalah pada good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang bagus. Semua proses transaksi bisnis kami sangat transparan, mulai dari business planning hingga pelaksanaan. Kami melibatkan BPKP, Kejaksaan, Kepolisian dan lembaga terkait sehingga pelanggan sangat puas terhadap pelayanan perusahaan.

Bagaimana dengan SDM-nya?
Kami sudah tidak bisa lagi mengikuti gaya lama. Kalau dulu, selain operator, kami juga sebagai regulator. Sekarang murni operator. Sebenarnya, sejak dikeluarkan UU Pelayaran No. 17/2008 kami sudah melakukan transformasi seperti yang kami lakukan ini.
Namun, ini kan transisi, tak bisa langsung berubah begitu saja. Meski begitu, kembali lagi bagaimana pemimpinnya. Kalau tak melakukan terobosan secara proaktif dan responsif untuk meraih target sebagai operator ya percuma.
Jadi?
Transformasi itu harus singkat, cepat, dan penuh internalisasi. Setiap sekali sebulan kami mengumpulkan direksi, pejabat, pegawai untuk memberikan motivasi. Adapun untuk cabang, dilakukan teleconference sehingga tidak perlu mengunjungi langsung cabang-cabang Pelindo.
Lalu untuk Makassar New Port?
MNP (Makassar New Port) sekarang sudah beroperasi. Sehingga beban pelabuhan Soekarno Hatta jadi berkurang, kapal sudah tak ada lagi antre.
Untuk car terminal sudah padat, apa rencana Anda?
Kami ingin memindahkan kegiatan car terminal di Soekarno Hatta ke MNP. Apalagi kapasitas terminal kendaraan di MNP mencapai tiga kali lipat dari kapasitas eksisting yang ada di Soekarno Hatta, Pelabuhan Makassar.
Lagi pula operasional terminal kendaraan tidak membutuhkan peralatan yang kompleks sehingga diutamakan untuk dipindahkan paling awal. Bertahaplah, kami akan pindahkan ke MNP. Setelah terminal kendaraan, kami juga akan pindahkan terminal peti kemas.

Bisa cerita sisi positifnya adanya MNP?
Makassar akan jadi hub port untuk Kawasan Indonesia Timur. Selain memperlancar arus bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar yang eksisting, kehadiran MNP yang dibangun secara bertahap, dimana Tahap I A, B dan C menyerap investasi sekitar Rp1,8 triliun, ini juga untuk semakin membuka jalur direct call dan direct export ke luar negeri. Dan kami akan terus mengembangkan MNP. Saat ini, di Tahap I Paket B sedang dilakukan pekerjaan revetment, pengecoran jalur RTGC, pekerjaan perkerasan paving block dan rigid serta pengerukan. Sedangkan di Paket C dilakukan finishing top layer.
Untuk mendukung kelancaran bongkar muat di MNP, apa yang Anda lakukan?
Kami sudah mendatangkan alat yakni 8 unit Rubber Tyred Gantry (RTG) Crane di MNP sebagai salah satu bentuk komitmen yang kuat dari Pelindo IV untuk menghadirkan pelabuhan besar di KTI. Dengan kedatangan 8 unit RTG Crane tersebut, total saat ini MNP memiliki 28 unit alat yang terdiri dari 2 unit Ship to Shoe (STS) Crane, 10 unit RTG Crane, 2 unit Reach Stacker 45 Ton, 1 unit Forklift 32 Ton, 1 unit Forklift 7 Ton dan 12 unit Terminal Tractor.
Dengan bertambahnya peralatan bongkar muat, khususnya 8 unit RTG yang baru didatangkan tersebut, produktivitas makin cepat baik di lapangan maupun di dermaga.
Untuk TPK Makassar bagaimana?
Waktu Menhub (Budi Karya Sumadi) kesini beberapa waktu lalu, Pak Menhub sangat kaget, karena kata bliau, tadinya kapasitas petikemas di lapangan penumpukan Terminal Petikemas Makassar (TPM) hanya 700.000 TEUs, sekarang sudah lebih dari 1 juta TEUs per tahun. Itu menandakan kalau Makassar sudah sama sibuknya dengan Surabaya. Makanya Kemenhub mensupport sekali kegiatan yang ada di Makassar ini, apalagi Makassar menjadi hub di Indonesia Timur.
Selain Makassar mana yang juga jadi prioritas dikembangkan?
Kami juga mengembangkan pelabuhan yang ada di Indonesia bagian timur. Karena kami tak hanya membangun MNP tetapi juga bagaimana mendistribusikan barang-barang yang dari Makassar dan KTI ke pelabuhan yang ada di pulau-pulau yang lain, seperti Papua, Maluku dan lain-lain.
Kami juga ikut mendukung terhadap program pariwisata daerah yang terintegrasi. Kami akan membangun Manado Marine Bay yang berada dalam kawasan wisata Taman Laut Bunaken, dan itu pula yang diminta Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan ke wilayah itu.
Lalu apa lagi?
Pelindo IV berencana melakukan percepatan pembangunan terkait pariwisata yang akan dilakukan terintegrasi dengan Pusat, MMB maupun Terminal Penumpang di Pelabuhan Bitung serta Bandar Udara Sam Ratulangi yang juga sudah membuka beberapa rute penerbangan Internasional.
Kalau ini bisa dilakukan, tentu akan meningkatkan devisa daerah dari segi pariwisata karena jumlah wisatawan mancanegara maupun domestik akan bertambah.
Upaya yang Anda lakukan untuk itu?
Kami sudah MoU dengan pemerintah yang didalamnya terdapat point Pengembangan Pelabuhan untuk Ekspor dan Pariwisata, serta Meningkatkan Konektivitas yang Berkelanjutan dengan Membuka Rute-rute Pelayaran Baru.
Dengan digitalisasi, apakah peran TKBM manual masih dominan?
Kami juga sedang memikirkan itu. Pelindo IV justru sedang menanti kehadiran badan usaha lain di luar koperasi tenaga kerja bongkar muat pelabuhan yang sudah ada dan mengelola buruh bongkar muat untuk memangkas biaya logistik.
Menurut kami perubahan kebijakan menyangkut TKBM sangat penting karena biaya buruh bongkar muat di wilayah Indonesia timur sangat tinggi. Bayangkan saja tarif buruh bongkar muat 55%, sedangkan tarif kepelabuhanan 45%. Tapi kami ingin masih ada koperasi, namun jangan monopoli, perlu ada badan usaha lain, atau siapapun yang bisa bermitra di sini, sehingga biaya jadi kompetitif.
Menurut Anda tata kelola TKBM mestinya bagaimana?
Pelindo IV menawarkan konsep pengelolaan terbuka penyedia TKBM, baik oleh koperasi, perseroan, badan hukum Indonesia, joint operation, maupun joint venture. Masing-masing provider akan saling bersaing memberikan pelayanan terbaik. Kompetisi seperti ini juga terjadi di PSA Singapore dan Felixstowe Port di Inggris. Jadi nantinya, dari sisi tarif, besaran tarif TKBM pun akan bersaing sehingga biaya operasional lebih terjangkau dan biaya angkut lebih variatif, dan cost logistik bisa turun. (RS/**)