PT Pelindo Regional 2 Tanjung Priok menggelar Sosialisasi Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pelayanan Jasa Kapal di Lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, pada tanggal 6 April, bertempat di kantor Pelindo.
Sosialisasi diselenggarakan sehubungan adanya perubahan aturan ketentuan teknis pelaksanaan pelayanan jasa kapal di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok.
Dalam sosialisasi tersebut antara lain disampaikan mengenai layanan jasa tambat kapal, dan layanan jasa penundaan kapal.
Deri dari Pelindo Regional 2 Tanjung Priok pada kesempatan itu mengatakan jika keterlambatan tambat dikarena kesalahan pelayaran, maka bisa dikenai denda hingga 100% dikalikan tarif dasar.
Pengguna jasa pelabuhan (Penjaspel) Tanjung Priok mengaku kecewa dengan sosialisasi tersebut, karena sebagai perusahaan pelayaran tak diikutkan dalam kegiatan itu.
“Ini maksudnya apa ya, kok kami sebagai perusahaan pelayaran nggak di undang sosialisasinya dan dasar nya apa. Kenapa masalahnya jadi beda, kan dulu waktu di Jogjakarta tahun 2020 lalu, ada tarif yang sudah di sepakati antara Pelindo Tanjung Priok dengan INSA Jaya, kenapa nggak itu aja yang di terapkan,” ujar Munif SH, koordinator Penjaspel Tanjung Priok kepada Ocean Week, Minggu pagi.
Dia juga menanyakan lagi, kalau kesalahan atau keterlambatan diakibatkan PBM yang telat, apakah pelayaran yang mesti menanggung beban biayanya.
Oleh sebab itu, ungkap Munif, Penjaspel menolak adanya kenaikan tersebut karena pelayaran sudah dibebani dengan tatif feul surcharges. “Penjaspel pasti menolak aturan itu. Ini kan bisa memberatkan usaha pelayaran dan akan menjadikan cost logistik tinggi,” katanya.
Sementara itu, direktur pelayaran Pulau Mandangin grup juga mempertanyakan siapa yang dimaksud sebagai pengguna jasa oleh Pelindo terkait terkait tambatan pengguna jasanya adalah perusahaan Pelayaran.
“Clear kalau kesalahan keterlambatan dari perusahaan pelayaran. Contoh crane kapal rusak, tambatnya terlambat karena gangguan mesin kapal, tetapi dalam kegiatan di tambatan juga terlibat PBM yang notabene bagian dari Pelindo, misalnya truck lossing, trucknya tidak sesuai dengan rencana awal, atau kendala operasional PBM lainnya, maka keterlambatan ini bukan karena disebabkan Perusahaan Pelayaran, tetapi dari Pelindo (subcontraktornya), maka denda tambatan bukan menjadi beban dari Perusahaan Pelayaran,” katanya.
Menurut Priyanto, hal itu dulu DPC INSA JAYA pernah menyurat ke Pelindo untuk dibahas, khususnya terkait dengan keterlambatan bukan karena Perusahaan Pelayaran atau Kapal. “Kita tunggu versi SKDIR atau apa namanya, tetapi hal tersebut harus dibahas sehingga perusahaan Pelayaran bebas dari denda atau tarif progresif yang bukan karena kesalahannya,” jelas Priyanto.
Munif kembali mempertanyakan, kenapa DPC INSA Jaya sekarang membahas SKDir, bukannya di era kepengurusan sebelumnya sudah ada kesepakatan yang ditanda tangani di Jogjakarta antara INSA Jaya dengan Pelindo Priok, dan dengan diberlakulannya tarif tersebut SKdir dihapus.
“Kalau SKdir baru ini disetujui kami PENJASPEL akan unjuk rasa menolak segala kenaikan tarif dari pelindo,” ancam Munif.
Dia menambahkan, bahwa penerapan aturan tersebut, apakah sudah disepakati oleh INSA Pusat, mengingat sesuai surat dari DPP INSA yang ditujukan kepada semua DPC INSA, untuk kebijakan tarif harus disetujui oleh INSA pusat lebih dahulu.
DGM Komersial Pelindo Regional 2 TanjungPriok, Dimas Rizky Kusmayadi, ketika ditanya mengenai hal itu melalui WhatsApp nya, hingga berita ini ditulis belum memberi jawaban. (**)