Kementerian Perhubugan (Direktorat Pehubungan Laut) hingga saat ini masih mengavulasi terhadap terhentinya rute tol laut kapal RoRo Jakarta-Surabaya, apakah yang menjadi penyebab tidak berjalannya di lintasan tersebut yang sudah dijalankan pada tahun 2017 lalu.
Praktisi pelayaran dari Arpeni Oentoro Surya mengemukakan, terhentinya lintasan itu dikarenakan tarif di pelabuhan terlalu tinggi. “Hampir 40% biaya habis untuk cost di pelabuhan. Mestinya pemerintah bisa menurunkan tarif di pelabuhan agar program tol laut di lintasan Jakarta-Surabaya bisa jalan,” kata Oentoro kepada Ocean Week, di sela HUT PT BKI ke-55, di Jakarta, Selasa (2/7) malam.
Oentoro mengaku siap jika diminta untuk menjalani kembali di rute Jakarta-Surabaya tersebut yang sudah pernah dicobanya pada tahun 2017 lalu. “Kami tidak kuat karena tarif di pelabuhannya tinggi, sehingga costnya sangat mahal. Kami minta Perhubungan Laut agar mengevaluasi hal ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo, saat dikonfirmasi mengenai hal itu, menyatakan bahwa pihaknya masih mengevaluasi kembali rute kapal RoRo Jakarta-Surabaya tersebut. “Kami sedang mengevaluasi berapa sebenarnya cost yang pas untuk lintasan tersebut,” kata Agus Purnomo, kepada Ocean Week, Selasa malam.
Dirjen Hubla menambahkan kalau untuk rute tersebut nantinya dipastikan non subsidi. “Tunggu saja nanti akan dihidupkan lagi lintasan kapal RoRo Jakarta-Surabaya itu,” ujarnya singkat.
Seperti diketahui bahwa Kementerian Perhubungan pernah berencana menggelar kembali lelang operator feri jarak jauh (long distance ferry/LDF) rute Jakarta-Surabaya di tahun 2019, menyusul gagalnya lima kali lelang yang telah dilakukan sepanjang 2018 ini lantaran sepinya minat operator.
Berhentinya operasional feri Jakarta-Surabaya yang waktu itu dioperatori PT Jagat Zamrud Katulistiwa (JZK) lantaran dana subsidi ketika itu dinilai terbatas sehingga operator kapal juga tidak bisa melanjutkan operasionalnya. Sebelumnya, layanan feri jarak jauh Jakarta-Surabaya juga dioperatori oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), namun keduanya berhenti ditengah jalan.
Padahal dilintasan ini sudah mulai ada pasar. Hanya saja masih harus bertarung dengan angkutan darat (truk).
“Kita akan hidupkan lagi lintasan untuk kapal RoRo Jakarta-Surabaya tersebut, tapi masih dihitung berapa tarifnya,” ungkap Dirjen Hubla Agus Purnomo.
Oentoro Surya menambahkan, supaya lintasa itu bisa berjalan, mesti harus ada insentif di pelabuhan yang disinggahi kapal jarak jauh tersebut. “Agar bisa dikaji insentif, khususnya pada Pelindo agar ada pengurangan tarif,” ujar Oentoro.
Untuk diketahui, ASDP menghentikan layanan Jakarta—Surabaya pada Januari 2018 setelah dioperasikan pada Desember 2017 dengan kapal ro-ro KM Ferindo 5, sedangkan JZK menghentikan operasionalnya pada 12 Maret 2018 setelah beroperasi sejak 12 Juli 2017 dengan menjalankan total 75 voyage, dua kapal ro-ro yakni MV Roro Sawitri dan MV Roro Prayasti.
Selama ini, operator kapal feri jarak jauh Jakarta–Surabaya itu meminta pengkajian kembali soal tingginya biaya pelabuhan. JZK sebagai pelaku usaha swasta menyampaikan sekitar 30% dari pendapatan per unit cargo on chasis yang masuk ke kapal dikeluarkan untuk biaya pelabuhan.
Biaya pelabuhan tersebut hanya mencakup lapangan penumpukan di area dermaga di luar pengeluaran lain seperti BBM, cargo handling, SDM, dan biaya operasional kapal. Sebagai informasi, harga tiket kapal Ro-ro Jakarta-Surabaya waktu itu dipatok Rp 4 juta sampai Rp 5 juta untuk truk ukuran 12 meter. Sedangkan uang jalan dari Jakarta ke Surabaya via darat hanya sekitar Rp 2,5 juta. (**)