Sekali lagi macet masih menjadi ‘momok’ bagi pelaku usaha di pelabuhan Tanjung Priok. Akibatnya, sering terlihat antrean truk kontainer di luar maupun di dalam pelabuhan.
Apalagi jelang Lebaran 2021, biasanya kegiatan di pelabuhan menjadi tinggi. Semua menginginkan pada moment ini, sudah tak lagi disibukkan dengan keluar masuk barang. Para pelaku usaha pada saat jelang lebaran, tak lagi mau dipusingkan dengan ekspor impornya.
Dalam catatan Aptrindo, arus truk masuk ke JICT dan Koja yang dari arah timur ada 9650 unit, dan 2714 unit, sedangkan dari arah barat 1757 unit.
“Ini yang menjadi problem kemacetan pada kegiatan ekspor impor di pelabuhan, sehingga tak jarang terjadi hambatan,” kata Gemilang Tarigan, ketua umum Aptrindo kepada pers, di kantornya, Senin sore.
Dia pun mencatat kebijakan dwelling time yang dinilainya kurang tepat, karena petikemas harus cepat keluar dari pelabuhan untuk menghindari biaya tinggi penumpukan.
“Ada total 20 gerakan truk angkutan ekspor impor yang kemudian jadi masalah, sehingga kemacetan tak bisa dihindari. Misalnya dari pelabuhan truk ambil kontainer dibawa ke depo, dari depo ke pabrik, lalu dari pabrik ke pelabuhan, lalu ke garasi truk. Tapi jika depo digabung dengan port gerakan tinggal 14, jika depo dan garasi digabung di industri gerakan tinggal 6,” ujarnya.
Menurut Tarigan, hal itu berakibat pada timbulnya high cost logistik. “Terlalu banyak pergerakan truk untuk aktivitas ekspor impor,” ungkapnya lagi.
Bukan itu saja, penyumbang kemacetan juga dikarenakan adanya pembatasan waktu masuk tol JORR-Cikampek yang hanya jam 06.00 – 09.00 Wib.
Belum lagi waktu antrean stuffing/stripping di pabrik yang memerlukan waktu cukup lama. Ditambah sistem pelayanan dokumen pelabuhan lama, sistem Bea Cukai dan terminal sering Hang, lalu letak depo kontainer yang terpencar berada pada zona lokasi jalan kelas 3 atau tak layak.

Selain itu, akses jalan tol yang tak terhubung langsung dengan terminal, dan window time kapal yang sempit yakni 4 x 24 jam = 96 jam.
Makanya, ungkap Tarigan, Aptrindo mengusulkan supaya dibuatkan buffer area truk di wilayah timur yang terkoneksi dengan sistem IT semua terminal.
“Pool truk dan garasi sebaiknya berada dalam satu kawasan, dan kami minta segera terapkan sistem TID, dan terminak booking system’ serta return cargo,” katanya.
Tarigan juga menyatakan agar kebijakan dwelling time dan window time yang berorientasi akhir pekan khussunya kapal yang direct ditinjau kembali.
“Cabut pembatasan waktu di jalan tol JORR dan Cikampek. Terapkan standar pelayanan minimum sesuai PM 60/2019 tentang penyelenggaraan angkutan barang dengan kendaraan bermotor di jalan berkaitan usia kendaraan. Sekarang ini, kendaraan truk yang baru malah banyak yang nganggur, dan yang truk lama banyak mengangkut karena tarif bisa lebih murah,” keluh Tarigan.
Dia berharap keluhan dari para pengusaha truk yang tergabung dalam Aptrindo ini bisa diakomodir dan mendapat perhatian pemerintah maupun kalangan terkait. (***)