Pembangunan pelabuhan Patimban, di Subang Jawa Barat, terus dikebut, karena ditargetkan pada 2019 akhir sudah bisa beroperasi. Namun, siapa bakal pengelola pelabuhan ini, sampai saat ini masih simpang siur.
Menko Maritim Luhut Panjaitan pernah menyatakan kalau pengelola Patimban tidak akan melibatkan BUMN, namun oleh swasta. Dan ini telah membawa angin segar bagi swasta, tapi betulkah itu?. Wacana tersebut memang belum jelas, apalagi tender pengelolaan Patimban pun belum dibuka oleh Kemenhub.
Namun begitu, wacana pengelolaan pelabuhan Patimban oleh swasta juga mendapat penolakan. Perlu diketahui bahwa tahap awal, Patimban adalah pelabuhan untuk menangani kendaraan, dan kemudian dilanjutkan untuk terminal petikemas.
Mungkinkah, kalau terminal kendaraan di Patimban, perusahaan BUMN tidak diperbolehkan menjadi pengelola, mengingat yang berpengalaman sebagai pengelola terminal kendaraan selama ini adalah PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT), anak usaha Pelindo II.
Pastinya, Pelindo II pun tak mau kehilangan pangsa pasar, makanya akan berupaya sekuat tenaga untuk bisa masuk ke Patimban. Mungkin, kalau untuk terminal petikemas, barangkali diserahkan swasta. Tapi ini juga tak semudah bayangan, karena investasinya pasti besar sekali. Swasta pada umumnya akan berhitung untung rugi.
Pengamat kemaritiman dari ITS Surabaya Raja Oloan Saut Gurning, menilai bahwa pengelolaan Pelabuhan Patimban, tak mungkin tak melibatkan perusahaan BUMN. “Pemerintah seharusnya sudah paham dan tidak mungkin mengabaikan potensi besar BUMN untuk turut berkontribusi di Pelabuhan Patimban. Terutama jaringan bisnis nasional dan internasional BUMN-BUMN yang berpotensi menjadi sumber inputan kargo sekaligus pengguna jasa. Atau menjadi sumber dan garansi jejaring kargo serta layanan bagi Pelabuhan Patimban ke depan,” kata Saut Gurning saat dihubungi Ocean Week, Jumat (12/7), melalui telponnya.
Saut Gurning juga menyatakan, kalau operator pelabuhan akan dijalankan sepenuhnya oleh swasta nasional maupun asing, hal tersebut diperkirakan hanya sebatas kepemilikan pengelolaan operasional pelabuhannya saja. Namun dari sisi bisnis, tentunya siapa pun operatornya tidak akan membatasi pasar, baik oleh swasta ataupun BUMN.
“Jaringan BUMN beserta anak usaha, afiliasi, serta mitra-mitra bisnisnya merupakan pasar yang besar dan mapan yang berada di sekitar Pelabuhan Patimban. Apalagi, sudah lama menjalankan operasi bisnisnya di pelabuhan-pelabuhan di sekitarnya,” ungkapnya.
Oleh karenannya, Saut menekankan, potensi kerja sama dengan operator atau entitas kepelabuhanan yang berafiliasi dengan BUMN juga perlu dibuka guna memberikan kepastian usaha dari operator swasta Patimban mendatang.
“Jadi justru dengan menjalankan bisnis yang terbuka dan melakukan kolaborasi operasional, maka garansi kargo akan menjadi faktor penting dalam pengembangan Pelabuhan Patimban ke depannya. Karena bisnis pelabuhan selalu tergantung jaminan kuantitas serta kelancaran arus barang. Bahkan di era modern seperti sekarang ini adalah eranya sinergi untuk value creation dan berbagi data untuk pertumbuhan bersama,” kata Saut lagi.
Pria asal Sumut yang fasih berbahasa Jawa tersebut mengatakan, bahwa pelabuhan sebesar Patimban sebaiknya mengembangkan berbagai skenario model bisnis yang melakukan integrasi operasional, komersial, dan layanannya. Kepemilikan konsesi mungkin preferensi ke swasta, karena orientasi utamanya terkait kepemilikan.
Namun, dalam konteks bisnis jasa seharusnya tidak tertutup hanya untuk swasta. Namun terbuka untuk berbagai pihak. Termasuk pada usaha membangun jaringan rantai pasok dengan simpul-simpul logistik di baik untuk hinterland (kawasan di sekitarnya) dan foreland (wilayah antar-pulau) lewat berbagai rute pelayaran kapal yang mendukung aliran domestik dan internasional dari Patimban di periode mendatang.
“Intinya konektivitas. Patimban bisa difungsikan sebagai pelabuhan pengumpul yang mengonsolidasikan pelabuhan-pelabuhan di sekitarnya. Selain itu Patimban juga bisa dikoneksikan dengan jejaring terminal sekitarnya,” katanya.
Saut berharap dengan kerja sama yang baik antara keduanya (swasta-BUMN) dalam pengelolaan dan operasional, biaya logistik nasional dapat semakin efisien dan daya saing produk nasional juga dapat meningkat di pasar internasional.
Asmari Heri, dari Samudera Indonesia mengemukakan bahwa hadirnya Patimban dapat dijadikan sebagai pilihan (alternatif) bagi pelayaran dan cargo owner untuk berkegiatan. “Tinggal bagaimana berkompetisi di layanan, apakah Priok lebih baik atau Patimban, pengguna jasa yang akan menilai dan menentukan pilihan kegiatannya,” ujar Asmari. (***)