Sekjen DPP Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sahat S, membenarkan pihaknya akan bertemu dengan pemerintah (Kemenhub cq Ditjen Hubla) untuk mendiskusikan kembali Permenhub 152/2016 tentang Penyeleggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari dan ke Kapal.
“Kalau nggak salah tanggal 19 September nanti, kami (APBMI) diundang pihak Hubla untuk membicarakan kembali soal Permenhub 152 tahun 2016 yang sangat memberatkan usaha PBM,” kata Sahat kepada Ocean Week di sela acara Peduli Lombok, di Terminal Penumpang Nusantara Tanjung Priok, kemarin.
Sahat menyatakan, pemerintah supaya mengevaluasi kembali terhadap BUP yang dalam Permenhub itu disebutkan dapat melakukan kegiatan bongkar muat. “Tapi dalam Permenhub 152 itu kan dikatakan bahwa BUP bisa melakukan kegiatan bongkar muat akan diatur dalam peraturan sendiri. La ini belum ada aturannya, BUP sudah melakukan kegiatan bongkar muat, sehingga banyak PBM yang ‘mati’,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Pelindo II Saptono R. Irianto kepada Ocean Week pernah mengemukakan, bahwa tidak ada salahnya Pelindo melakukan kegiatan bongkar muat sendiri sepanjang di area pelabuhan wilayahnya. “Ibaratnya orang punya rumah, masa kita dilarang melakukan kegiatan di rumah kita. Itu sama saja dengan di pelabuhan, masa kita tak boleh bekerja disitu,” ungkapnya.
Jadi, ujarnya, kalau Pelindo membuat aturan untuk di rumahnya sendiri, apakah tidak boleh. “Makanya kita lakukan dengan cara bermitra dengan para PBM, tentunya ada persyaratannya,” kata Saptono lagi.
Capt Wisnu Handoko, Plt Direktur Lala Hubla, kepada Ocean Week juga pernah menyatakan akan mengundang APBMI dan pihak-pihak terkait untuk mendiskusikan kembali Permenhub 152/2016. “Kami akan mendengarkan kembali apa-apa dari mereka (para pihak) mengenai pelaksanaan kebijakan ini, sehingga pemerintah bisa mengetahui persoalannya,” ungkapnya di Kantornya, di Wisa Antara.
Seperti diketahui bahwa APBMI membuat petisi yang isinya menolak Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 152 tahun 2016 secara keselurahan. Alasannya, karena bertentangan dengan Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran dan bertentangan dengan UU No 5 tahun 1999 tentang anti monopoli. Selain itu, juga bertentangan dengan peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2010 tentang angkutan di perairan.
“Kami menolak terhadap Permenhub 152/2016,” kata Sahat singkat. (***)