Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menegaskan komitmennya untuk memperkuat tata kelola dan meningkatkan kesejahteraan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di seluruh pelabuhan Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Muhammad Masyhud, dalam acara “Optimalisasi Kebijakan Pengelolaan Tenaga Kerja Bongkar Muat di Pelabuhan Indonesia” yang diselenggarakan di Jakarta, Senin (13/10).
Dalam sambutannya, Dirjen Masyhud menegaskan bahwa TKBM merupakan tulang punggung kegiatan logistik nasional yang harus mendapatkan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan.
“TKBM adalah tulang punggung kegiatan logistik nasional. Di balik lancarnya arus barang di pelabuhan, ada kerja keras mereka yang sering tidak terlihat. Karena itu, negara wajib hadir untuk memastikan mereka mendapatkan perlindungan, pelatihan, dan kesejahteraan yang layak,” ujar Dirjen Masyhud.
Menurut Dirjen Masyhud, tata kelola TKBM selama ini menghadapi sejumlah tantangan, baik dari sisi regulasi, keselamatan kerja, hingga kesejahteraan. Oleh karena itu, pemerintah melakukan langkah-langkah pembenahan melalui penerbitan Permenkop Nomor 6 Tahun 2023 dan Permenhub Nomor 59 Tahun 2021, yang menjadi dasar hukum baru dalam pengelolaan koperasi dan kegiatan bongkar muat di pelabuhan.
“Permenkop dan Permenhub ini kami maknai bukan sekadar aturan teknis, tetapi komitmen moral untuk menjadikan TKBM lebih terlindungi dan berdaya saing. Koperasi TKBM kini harus dikelola secara transparan, profesional, dan berkeadilan,” ujar Masyhud.
Dia menambahkan, dengan adanya penyempurnaan regulasi tersebut, maka sistem lama yang tidak memiliki kekuatan hukum kuat, seperti SKB 2 Dirjen 1 Deputi tahun 2011, telah resmi diperbarui agar lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Dalam paparannya, Dirjen Masyhud menyebutkan beberapa langkah strategis yang tengah disiapkan Ditjen Hubla bersama kementerian dan lembaga terkait untuk menata ulang sistem pengelolaan TKBM. Langkah-langkah tersebut meliputi:
1. Peningkatan kesadaran terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di seluruh lini pelabuhan.
2. Kewajiban sertifikasi kompetensi bagi seluruh tenaga kerja TKBM.
3. Penyesuaian sistem kerja 24 jam/7 hari untuk meningkatkan responsivitas layanan bongkar muat.
4. Pengembangan Sistem Informasi Online TKBM (SIMON TKBM) untuk memantau kehadiran, kinerja, dan produktivitas secara real-time.
5. Pembatasan usia kerja TKBM di bawah 55 tahun guna menjaga keselamatan dan mendukung regenerasi tenaga kerja pelabuhan.
“Kedua regulasi tersebut memastikan kegiatan bongkar muat dilakukan secara profesional dan adil, dengan tetap menempatkan kesejahteraan pekerja sebagai prioritas,” ungkap Dirjen Masyhud.
SIMON TKBM
Dirjen Masyhud mengungkapkan masih terdapat sejumlah persoalan di lapangan, seperti rendahnya pemahaman tentang keselamatan kerja (K3), kurangnya sertifikasi kompetensi, hingga isu kesejahteraan dan regenerasi tenaga kerja.
“Kami tidak menutup mata terhadap berbagai persoalan di lapangan. Justru inilah saatnya kita melakukan pembenahan menyeluruh, mulai dari peningkatan kompetensi hingga pemerataan kesejahteraan,” jelasnya.
Sebagai langkah konkret, Ditjen Hubla tengah mendorong penerapan Sistem Informasi Online TKBM (SIMON TKBM), sebuah platform digital yang terintegrasi dengan sistem INAPORTNET.
Sistem ini memungkinkan pemantauan kehadiran, produktivitas, dan kinerja TKBM secara real-time, sehingga pengelolaan tenaga kerja menjadi lebih transparan dan akuntabel.
“Melalui SIMON TKBM, setiap pekerja akan tercatat, terlindungi, dan termonitor kinerjanya. Inilah bentuk nyata digitalisasi pelabuhan yang berpihak pada pekerja, bukan sebaliknya,” kata Masyhud.
Berdasarkan data Ditjen Hubla, terdapat 18.607 orang TKBM di seluruh Indonesia. Sebanyak 44,56 persen berada pada usia produktif (25–45 tahun), namun masih terdapat 7,38 persen atau lebih dari 1.300 pekerja berusia di atas 60 tahun yang masih aktif bekerja.
“Kita perlu menyiapkan generasi penerus tenaga bongkar muat yang terampil dan kompeten. Karena itu, pembatasan usia kerja dan program pelatihan bagi tenaga muda menjadi bagian penting dari kebijakan penataan TKBM ke depan,” jelasnya.
Selain itu, Masyhud juga menekankan pentingnya penyesuaian struktur tarif dan biaya TKBM agar lebih transparan dan bebas dari pungutan tambahan di luar ketentuan. Langkah ini, menurutnya, akan menciptakan iklim kompetisi sehat antar badan usaha dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan TKBM.
“Tidak boleh ada lagi biaya tambahan yang membebani pekerja atau pengguna jasa. Tarif harus adil, transparan, dan memberikan manfaat langsung bagi TKBM,” ungkap Masyhud.
Dia menambahkan, kolaborasi lintas kementerian seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Ketenagakerjaan, serta dukungan dari organisasi pekerja seperti Serikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) sangat penting untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif dan berpihak kepada pekerja.
“Pemerintah hadir untuk menata, bukan meniadakan. Kita ingin koperasi TKBM tetap kuat, profesional, dan menjadi rumah bagi kesejahteraan anggotanya,” pungkasnya. (***)