Kondisi perusahaan galangan kapal nasional sekarang ini dalam kondisi yang kurang bagus. Bahkan hampir 50% galangan kapal di Indonesia mengalami kesulitan, karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap industri tersebut.
Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono menyatakan keterpurukan pada Industri Maritim ini karena bunga bank di atas bunga komersial dan sulit mendapatkan dana investasi karena dianggap industri high risk.
Hal yang sama juga pernah diungkapkan Yance Gunawan, DIretur Utama PT Dumas. “Kami (Galangan kapal) sekarang ini hanya mengandakan hidup dari maintenance kapal, dan itu sangat berat. Apalagi setelah pemerintah (Kemenhub) menghentikan untuk pesanan pembuatan kapal.” ujar Yance.
Menurut Yance, selain tidak ada pembangunan kapal, juga karena bunga bank yang tinggi. “Akibatnya perusahaan pelayaran lebih memilih membuat kapal di luar negeri menggunakan dana pinjaman bank luar negeri,” ungkap Yance.
Bambang Haryo menambahkan, bahwa di Malaysia, bunga bank industri maritim sepertiga dari bunga komersil. Dia juga memaparkan mengenai tingginya nilai perpajakan yang dibebankan kepada industri pelayaran yaitu 1,2 persen final pendapatan, kemudian Pendapatan Negara bukan Pajak (PNBP) naik 100 persen-1000 persen mulai 2017.”Ya, Infrastruktur kurang diperhatikan, salah satu contoh di lintasan Merak-Bakauheni dari 70 kapal hanya bisa beroperasi 28 kapal karena kurangnya infrastruktur dermaga atau tempat sandar kapal,” Kata Bambang Haryo dalam siaran persnya, Minggu (28/7).
Industri Maritim ini seharusnya, kata Bambang Haryo, memberi dampak pertumbuhan ekonomi termasuk di bidang pariwisata tapi Industri maritim justru mengalami kemunduran.
Untuk itu, Bambang berpendapat pemerintah lebih fokus memperhatikan fasilitas, insentif dan kemudahan perijinan untuk industri maritim. “Bukan malah memberikan beban yang demikian besar terhadap industri maritim, baik industri galangan kapal, industri pelayaran dan industri perikanan,” kata Bambang. (***)