Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan keberadaan 7 pelabuhan terpadu yang akan menyaingi posisi Singapura sebagai hub regional tersebut akan meningkatkan efisiensi biaya logistik.
Tujuh pelabuhan yang disiapkan menjadi hub pelabuhan terintegrasi tersebar dari barat ke timur, yakni Kuala Tanjung/Belawan (Sumatera Utara), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Jawa Timur), Kijing (Kalimantan Barat), Bitung (Sulawesi Utara), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Sorong (Papua).
Namun, rencana pemerintah tersebut sempat memperoleh penolakan dari Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). “Seharusnya ALI menyetujui rencana pemerintah membangun 7 pelabuhan terpadu. Kok dia [ALI] yang enggak setuju. Kalau buat efisiensi, semua harus setuju. Nanti Bappenas ada paparan soal efisiensinya,” kata Luhut kepada wartawan di Gedung Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Selasa (23/7).
Menko Kemaritiman Luhut menyatakan, selama ini kapal-kapal dari Indonesia membawa barangnya melalui pelabuhan di Singapura (Transhipment). Dari Singapura, barang-barang itu baru dibawa ke negara tujuan. “Daripada harus membawa barang ke Singapura terlebih dahulu, kapal-kapal itu lebih baik langsung melakukan pelayaran dari pelabuhan di Indonesia menuju negara tujuan akhir,” ungkapnya.
Menurut Luhut, dengan pengiriman langsung dari Indonesia, biaya logistik bisa dihemat mencapai 35-40 persen. “Ke Singapura kan sudah final destination, ternyata tidak. Dari Singapura itu masih pergi ke luar negeri. Apa bedanya kita bikin dari Jakarta, Surabaya ke final destination. Itu kan cost-nya turun 35-40 persen,” kata Luhut.
Sebelumnya, Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah berencana membuat jaringan pelabuhan terpadu dan terintegrasi di tujuh pelabuhan di Indonesia. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi dominasi Singapura sebagai pelabuhan hub di regional.
“Kami ingin mengurangi dominasi Singapura yang selama ini menjadi hub-nya. Nah, kalau bisa, hub yang selama ini tergantung Singapura bisa dipindahkan ke pelabuhan-pelabuhan di Indonesia,” kata Bambang waktu itu.
Bambang menyebut pelabuhan yang akan disiapkan menjadi hub internasional akan menempel dengan kawasan industri atau memiliki sarana konektivitas yang terjamin. Misalnya, kereta api maupun jalan tol. Dengan demikian, perusahaan di kawasan industri dapat dengan mudah mengirimkan barangnya ke luar negeri melalui pelabuhan.
Mewujudkan Konektivitas
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan peranan pelabuhan sangat penting dalam distribusi barang dan jasa ke berbagai wilayah.
Dalam konteks domestik sendiri, pelabuhan juga dapat memberikan andil terhadap pemerataan ekonomi wilayah melalui terciptanya konektivitas.
“Tantangan pembangunan pelabuhan ke depan adalah mewujudkan konektivitas nasional. Upaya ini dilakukan demi meningkatkan kelancaran akses kepada masyarakat,” ungkap Tauhid dalam Diskusi Indef di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (23/7).
Selain itu, keberadaan pelabuhan dapat mendorong pemerataan pembangunan maupun pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Jalur laut nantinya akan menjadi penghubung utama dalam perdagangan lintas negara.
“Sebagian besar muatan akan diangkut oleh kapal peti kemas generasi terbaru sesuai perkembangan World Containerization Trend,” katanya.
Upaya pembangunan di kawasan pelabuhan pun terus dilakukan oleh pemerintah. Namun, itu harus diimbangi dengan bagaimana cara mengelola pelabuhan tersebut, mulai dari waktu tunggu kapal hingga efisiensi bongkar muat.
“Masalah lainnya juga berkaitan dengan peralatan yang tidak lengkap dan banyaknya instansi yang terlibat, menyebabkan biaya logistik semakin mahal. Rute pelayanan nasional masih didominasi pelayanan port to port, sehingga dinilai kurang efisien,” ujar Tauhid. (***)