Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) bersama Kementerian Perhubungan melakukan rapat bersama menindaklanjuti perencanaan penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Sunda, bertempat di Hotel Novotel, Jakarta, Rabu (8/5).
TSS merupakan skema pemisahan jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal yang berlawanan arah dalam suatu alur pelayaran yang ramai dan sempit, misalnya alur pelayaran saat memasuki pelabuhan atau selat.
Direktur Navigasi Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Basar Antonius mengungkapkan, TSS akan sangat menjaga keselamatan pelayaran, perlindungan maritim, serta meningkatkan perekonomian.
Pada wilayah itu yang juga sebagai zona penangkapan ikan, maka Kemenhub mewajibkan agar kapal nelayan memasang tanda kapal guna keselamatan pelayaran. “Jadi kapal-kapal penumpang atau barang bisa mengetahui adanya kapal nelayan di jalur TSS. Dari itu masih perlu dilakukan sosialisasi ke para nelayan,” kata Basar, pada kesempatan itu.
Sementara itu, Asdep Navigasi dan Keselatan Maritim Deputi bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim, Kemenko Kemaritiman, Odo RM Manuhutu mengatakan, TSS tersebut kemungkinan bisa mulai diimplementasikan pada Juni 2020.
“TSS sudah seharusnya diterapkan pada perairan yang sangat dipadati lalu lalang kapal seperti Selat Sunda. Ini tak bisa dipungkiri sebab pertumbuhan ekonomi kedepan akan semakin meningkat. Dari itu perlu adanya penataan jalur pelayaran kapal,” katanya.
Menurut Odo, manfaat diterapkannya TSS adalah untuk menciptakan keteraturan lalu lintas pelayaran kapal sehingga bisa menghindari insiden yang tak diinginkan seperti tabrakan antar kapal sehingga berdampak pada pencemaran biota laut.
“Apa lagi jalur Selat Sunda dan Selat Lombok merupakan salah satu jalur terpadat di dunia, jadi mau tidak mau akan ada peningkatan traffic di kawasan tersebut,” ungkapnya. (kt/**)