Pemerintah (Direktorat Perhubungan Laut) sedang mengolah mekanisme tender untuk rute tol laut. Karena dari 11 trayek yang sudah ada, lima diantaranya akan segera ditenderkan dengan melibatkan swasta nasional.
Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Bay M Hasani di Jakarta, mengatakan saat ini pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN PT Pelni untuk menyelenggarakan angkutan barang melalui kapal tol laut. “Sekarang kita sedang siapkan dokumen lelangnya, spek-nya, AVS-nya dan memang baru di ketok anggarannya, baru disahkan oleh DPR. Namun walau belum jadi dokumen anggaran, kita akan segera lelang dengan cara tidak mengikat,” ujarnya.
Bay juga menyatakan untuk tambahan lima trayek kapal tol laut tahun 2017 nanti, Pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 160 miliar yang berasal dari APBN 2017. Sementara untuk enam kapal eksisting yang saat ini sudah melayani enam rute berbeda, anggaran subsidinya tetap sebesar Rp 218 miliar.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum DPP INSA Bidang Kontainer Witono Soeprapto membenarkan bahwa 5 trayek panambahan (TA 7, TA 8, TA 9, TA 10, dan TA 11) akan ditenderkan melibatkan swasta. “Trayek tersebut akan ditender dan swasta akan dilibatkan untuk ikut serta, mekanisme tender sedang diolah di Direktorat Perhubungan Laut,” ucapnya dihubungi lewat telepon, Rabu (30/11) pagi.
Witono menjelaskan bahwa salah satu tujuan tol laut adalah menurunkan disparitas harga. Namun, bukan berarti tidak adanya transportasi laut atau tol laut menjadi penyebab utama disparitas harga.
“Disparitas harga terjadi karena jarak yang terjadi antara produsen dan konsumen. Kita sudah 71 tahun merdeka tapi sentra produsen hanya di wilayah barat Indonesia. Coba kalau di Wilayah Indonesia Timur juga dibangun sentra produksi, misalnya pabrik semen, bahan baku infrastruktur dan produksi-produksi kebutuhan konsumen lainnya pasti disparitas akan menurun dengan sendirinya,” ujarnya panjang lebar.
Menurut Witono, tol laut hanya solusi sementara. “Kalau disparitas harga menurun, jangan senang dulu, dianalisa dulu sebabnya apa, termasuk kalau tidak turun, kenapa bisa begitu,” tanya Witono.
Dia menilai bahwa kondisi geografi Indonesia seharusnya dijadikan sebagai peluang bukan tantangan. Wilayah barat, tambahnya, sudah terbangun sebagai produsen kebutuhan sehari-hari, sandang dan lain-lain.
Karena itu, ungkapnya, saatnya membangun industry pangan di wilayah Timur yang kaya biota laut, feedstock dan sebagainya. “Jadi ekonomi maritime akan terbangun dengan sendirinya,” kata Witono. (***)