Indonesian Salvage and Underwater Contractors Association (ISUCA) menggelar Musyawarah Nasional (Munas) ke III, pada hari Rabu (25/9), bertempat di hotel Sentral, Jakarta Timur.
Munas ke-3 yang mengambil tema ISUCA Siap Menuju Era Industri 4.0 dibidang Industri Pekerjaan Bawah Air dan Salvage, dihadiri oleh para usaha disektor ini dan juga pemerintah terkait dengan industri ini.
Capt. Awi Imam, Ketua Umum ISUCA, mengaku prihatin dengan tidak konsistennya peraturan yang berlaku di Indonesia.
Apalagi dengan keluarnya Keputusan Menteri no.228/2019 yang isinya memberikan kelonggaran ijin kepada orang asing pada level apapun bisa bekerja di Indonesia.
“Adanya Kepmen itu, menjadikan persaingan tenaga kerja di negeri ini semakin berat,” kata Awi Imam dalam sambutannya.

Dirut PT Lafrieta Bahari Utama ini berharap supaya pemerintah tegas dalam melaksanakan aturan, karena usaha Salvage underwater yang menjadi anggota ISUCA bekerja secara benar sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia, tapi gara-gara ada perusahaan kaki 5 dengan tarif lebih murah, langsung diberikan ke mereka.
“Itu kenapa, kok begitu, karena pemerintah nggak serius melakukan pengawasan,” ungkap Awi.
Menurut Awi, bahwa keinginan Presiden Jokowi untuk proses perijinan khususnya dibidang pembanguann instalasi bawah air agar dipermudah. “Faktanya saat ini untuk mendapatkan ijin membangun instalansi bawah air seerti kabel laut, pipa laut perlu waktu 6-9 bulan. Kami berharap kementerian terkait bisa mempermudah dan mempercepat waktunya, khususnya dari Kemenko Maritim dapat mengambil langkah konkrit untuk mempersingkat waktu perijinan,” ungkapnya.

Sementara itu, Joni Algamar, penasihat ISUCA, pada kesempatan ini meminta supaya usaha pekerjaan bawah air ini memiliki tenaga-tenaga yang profesional.
“Saya ketemu sama direktur KPLP Perhubungan Laut (Ahmad-red), dikatakan kedepan akan dilakukan pembaharuan sertifikat terhadap usaha ini, mengingat KPLP yang berkepentingan dibidang ini,” ujar Algamar yang juga sebagai Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Power.
Algamar mengemukakan, jika tak mengikuti aturan internasional, maka kita akan tertinggal. Bersyukur, dalam satu tahun terakhir setelah LSP Power terbentuk, sudah sekitar 80 orang di usaha salvage yang sudah memiliki sertifikat.
Sedangkan Anggit Muyosatoto, Kasubdit pengelolaan potensi Basarnas juga mengamini apa yang diungkapkan Joni Algamar bagaimana pentingnya sertifikasi profesi.
“Sertifikat profesi sangat penting dan perlu bagi siapapun untuk era sekarang ini, termasuk usaha yang tergabung di ISUCA,” katanya sekaligus membuka resmi Munas ke-3 ISUCA.
Menurut Anggit, keberadaan Usaha Salvage ini sangat penting bagi Basarnas sebagai mitra, terutama pada waktu ada kecelakaan di laut, untuk pencarian korban di bawah laut.
“Mereka punya alat yang lengkap dan canggih untuk dapat mendeteksi bangkai kapal atu objek didasar laut,” kata Anggit sembari menambahkan bahwa antara Basarnas dengan anggota ISUCA perlu dilakukan latihan bersama. (**)