Keberhasilan program tol laut yang digadang-gadang sudah mampu menurunkan harga barang dinilai masih pro kontra. Ada pendapat yang menyatakan untuk menstabillkan dan menyamakan harga pangan di seluruh tanah air ini, sebaiknya pemerintah menunjuk Bulog untuk menanganinya.
Sementara angkutannya selain ditangani pemerintah juga melibatkan swasta pelayaran nasional. Apalagi Bulog sudah memiiki lumbung-lumbung pangan yang dinamai Rumah Pangan Kita yang tersebar hampir diseluruh pelosok negeri.
Selama ini, ketimpangan dari tol laut ini yang dirasakan oleh pihak swasta pelayaran adalah tidak imbangnya muatan balik. Karena itu, pelayaran mengusulkan supaya subsidi juga diberikan di pelabuhan, mengingat biaya-biaya kepelabuhanan (di darat) juga cukup mahal.
Belum lagi kalau di pelabuhan daerah, tidak jarang kapal harus menunggu cukup lama untuk membongkar barang muatannya, karena tenaga bongkar muat pun belum optimal. Makanya, tidak sedikit pelayaran yang bermain di tol laut ini, sangat hati-hati dan mesti jeli dalam menghitung cost untuk tol laut ini.
Teddy Arif, direktur independen pelayaran Tempuran Emas kepada Ocean Week mengaku jika pelayaran kesulitan pada program ini, karena angkutan baliknya yang hingga sekarang masih kosong. “Kami harus benar-benar menghitung kalau di rute tol laut,” katanya, baru-baru ini.
Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi V Bambang Harso meniali program Tol Laut masih belum maksimal implementasinya.
Menurut Bambang, tol laut seharusnya mampu menjadi stabilisator harga di daerah. Jangan sampai harga barang di daerah yang dilalui tol laut tetap mahal. “Karena itu perlu koordinasi barang apa yang dibutuhkan daerah yang dituju angkutan tol laut itu,” ujarnya.
Dia mencontohkan, dari hasil kunjungan kerjanya di Miangas Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Kapal Tol Laut yang datang tidak menurunkan barang sama sekali. “Padahal saat itu masyarakat di wilayah tersebut sangat membutuhkan pangan. Semua ini perlu dikoordinasikan lebih lanjut agar program dan kebijakan pemerintah yang saat ini sudah berjalan bisa berjalan lebih baik,” ungkapnya.
Bambang menambahkan, dari hasil analisis yang sudah dirangkum Komisi V DPR RI, angkutan laut hanya menyebabkan disparitas harga sebesar 6%. “Penyebab disparitas harga sangat tinggi di pedalaman karena menggunakan transportasi udara dan darat,” ujarnya lagi.
Kedepan, Komisi V DPR RI berharap, pemerintah dapat memberikan kebijakan-kebijan baru untuk bisa menata program-progam bagi kesejahteraan rakyat. Sebab, sekarang ini siapa sebenarnya yang diuntungka dengan program tol laut ini, pelayarankah, masyarakatkah, atau pedagang (tengkulak). (***)