Wacana pencabutan kebijakan harga khusus batubara untuk domestik sebesar US$70 per ton bakal semakin menambah beban PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan sebaliknya menguntungkan para produsen batubara tersebut.
Owner Pelayaran Gurita Lintas Samudera, H. Sunarto memastikan akan banyak perusahaan yang melakukan nego ulang. “Saya kira pasti banyak nego ulang dan kapal disuruh tunggu. Yang jelas PLN pasti kesulitan keuangan, karena harus menanggung beban yang berat, sebab tarif PLN nggak boleh naik. Inilah masalahnya di Indonesia, peraturan sebentar-sebentar berubah,” kata Sunarto kepada Ocean Week, Senin (30/7) menanggapi wacana pemerintah mengenai DMO tersebut.
Penasihat DPP INSA ini berharap pemerintah bisa menghitung kembali secara hati-hati dan teliti terhadap masalah ini, supaya tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. “Pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait dengan pencabutan kebijakan harga khusus batubara untuk domestik (DMO) yang baru berusia kurang lebih 4,5 bulan, sehingga tetap menjaga keseimbangan kepentingan PLN dan produsen batu bara,” kata H. Sunarto.
Seperti diketahui, pada 9 Maret 2018 lalu, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengeluarkan Keputusan Nomor 1395 K/30/MEM/2018. Aturan ini menetapkan harga jual batu bara dalam negeri atau DMO sebesar US$ 70 per metrik ton untuk kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan pembangkit swasta. Aturan ini juga mewajibkan seperempat produksi perusahaan batu bara untuk kebutuhan pembangkit Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan swasta di dalam negeri.
Senada dengan Sunarto adalah Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tulus menyatakan, pencabutan kebijakan domestic market obligation (DMO) batubara dinilainya tak berpihak kepada rakyat. Sebab, hal itu dikhawatirkan akan menambah beban PT PLN dan berpotensi membuat tarif listrik naik.
“Jika ini diterapkan maka pemerintah hanya berpihak pada kepentingan pengusaha batubara. Sebab, selama ini pengusaha diwajibkan menjual batu bara ke PLN sebanyak 25 persen di bawah harga pasar. Wacana itu pada akhirnya dijadikan skenario secara sistematis untuk menaikkan tarif listrik pada konsumen,” ungkapnya kepada wartawan.
Dampak dari itu, jika wacana tersebut direalisasikan, PLN akan kehilangan potensi penghematan sekitar Rp20 triliun akibat meningkatnya biaya produksi listrik perseroan karena harus membeli batu bara sesuai dengan harga pasar.
Padahal, saat ini, beban PLN sudah cukup berat dengan kenaikan harga energi primer lainnya, seperti minyak, di tengah pelemahan nilai tukar rupiah. Di sisi lain, tarif dasar listrik tidak boleh dinaikkan hingga 2019.
“Saya kira PLN akan mengalami tekanan yang luar biasa. Dipastikan dari depresiasi rupiah saja, ongkos produksi PLN naik kira-kira 4% dalam beberapa bulan terakhir. Kalau ditambah dengan ini lagi, menurut saya akan lebih berat beban keuangannya,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa, Minggu (29/7), dikutip dari BI.
Pemerintah memang telah berencana mengenakan bea keluar atau pungutan ekspor batu bara US$2—US$3 per ton sebagai kompensasi atas pencabutan harga khusus. Dana dari pungutan ekspor itu akan digunakan untuk mengompensasi PLN.
Namun, menurut Fabby, pungutan itu juga tidak cukup untuk mengurangi beban PLN. “Volume ekspor kira-kira 350 juta ton setahun dikalikan US$3 mungkin dapat sekitar US$1 miliar atau Rp14 triliun. Masih lebih rendah dari penghematan PLN Rp20 triliun, jadi enggak cukup.”
Fabby menyarankan kebijakan DMO tetap diberlakukan bagi produsen batubara yang memproduksi batu bara sesuai dengan spesifikasi pembangkit PLN.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Syaikhul Islam Ali menilai rencana pemerintah mencabut harga khusus batu bara menunjukkan inkonsistensi pemerintah mengingat kebijakan ini baru diterbitkan pada Maret lalu.
“Sebaiknya namanya aturan jangan sering-sering berubah lah. Ini akan ditertawakan, aturan DMO baru dibikin kok sudah mau diubah lagi,” katanya.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, menyatakan keputusan soal pencabutan kebijakan harga khusus batubara DMO akan dibahas pada Selasa (31/7) dalam rapat terbatas. (bi/ow/**)