Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menilai kinerja fasilitas laboratorium di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) sangat ‘Abu-abu’ alias proses layanannya cukup lama, hal itu disebabkan tidak adanya pengawasan dari internal maupun eksternal.
“Padahal kegiatan identifikasi barang impor pada fasilitas laboratorium di BPIB merupakan unit pelayanan teknis di bawah Direktorat Jenderal Bea Cukai. Tapi, kinerjanya lamban, karena tak ada pengawasan,” kata Capt Subandi, Ketua Umum GINSI, kepada wartawan, di Jakarta, menyoroti soal itu.
Saat ini, ujarnya, setidaknya ada tiga BPIB yakni di Jakarta, Surabaya dan Medan.
Menurut Subandi, kinerja fasilitas laboratorium ini sangat ‘abu-abu’ atau lama proses layanannya, diduga karena tidak ada pengawasan baik internal maupun eksternal.
“Yang kami rasakan sampai sekarang ini tidak ada pihak yang bisa dimintakan penjelasan tentang berapa lama suatu produk di periksa. Padahal laboratorium untuk kepentingan kesehatan manusia saja, saat ini sudah bisa cepat di ketahui,” ungkapnya.
Kata Subandi, selain membuat biaya logistik importasi membengkak, waktu proses penyelesaian di laboratorium itu tidak jelas, sehingga berpotensi dimanfaatkan para importir ‘nakal’ demi meloloskan barang yang di uji dan atau agar pengujian atas barangnya di percepat.
“Kinerja laboratorium itu tidak memiliki standar waktu, sehingga menyulitkan pelaku usaha bahkan tidak efisien. Hal inilah yang bisa membuat biaya logistik atas barang impor yang di periksa di fasilitas itu menjadi membengkak akibat lambat pemeriksaanya karena tidak ada target waktu yang di tetapkan,” jelasnya.
Apa yang disampaikan Subandi akibat adanya berbagai keluhan dan laporan dari sejumlah anggota GINSI di DKI Jakarta. Bahkan sudah beberapa minggu terakhir belum menerima hasil dari proses laboratorium barangnya. Bahkan, merekapun (importir) kesulitan menanyakan permasalahanya ke pihak Laboratorium tersebut.
“Siapa yang mengawasi kinerja laboratorium yang notabene salah satu fasilitas vital di bidang importasi itu. Kalau tak diawasi komprehensif bisa bikin proses importasi sangat lama dan tidak efisien sehingga ujung-ujungnya merugikan pelaku usaha karena harus membayar lebih banyak biaya penumpukan barang/kontainer di pelabuhan maupun demurage container,” kata Capt Bandi.
Dia berharap, institusi berwenang memperhatikan adanya keluhan ini, sehingga para pelaku impor tidak banyak dirugikan. (**)