Sewaktu Menteri dalam Negeri Tjahjo Kumolo bercerita tentang pungutan liar (Pungli) sistemik di pemerintahan kepada Meko Perekonomian Darmin Nasution di hadapan ratusan pengusaha Indonesia di Hotel Borobudur (10/11) kemarin, bertepatan pula dengan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Bareskrim Mabes Polri di Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak melakukan pemeriksaan terhadap mantan Dirut PT Pelindo III Djarwo Surjanto terkait dugaan Pungli.
“Saya punya teman pengusaha yang memiliki 25 unit tongkang. Setiap satu tongkang per hari bisa mengantongi keuntungan Rp 25 juta. Nach, ketika dokumen tongkang-tongkang itu mesti diperbaharui di institusi pemerintah terkait, dijanjikan dokumen selesai dalam seminggu. Mengetahui seperti itu, sebagai pebisnis langsung berhitung untung rugi. Kalau satu tongkang per hari untung Rp 25 juta x 25 unit x 7 hari, sudah berapa kerugian jika tenggang waktu selama itu tak beroperasi. Makanya, kalau pengusaha berpikir lebih baik mengeluarkan sejumlah uang untuk pelican agar surat-surat itu cepat selesia (sehari rampung), sebab jika di kalkulasi masih rugi tanpa pelican dibandingkan pakai pelican,” kata Tjahjo bersemangat.
Menurut Mendagri, yang perlu diperhatikan dan didorong untuk perubahan adalah Pungli sistematik yang dilakukan di birokrat. Padahal Presiden Jokowi sudah berulang kali mengingatkan untuk memberikan layanan cepat. “Itu adalah Pungli birokrasi sistemik, kalau nggak pakai pelican, layanannya jadi lama, tapi jika diberi sesuatu bisa cepat. Nach, ini yang perlu dirubah, dan itu yang berbahaya,” ungkap Tjahjo.
Sebenarnya Pungli itu terjadi sudah lama, dan ada dimana-mana, di pemerintahan pusat, daerah, bahkan di swasta juga.
Seperti diketahui bahwa sejak terjadi Operasi tangkap Tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu dan pemerintah membentuk Satgas Sapu Bersih Pungli, sudah beberapa orang tertangkap. Sebut saja Herbin Marpaung, Sekretaris koperasi dan Bendaharanya ( di Belawan), Rachmat Satria (direktur operasi PT Pelindo III).
Dari merekalah kemudian polisi mengembangkan kasusnya dan akhirnya menyeret ke sejumlah nama misalnya Djarwo Surjanto (mantan dirut Pelindo III) dan sebagainya. Kamis (10/11) Djarwo diperiksa oleh Polisi atas dugaan terkait Pungli di wilayah Pelindo III (TPS Surabaya).
Ikut mendampingi kuasa hukum Djarwo adalah Sudiman Sidabukke. Saat ditanya wartawan, Sudiman mengaku status kliennya sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Selama diperiksa, mantan bos Pelindo III ini mendapat 30 pertanyaan. “Ada 30 pertanyaan. Ada pasal-pasal dugaan korupsi, money laundering, karantina,” ungkapnya.
Sementara Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Takdir Mattanete menyatakan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama Pelindo III itu dilakukan Bareskrim Mabes Polri.
Sebelumnya, Satgas Saber Punglin Bareskrim mengobok-obok Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Pada 1 November lalu, penyidik melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Rahmat Satria, Direktur Operasional dan Pengembangan Bisnis Pelindo III dan menetapkannya sebagai tersangka.
Rahmat diduga menerima Rp 5-6 milliar dari hasil pungli. Modusnya, memungli kontainer impor yang ada di Terminal Peti kemas Surabaya (TPS). Kontainer yang tidak diperiksa, harus membayar antara Rp 500 ribu sampai Rp 2 juta per kontainer. (***)