Era pemerintahan Joko Widodo sebagai presiden RI ke-7, sektor kemaritiman menjadi konsen pemerintahannya. Berbagai infrastruktur penunjang perekonomian dibangun, bukan hanya pelabuhan, namun juga bandara maupun akses jalan (tol). Filosofi yang ingin disasar adalah bagaimana cost logistik bisa murah, ada pemerataan, dan hasil komoditi kita mampu berdaya saing di luar negeri.
Berbagai langkah peraturan pun dibuat, baik ditingkat pusat maupun propinsi, kabupaten, dan kota untuk mewujudkan cita-citanya tersebut.
Banten sebagai salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, sebagai penghubung antara pulau Jawa diujung barat dan pulau Sumatera sangatlah penting perannya. Banten yang berbatasan dengan propinsi DKI Jakarta, juga menjadi salah satu pusat industri di negeri ini.
Diantara kabupaten/kota dibawah propinsi Banten, yakni Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, dan Kota Tangerang, Kota Cilegon, kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan, Cilegon-lah yang termasuk paling potensial.
Cilegon, selain menjadi sentra perdagangan dan jasa, juga terdapat banyak pelabuhan berskala internasional maupun domestik. Ada pelabuhan Cigading, pelabuhan Ciwandan, Merak Mas Port, dan sejumlah pelabuhan lainnya, baik dikelola BUMN maupun swasta.
Kata Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Banten Alawi Mahmud, Banten memang menjadi pintu gerbang dan penghubung perekonomian antara pulau Jawa bagian barat dan pulau Sumatera (Lampung). “DIsini (Banten) juga memiliki pelabuhan-pelabuhan bertaraf internasional yang siap melayani kegiatan lalu lintas kapal dan barang internasional maupun domestic,” ujarnya kepada Ocean Week, di Cilegon.
Ada sekitar 14 industri raksasa di wilayah Cilegon, 5 industri di Kabupaten Serang, 3 di Pandeglang, 3 di Tangerang, dan 7 industri di Lebak yang dalam kegiatannya menggunakan pelabuhan di Banten.
Bertumbuhnya industri di wilayah propinsi Banten, terutama Kota Cilegon (Serang Barat, Serang Timur, dan Tengerang), perlu diantisipasi dengan adanya pelabuhan yang memadai sebagai mata rantai kegiatan penunjang para industri tersebut.
Perekonomian propinsi Banten yang mencapai sekitar Rp 367,97 triliun, setiap tahun bertumbuh atau naik 5,4%, perlu diantisipasi dengan kesiapan pelabuhan. Selama ini, pelabuhan di Banten lebih banyak menangani kegiatan curah (break bulk), tidak kurang dari 45 juta ton per tahun aktivitas komoditi curah masuk ke Banten melalui pelabuhan yang ada di Kota Cilegon. Belum lagi komoditi general cargo, dan petikemas yang juga mempunyai nilai tinggi.
Kalau pelabuhan Tanjung Priok oleh pemerintah diharapkan bisa menjadi transhipment hub kegiatan petikemas, apakah tidak mungkin pelabuhan di Banten dinobatkan sebagai salah satu hub untuk kegiatan “Curah”, mengingat besarnya barang breakbulk melalui pelabuhan-pelabuhan di wilayah ini (Cigading & Ciwandan, serta lainnya).
Ketua INSA Banten Agus Santoso juga setuju dengan dijadikannya Banten Hub Port untu kegiatan break bulk. “Kalau Priok jadi hub container, bagaimana kalau Banten jadi hub port break bulk,” katanya saat ditanyai oleh Ocean Week di kantornya.
Tetapi, kalau utuk layanan petikemas sebagaimana harapan dan keinginan Menko Maritim Luhut Panjaitan beberap waktu lalu saat mengunjungi Merak Mas di Cilegon, Dirut KBS Tonno Sapoetro menyatakan masih perlu menyiapkan fasilitasnya, terutama untuk pelabuhan Ciwandan maupun Cigading. Sebab, kedua pelabuhan ini selama ini memang melayani kapal dan barang curah, bukan container. “Kalau container dilayani di Merak Mas,” ungkapnya.
Mestinya, pemerintah Banten sudah saatnya untuk menuju ke arah sana, karena potensi yang dipunyai di propinsi ini. Membuat konsep tegas terhadap fungsi dan penggunaan pelabuhan, menata pelabuhan, dan sebagainya sudah harus dimulai.
Jadi, pemerintah mesti memulai ‘Babak Baru Pelabuhan Banten’, mengingat potensi, hinterland industri, dan akses jalan, serta fasilitas pelabuhannya sudah sangat memadai. Tinggal bagaimana niat dan pelaksanaannya saja. (***)