Pelabuhan Batu Ampar atau Terminal petikemasnya (TPK) bakal dikembangkan. Targetnya menjadikan kawasan ini sebagai internasional transhipment port atau hub logistic dengan memanfaatkan lintasan jalur perdagangan dunia di Selat Malaka.
Sebab, selama ini sekitar 50 juta petikemas yang lalu lalang melewati selat Malaka diangkut dengan kapal-kapal besar, tak satu pun petikemas yang singgah di pelabuhan Batam.
Hal itu diungkapkan Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam Dendi Gustinandar saat menjadi salah satu Nara sumber dalam forum group discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh INAMPA di Jakarta, belum lama ini.
Keprihatinan itulah yang menjadikan pengelola terminal Batu Ampar untuk menyiapkan dana sebesar Rp 3,8 triliun mengembangkan pelabuhan tersebut.
“Dalam pembangunan pelabuhan peti kemas ini, kami menggandeng PT Pengusahaan Daerah Industri (persero) Batam,” ujarnya.
Menurut Dendi, kerjasama ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama telah dimulai per 1 November 2023 lalu hingga Juli 2025. Pada fase ini, Persero Batam akan mewujudkan TPK Batu Ampar menjadi pelabuhan bongkar muat skala domestik. Artinya barang-barang domestik akan dikumpulkan di TPK Batu Ampar sebelum dikirimkan ke tujuan pulau lainnya dalam wilayah Indonesia.
Tahap kedua, ungkapnya, rencananya dimulai Agustus 2025. TPK Batu Ampar akan berperan menjadi direct call terminal. Artinya, kapal-kapal besar dapat melakukan kegiatan bongkar muat di TPK Batu Ampar, sehingga tidak perlu transit di Pelabuhan lain.
Pada tahap ke-2 ini, akan dilakukan pengembangan infrastruktur dengan memperluas lapangan penumpukan menjadi 12 hektare, lalu kolam dermaga utara akan diperdalam hingga -12 mLWs. Kemudian akan dilengkapi dengan 5 Quay Crane, 2 HMC, 12 RTG dan 20 Terminal Truck.
Sedangkan tahap ketiga, akan dikembangkan sebagai international transhipment port atau hub logistik internasional.
Untuk mewujudkan itu, lapangan penumpukan TPK Batu Ampar akan diperluas menjadi 32 hektare, dermaga akan diperpanjang hingga 1,6 km, dan peralatan bongkar muat akan dipercanggih sehingga meningkatkan efisiensi pelayanan bongkar muat.
TPK Batu Ampar nantinya akan memiliki 11 Quay Crane, 2 HMC, 27 RTG, dan 56 terminal truck untuk mengakomodir 1.6 Juta TEUs kontainer dengan total investasi Rp 3,8 triliun.
Sekarang ini, dengan satu crane saja, sudah ada efisiensi dalam kegiatan bongkar muat petikemas.
Kecepatan waktu sandar kapal (berthing time) di TPK Batu Ampar meningkat sebesar 44% dengan penggunaan STS Crane dan HMC.
Sebelumnya rata-rata waktu sandar kapal untuk membongkar 100-600 box kontainer membutuhkan 48-52 jam, kini menjadi 9-22 jam.
Dendi juga menambahkan saat ini potensi bisnis pelabuhan peti kemas Batu Ampar menyumbang 79,3% dari total ekspor Kepulauan Riau (Kepri) sebesar US$19,6 miliar atau sekitar Rp303 triliun.
Berbagai komoditas ekspor seperti mesin atau peralatan listrik, minyak hewan alias nabati, dikirim dari Batam ke negara tujuan, mulai dari Singapura, Malaysia, China, Denmark dan India.
“Komoditas tersebut dikirim melalui pelabuhan kargo utama di Batam, antara lain Pelabuhan Batu Ampar dengan nilai ekspor sebesar US$9,9 miliar atau sekitar Rp153 triliun, Pelabuhan Sekupang dengan nilai ekspor sebesar US$2,5 miliar atau sekitar Rp38 triliun, dan Pelabuhan Kabil dengan nilai ekspor USD 1,6 miliar atau sekitar Rp 24,7 triliun,” jelas Dendi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), dari total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Batam tahun 2022 yang mencapai Rp 194,84 triliun, distribusi terbesar didominasi industri manufaktur sebesar 58,05%.
Dendi menegaskan, bahwa Batam harus mengambil potensi international transhipment port yang saat ini masih didominasi oleh pelabuhan di Singapura (32.3 Juta TEUs), Busan (12.2 Juta TEUs), Tanjung Pelepas (10.6 Juta TEUs), dan Port Klang (8.4 Juta TEUs).
Tiga dari Pelabuhan Transhipment dunia tersebut, memiliki kesamaan dengan Batam, yakni sama-sama berada di jalur tersibuk di dunia, Selat Malaka yang dilintasi 90.000 kapal per tahunnya.
“Kami membutuhkan dukungan semua pihak agar mimpi untuk mewujudkan Batam sebagai hub logistic internasional dapat tercapai. Jika Pelabuhan Batu Ampar dikembangkan dengan lebih baik lagi, maka perekonomian Batam khususnya dan Indonesia secara umum juga akan meroket. Kawasan Industri yang ada di Batam juga harapannya dapat berkembang dengan terbukanya pintu-pintu perdagangan dunia secara langsung,” ujarnya.
Salah satu pelaku usaha pelayaran mengatakan jika pengembangan akan sulit, karena terbentur pada terbatasnya lahan. “Mau dikembangkan kemana lagi, lahannya terbatas. Kita sih pingin Batam bisa mengambil sebagian pasar petikemas yang lalu lalang di Selat Malaka juga masuk ke Batam, bukan saja ke Singapura,” kata Suparno yang juga panasihat INSA Batam. (**)