Dewan Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (DPP GAPASDAP) menyampaikan keprihatinan mendalam atas keputusan pemerintah menunda penegakan kebijakan Zero Over Dimension dan Over Loading (ODOL) hingga tahun 2027.
Penundaan berkepanjangan ini bukan hanya berdampak pada keselamatan angkutan jalan raya, tetapi juga mengancam keselamatan pelayaran penyeberangan nasional, yang berperan vital dalam menjaga kelancaran rantai pasok logistik antar-pulau.
Oleh karena itu, Khoiri Soetomo, Ketua Umum Gapasdap minta kepada Presiden Prabowo supaya mengeluarkan Perpres/Inpres agar zero Odol benar-benar bisa terwujud, karena untuk keselamatan bersama. “Bukan hanya untuk keselamatan pelayaran penyeberangan/RoRo, namun juga untuk kendaraan (truk) itu sendiri, termasuk sopir, dan pemilik barang, serta masyarakat,” ujar Khoiri Soetomo kepada Ocean Week di Jakarta, Rabu (6/8).
Khoiri juga menyampaikan bahwa berdasarkan data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan bahwa mayoritas penyebab kecelakaan kapal penyeberangan, termasuk tenggelamnya kapal, patahnya engsel rampdoor, dan kerusakan geladak kendaraan, disebabkan oleh truk ODOL yang melebihi kapasitas desain kapal.
Menurut Ketua Umum Gapasdap, Truk yang ODOL akan menyebabkan stabilitas kapal menjadi negatif, sehingga kapal mudah terbalik (capsized). Selain itu, ungkapnya, dengan beban yang melebihi batas normal, truk ODOL menyebabkan konstruksi kapal yang seharusnya memiliki batasan maksimal beban (axel load) menjadi patah.
“Truk ODOL selama ini juga banyak merusak sprinkle (alat pemadam kebakaran yang ada di geladak kendaraan) rusak atau tidak dapat berfungsi maksimal jika terjadi kebakaran di kapal,” katanya.
Dengan melihat bahaya yang ditimbulkan oleh trak ODOL terhadap kapal penyeberangan, sudah saatnya untuk dilakukan penertiban terhadap truk-truk tersebut.
“Baru saja kita semua diperingatkan dengan kejadian kecelakaan tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, yang salah satu indikasi penyebabnya adalah truk ODOL. Karena sebenarnya kapal tersebut mampu menampung jumlah kendaraan yang ada, namun karena berat masing-masing kendaraan muatan truk melebihi ketentuan normal, akibatnya berpengaruh pada berat total muatan kapal secara keseluruhan,” jelas Khoiri.

Saat ini, katanya, otoritas pelabuhan memberlakukan pengetatan muatan zero tolerance, sehingga kapasitas muatan kapal ferry hanya mencapai 50%. Akibatnya, terjadi kemacetan panjang dari Pelabuhan ASDP Ketapang hingga Kabupaten Situbondo, yang mengganggu distribusi barang vital dan memperburuk kondisi logistik nasional.
Padahal jika muatan yang diangkut sama-sama memenuhi ketentuan (truk tidak ODOL) maka masing-masing kapal bisa memuat hingga 100%.
Ketua Umum GAPASDAP Khoiri Soetomo mempertanyakan bahwa selama penundaan penegakan aturan Zero ODOL hingga tahun 2027, siapa yang menjamin dan bertanggung jawab terhadap keselamatan kapal penyeberangan nasional. “Saat ini, operator kapal memikul seluruh risiko hukum, finansial, dan keselamatan, sementara akar permasalahan akibat truk ODOL belum terselesaikan,” katanya bertanya.
GAPASDAP, tegas Khoiri sangat mendukung terhadap komitmen pemerintah dalam mewujudkan transportasi darat dan laut yang selamat, tertib, dan berdaya saing. “Kami (Gapasdap) menantikan langkah konkret Presiden untuk segera menerbitkan Perpres atau Inpres Zero ODOL demi keselamatan dan keberlanjutan transportasi nasional,” ucap Khoiri. (***)