Kondisi galangan kapal nasional saat ini dinilai kembali berat setelah di tahun 2014 dan 2015 menerima order pembangunan kapal baru dari pemerintah dalam rangka tol laut, karena pada tahun 2016 sampai dengan 2018 tidak ada kelanjutan ordernya.
Padahal karakter industri yang job order seperti galangan ini dibutuhkan kontinuitas order sehingga sangat ideal jika terdapat smoothing demand perimbangan kapal baru. Sedangkan untuk usaha reparasi kapal masih berjalan baik karena kebutuhan pasar.
Hal itu dikatakan Tjahjono Roesdianto, pengamat Industri Galangan Kapal, saat dimintai tanggapannya oleh Ocean Week, mengenai kondisi dan situasi usaha galangan kapal sekarang ini.
“Untuk menjadikan industri ini mandiri dan berdaya saing, terus dilakukan upaya peningkatan kemampuan SDM melalui pelatihan dan sertifikasi yang dibantu pemerintah, juga penting adanya pembinaan industri penunjang dengan target produk berkualitas dan mengurangi ketergantungan terhadap komponen kapal impor,” katanya Kamis (10/1) pagi.
Mantan Dirut PT Dok Koja Bahari ini juga menyatakan, dari penguatan regulasi masih menunggu terbitnya peraturan tentang skema khusus bea masuk impor komponen kapal yang belum bisa diproduksi dalam negeri, juga bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku industri komponen kapal dalam negeri.
“Perlu aturan perundang undangan atau paling tidak peraturan pemerintah tentang industri maritim setelah kita punya UU no 17 tahun 2008 tentang pelayaran dan UU no 32 tahun 2014 tentang Kelautan,” ungkapnya.
Untuk sisi keuangan, kata Tjahjono, beban industri masih berat terkait dengan ketersediaan modal kerja dan kepercayaan lembaga keuangan, dengan besarnya bunga dan kolateral, sehingga perlu terobosan dan inovasi tentang status kapal tersebut karena usaha pelayaran tidak pernah akan ada tanpa adanya kapal dan kapal itu dilahirkan dan dirawat oleh galangan kapal.
“Untuk negara maritim seperti Indonesia harusnya industri galangan kapal sejajar dengan pelayaran dan pelabuhan dari sisi perhatian dan perlakuannya di pemerintahan maupun sektor penunjangnya,” kata mantan Ketua Umum Iperindo tersebut.
Memang, menurut dia, sekarang kapasitas galangan bertambah, beberapa galangan yang eksis menambah fasilitas produksinya, dan beberapa galangan baru bertumbuh. “Itu membuktikan bahwa industri galangan kapal masih menarik,” ucapnya.
Sebelumnya, salah seorang pelaku usaha galangan kapal dari Surabaya menyatakan, industri galangan kapal masih menghadapi tantangan berat di tahun 2019 ini. Apalagi bagi perusahaan galangan kecil menengah, saat ini banyak mengandalkan proyek pembangunan kapal order pemerintah. Namun, jika termin pembayarannya tak tepat waktu, akan sangat berat untuk menjalankan roda usahanya.
“Kami saat ini lebih banyak mengerjakan kegiatan proyek pembangunan kapal dari pemerintah. Untuk keberlangsungan pengerjaan proyek tersebut, terpaksa meminjam uang ke bank yang bunganya cukup tinggi, tapi apa boleh buat,” katanya kepada Ocean Week, di Wisma Antara Jakarta, Selasa lalu.
Kata dia, pihaknya saat sedang menyelesaikan pesanan kapal dari Kemenhub. “Beberapa galangan lain juga sedang menyelesaikan pesanan kapal dari pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto menyatakan, INSA minta supaya penerapan kebijakan asas cabotage dipertahankan agar dampak positif dapat dirasakan oleh industri galangan kapal nasional yang tengah lesu.
Menurut dia, kebijakan cabotage menjadikan pelayaran nasional mampu bertahan. Bahkan, kebijakan ini berhasil pula menumbuhkan jumlah armada berbendera Indonesia dari 6.400 armada di tahun 2005 menjadi 20.000 armada lebih di 2017.

Oleh sebab itu, INSA mendorong supaya galangan kapal domestik lebih dapat berkompetitif dan meningkatkan kemampuannya. Mengingat, galangan kapal memiliki peran penting bagi industri maritim dan mampu menyerap lapangan kerja.
Kata Carmelita, sekarang masih ada pengadaan kapal nasional yang impor dan docking di luar negeri, terutama kapal berukuran besar dan berteknologi tinggi.
Owner Pelayaran Andhika Line ini mengungkapkan industri galangan masih dihadapkan pada bunga bank tinggi dibandingkan negara lain di Asia, juga masih dikenai pajak impor komponen kapal. “Ini yang masih menjadi tantangan,” ngkapnya.
Memajukan industri galangan dalam negeri, katanya, juga untuk mendukung cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia. DPP INSA sangat berkepentingan atas majunya industri galangan kapal di Indonesia. “Pelayaran dan galangan tidak bisa dipisahkan. Untuk itu dibutuhkan dukungan seluruh stakeholder dalam memajukan industri galangan kita.” ucapnya. (bs/ow/**)